Detik-detik yang sangat menakutkan lewat sudah.
"Sudah aman. Kita pulang," kata Ompung Golom. "Pakai baju kalian!" teriaknya sambil beranjak ke bilik kemudi.
Brrr. Anak-anak itu baru tersadar mereka telanjang bulat dari tadi. Baru terasakan udara dingin yang menusuk. Tubuh mereka bergetar. Geligi gemerutuk.
Buru-buru mereka mengenakan pakaian masing-masing. Juga Poltak, yang semangat dan tenaganya berangsur pulih.
Haluan kapal berputar mengarah ke selatan, lalu laju meninggalkan Situmurun menuju teluk Binangalom.
Keenam anak itu berdiri di haluan, menatap ke arah Situmurun yang semakin jauh ditinggal kapal. Air terjun itu tetap indah. Menyembunyikan bahaya di dasarnya.Â
Poltak tahu benar seperti apa bahaya di dasar Situmurun itu. Dia baru saja lepas dari sana.
"Mauliate, Buntora. Kau itu malaikat penolongku." Poltak berterima-kasih kepada Buntora, sambil merengkuh bahunya.Â
Buntora tersenyum, perasaannya antara haru dan bangga, hingga sepasang ingus hijau kembali muncul di jedua lubang hidungnya.
"Dia ini jelmaan Polmer," pikir Poltak. Binsar dan Bistok punya pikiran serupa.
Dari bilik kemudi, Ompung Golom memandang lekat pada Poltak.