Kedua, dalam doa pembuka Gobdang Bolon hanya nama Yesus Kristus dan Debata Sitolu Sada Nabadia (Allah Tritunggal Mahakudus) yang diseru. Tidak ada nama dewata Batak, Mulajadi Na Bolon.
Ketiga, Sintua mendoakan air suci (dalam wadah) lalu merecikkannya kepada pargonsi, suhut (tuan rumah), dan natorop (hadirin). Perecikan air suci itu adalah simbol pengudusan kepada keseluruhan kegiatan adat Gondang Bolon Saurmatua. Maknanya, kegiatan itu diberkati oleh Allah Tritunggal Mahakudus.
Keempat, Sintua meminta Gondang Alu-alu hu Debata Sitolusada (Gondang Doa kepada Allah Tritunggal), sebagai ganti doa pembukaan, mohon kepada Tuhan agar memberkati kegiatan adat saurmatua.
Kelima, Sintua meminta Gondang Namarsiolop-olopan (Berkat Meriah), lalu manortor berkeliling memberkati anggota keluarga almarhumah (suhut, tuan rumah) dengan cara menumpangkan kedua telapak tangan di kepala atau bahu mereka. Itu diikuti anggota rombongan  Gereja yang secara keseluruhan, kalau dalam adat Batak, bertindak setara  "hula-hula" (pihak pemberi istri, representasi Mulajadi Na Bolon).
Keenam, suhut meminta Gondang Somba-somba (Persembahan) lalu manortor berkeliling menghaturkan sembah dan terimakasih kepada Sintua dan rombongan, sebagai representasi kehadiran Allah Tritunggal Mahakudus.
Ketujuh, terakhir, Sintua meminta Gondang Hasahatan dohot Sitio-tio (Penutup dan Berkat) lalu manortor bersama keluarga almarhumah dan hadirin. Â Tortor ditutup dengan seruan "Horas!" secara bersama-sama tiga kali, sebagai doa mohon berkat dan keselamatan.Â
Setelah Gondang Hasahatan, Maka adat Gondang Bolon Saurmatua  boleh dimulai dan tidak dianggap bertentangam dengan ajaran Gereja Katolik. Hal itu ditandai dengan pertanyaan pargonsi, yaitu parsarune (peniup serunai) perihal tujuan gondang. Lalu tuan rumah menjawab penyelenggaraan gondang tertebut dalam rangka saurmatua ibunda mereka. Â
Wasanakata
Gondang Bolon Batak Toba tak seharusnya terjepit di antara adat Batak (kebatakan) dan ajaran Gereja Kristiani (ketuhanan). Â Dengan menurunkan ego kebatakan, maka adat Gondang Bolon dapat menyesuaikan diri dengan ajaran dan iman Gereja Kristiani, baik Protestan maupun Katolik.
Demikian pula, Sejarah Gereja adalah sejarah inkulturasi sejak Gereja Mula-mula yang menyerap budaya Yahudi  lalu Romawi, dan Gereja Modern yang menyerap budaya Eropa Barat. Jadi tidak ada alasan historis bagi Gereja Kristiani untuk menolak budaya Batak, khususnya Gondang Bolon.Â
Pemberitaan Injil di Tanah Batak hendaknya membuang sikap etnosenstrisme, yang meninggikan budaya Yahudi, Romawi, dan Eropa tetapi merendahkan budaya Batak.
Biarlah adat Gondang Bolon atau Gondang Sabangunan bergaung untuk memuliakan nama Tuhan, Allah Tritunggal Mahakudus.