Dua hal yang bisa dikatakan. Â Pertama, nilai-nilai UTS dan UAS-nya bagus-bagus -- sebagian karena soal-soal UTS dan UAS mirip-mirip soal-soal PR. Â Kedua, Tiur lulus Ujian Nasional pada peringkat 5 teratas di sekolahnya.
Ada manfaat, ada korbanan. Â Sebagian dari masa kanak-kanak Tiur dibajak oleh PR. Waktu bermain berkurang. Â Waktu bermanja-ria dalam keluarga juga berkurang. Â Manalah mungkin Tiur bermanja-ria jika Berta mengajarinya mengerjakan PR dengan nada suara tinggi?
***
Sekarang cerita tentang Poltak,
Poltak bersekolah di SD Negeri Hutabolon (pseudonim) di Tanah Batak  tahun 1960-an. Dia benar-benar anak kampung yang bersekolah di SD kampung.
Ciri kampung pada SDN Hutabolon itu terbaca pada guru dan muridnya. Â Setelah bubaran sekolah, guru dan murid sama-sama pergi bekerja ke sawah atau ladang. Guru juga petani, murid adalah anak petani.
Jadi, dari awal berdirinya sekolah itu, semasa murid masih menggunakan papan sabak dan grip sebagai media tulis, guru-guru sudah paham pemberian PR kepada murid adalah hal yang sia-sia. Â Tidak akan ada waktu bagi murid mengerjakannya, dan tak ada pula waktu bagi guru untuk memeriksanya. Murid dan guru sama lelah sepulang dari sawah arau ladang sore hari.
Jika ada PR yang bisa dibilang PR, menurut pengalaman Poltak sepanjang enam tahun di SD, maka itu adalah tugas mengambar peta Provinsi Sumatera Utara dan Pulau Sumatera di kelas 3 dan peta Indonesia di kelas 4. Selain itu, ada tugas menyelesaikan di rumah gambar yang tak selesai di kelas, semisal gambar perspektif yang harus diwarnai. Kata guru, supaya nilainya bagus, sebab gambar berwarna dinilai lebih bagus ketimbng gambar hitam-putih.
Bukannya tak ada tugas rumah sama sekali. Ada. Â Tugas menghafal untuk persiapan pelajaran atau ulangan besok hari. Â Misalnya tugas menghafal perkalian dan pembagian , dipastikan waktu kelas 1 dan 2.Â
Kalau tak hafal dalam semalam, dipastikan besok harinya betis bebirat merah dilibas guru pakai lidi tunggal. Atau buku-buku jari tangan serasa pecah dihajar pakai belebas kayu.
Guru tak pernah menjelaskan hubungan antara betis dan buku jari tangan dengan hafalan perkalian dan pembagian.Â