Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gondang Bolon Batak: Di Antara Kebatakan dan Ketuhanan [Bagian 2]

12 September 2022   10:46 Diperbarui: 28 September 2022   02:44 2186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pargonsi sedang memainkan Gondang Bolon di Samosir (Foto: Screen shoot Youtube Gomgom Simbolon)

Kedua, dalam doa pembuka Gobdang Bolon hanya nama Yesus Kristus dan Debata Sitolu Sada Nabadia (Allah Tritunggal Mahakudus) yang diseru. Tidak ada nama dewata Batak, Mulajadi Na Bolon.

Ketiga, Sintua mendoakan air suci (dalam wadah) lalu merecikkannya kepada pargonsi, suhut (tuan rumah), dan natorop (hadirin). Perecikan air suci itu adalah simbol pengudusan kepada keseluruhan kegiatan adat Gondang Bolon Saurmatua. Maknanya, kegiatan itu diberkati oleh Allah Tritunggal Mahakudus.

Keempat, Sintua meminta Gondang Alu-alu hu Debata Sitolusada (Gondang Doa kepada Allah Tritunggal), sebagai ganti doa pembukaan, mohon kepada Tuhan agar memberkati kegiatan adat saurmatua.

Kelima, Sintua meminta Gondang Namarsiolop-olopan (Berkat Meriah), lalu manortor berkeliling memberkati anggota keluarga almarhumah (suhut, tuan rumah) dengan cara menumpangkan kedua telapak tangan di kepala atau bahu mereka. Itu diikuti anggota rombongan  Gereja yang secara keseluruhan, kalau dalam adat Batak, bertindak setara  "hula-hula" (pihak pemberi istri, representasi Mulajadi Na Bolon).

Keenam, suhut meminta Gondang Somba-somba (Persembahan) lalu manortor berkeliling menghaturkan sembah dan terimakasih kepada Sintua dan rombongan, sebagai representasi kehadiran Allah Tritunggal Mahakudus.

Ketujuh, terakhir, Sintua meminta Gondang Hasahatan dohot Sitio-tio (Penutup dan Berkat) lalu manortor bersama keluarga almarhumah dan hadirin.  Tortor ditutup dengan seruan "Horas!" secara bersama-sama tiga kali, sebagai doa mohon berkat dan keselamatan. 

Setelah Gondang Hasahatan, Maka adat Gondang Bolon Saurmatua  boleh dimulai dan tidak dianggap bertentangam dengan ajaran Gereja Katolik. Hal itu ditandai dengan pertanyaan pargonsi, yaitu parsarune (peniup serunai) perihal tujuan gondang. Lalu tuan rumah menjawab penyelenggaraan gondang tertebut dalam rangka saurmatua ibunda mereka.  

Wasanakata

Gondang Bolon Batak Toba tak seharusnya terjepit di antara adat Batak (kebatakan) dan ajaran Gereja Kristiani (ketuhanan).  Dengan menurunkan ego kebatakan, maka adat Gondang Bolon dapat menyesuaikan diri dengan ajaran dan iman Gereja Kristiani, baik Protestan maupun Katolik.

Demikian pula, Sejarah Gereja adalah sejarah inkulturasi sejak Gereja Mula-mula yang menyerap budaya Yahudi  lalu Romawi, dan Gereja Modern yang menyerap budaya Eropa Barat. Jadi tidak ada alasan historis bagi Gereja Kristiani untuk menolak budaya Batak, khususnya Gondang Bolon. 

Pemberitaan Injil di Tanah Batak hendaknya membuang sikap etnosenstrisme, yang meninggikan budaya Yahudi, Romawi, dan Eropa tetapi merendahkan budaya Batak.

Biarlah adat Gondang Bolon atau Gondang Sabangunan bergaung untuk memuliakan nama Tuhan, Allah Tritunggal Mahakudus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun