"Siapa anak ini sebenarnya?" tanyanya dalam hati.
Dia teringat akan penglihatannya tadi di dasar air terjun Situmurun. Penglihatan yang kini membuat seluruh bulu romanya kembali tegak.Â
Dalam penglihatannya, Poltak berada dalam pelukan seorang perempuan muda cantik berbusana ulos ragidup Batak. Tiba-tiba muncul seorang perempuan tua berselempang ulos pinunsaan , ulos tinggi terindah. Dia terlihat bercakap-cakap dengan perempuan muda itu. Lalu perempuan muda tadi menyerahkan Poltak ke tangan perempuan tua itu.
Perempuan muda itu kemudian masuk menyelam ke dasar air terjun, membentuk citra tubuh seekor ular besar dengan kulit bermotif ulos ragidup.
Saat berpaling lagi ke arah perempuan tua itu, dia tak melihat siapapun di sana. Hanya ada Juangsa dan Buntora, Badia, serta Hisar sedang mengangkat Poltak ke atas permukaan air.
"Poltak ini pasti bukan anak sembarangan," simpul Ompung Golom dalam hati. Dia berjanji pada dirinya tak akan menceritakan penglihatannya kepada siapapun. "Biarlah itu jadi rahasia Situmurun," katanya dalam hati.
Matahari hampir terbenam ketika kapal belok kiri memasuki teluk Binangalom. Langit barat berwarna jingga. Pantulan cahayanya berpendar di permukaan danau. Menciptakan sebuah panorama jelang senja yang hangat dan indah.
Keenam anak itu sudah menemukan kegembiraannya lagi. Mereka berlompatan naik ke atap kapal. Lalu duduk berendeng di situ, tenang, menikmati saujana surya guling ke peraduan di ufuk barat. (Bersambung)
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H