Jangan ketawa. Cita-cita anak kecil memang sering remeh-temeh. Â Tapi namanya tetap cita-cita, kan?
Begitulah. Â Cita-cita yang remeh-temeh rupanya gampang tercapai. Â Tahun 1980, atau 10 tahun sejak Poltak melihat gambar bemo di buku pelajaran, akhirnya Poltak berhasil naik bemo untuk pertama kalinya.
Pengalaman pertama naik bemo itu terjadi di kota Bogor. Â Bagaimana cara Poltak bisa berada di Bogor, sudah pernah diceritakan. Â Dia naik bus dulu dari Toba ke Medan. Lalu naik kapal terbang dari Polonia, Medan ke Kemayoran, Jakarta. Selanjutnya naik bus lagi ke Bogor.
Hal itu perlu diberitahu, agar kamu tahu bahwa demi pengalaman pertama naik bemo, Poltak harus menyeberang dari Pulau Sumatera ke Pulau Jawa naik kapal terbang. Â Kamu tahu ongkosnya? Rp 70,000. Â Kamu tahu ongkos naik bemo tahun 1980? Rp 25 sekali naik.
Jadi Poltak harus mengabiskan uang Rp 70,000 plus agar bisa membayar ongkos naik bemo Rp 25 untuk pertama kalinya.
Absurd? Tidak juga. Â Ini hanya permainan kata-kata, Kawan!
Poltak untuk pertama kalinya naik bemo dari terminal Baranangsiang ke Pasar Bogor di kota Bogor. Â Terminal Baranangsiang tahun 1980 terdiri dari tiga bagian. Bagian utara terminal bus antar kota (a.l. jurusan Jakarta dan Bandung); bagian selatan terminal bemo (dalam kota); bagian timur terminal bus "tiga-per-empat" (a.l. jurusan Depok dan Sukabumi).
Jumlah penumpang bemo itu tujuh orang dewasa. Enam di belakang dan seorang di depan, di samping Pak Supir. Kalau anak kecil, bisa muat 10 orang di belakang, desak dempet macam ikan blek (kalengan).
Penumpang belakang masuk dari pintu di bagian pantat bemo. Â Duduk berhadapan, tiga di kanan dan tiga di kiri. Nah, susunan ini yang bikin ngeri-ngeri sedap.
Ngerinya begini. Â Badan bemo itu sempit. Â Karena duduk berhadapan, maka tak pelak dengkul-dengkul penumpang saling berciuman mesra. Â Itu kalau tungkai tak terlalu panjang. Â Kalau kebetulan kamu berhadapan dengan penumpang bertungkai panjang, maka dengkulnya bakal nyelip ke antar kedua pahamu. Â Itu mengerikan jika kamu laki-laki, dan si tungkai panjang itu juga laki-laki.
Sedapnya begini.  Kalau penumpang di hadapanmu seorang budak awewe anu geulis pisan. Dengkul-dengkulmu bakal goyang berciuman dengan dengkulnya sepanjang jalan. Dari dengkul bisa naik ke mata, dari mata turun ke hati, dari hati terserah elu bedua.