Poltak  memeriksa tumpukan buku-buku Parandum, amangudanya. Dia ingat pernah melihat buku kumpulan puisi di situ.Â
"Ini dia!" Poltak bersorak.Â
Diperiksanya sampul buku itu. Judulnya Deru Campur Debu.  Pengarangnya Chairil Anwar. Diterbikan Yayasan Pembangunan tahun 1959.
"Dia penyair besar Indonesia," jawab Parandum ketika suatu kali Poltak bertanya siapa Chairil Anwar.
Ada 27 puisi dalam buku itu. Dulu Poltak pernah membaca sekilas. Dia tak paham maknanya. Tak terjangkau oleh daya pikirnya. Maka dia lupakan buku itu.
Tapi sekarang Poltak sangat membutuhkannya. Sebagai acuan untuk menulis puisi.
Dia kembali membaca ulang puisi-puisi Chairil Anwar itu. Tetap belum paham juga. Â
"Poltak! Sudah sore! Jemput kerbau kita di Holbung!" Dari kebun di belakang rumah, neneknya berteriak mengingatkan. Â
"Olo, Ompung!"
Sudah tiga hari Poltak membaca puisi-puisi Chairil Anwar. Tapi ide puisi belum muncul juga.
Hingga pada hari keempat, suatu sore di atas bukit Partalinsiran. Poltak tiba-tiba berteriak mengagetkan Binsar dan Bistok.Â