Tak ada investor kapitalis yang sudi mengeluarkan duit Rp 500 juta tanpa pamrih. Baim, sebagai pemodal cerdas di ranah ekonomi kreatif, pasti sudah memperkirakan manfaat ekonominya yang lipat ganda.
Sisi negatifnya, CFW akan menjadi legal formal, kehilangan karakter ilegal dan informalnya. Padahal itu yang menjadi daya tarik dan daya jualnya (selling point). Â
CFW tidak lagi menjadi panggung katarsis sosial yang bersifat underground -- Â dalam arti spontan, tak terduga, unik, dan genuine. Dia akan bersalin rupa menjadi panggung formal fesyen yang serba terencana sehingga monoton.
Bersamaan dengan CFW, Â status anak-anak SCBD akan berubah dari "subyek" menjadi "obyek". Mereka hanya akan menjadi "kekuatan produksi", semacam "pekerja" fesyen yang mendapat imbalan secukupnya. Bukan lagi sebagai subyek CFW yang bisa mengkapitalisasi CFW sebagai konten di akun medsos pribadi.
Apakah Baim Wong salah dengan gagasan dan langkahnya itu?  Tidak.  Dia benar jika tindakannya diletakkan dalam kerangka perilaku kapitalisme yang rasional-instrumental  (baca: keserakahan kapitalisme).  Baim, sebagai pelaku kapitalisme ekonomi kreatif yang baik, hanya setia pada kaidah kapitalisme.  Meraih manfaat sebesar-besarnya dengan korbanan sekecil-kecilnya.  Lha, ada jenama CFW keren yang "tak bertuan", ya, kenapa gak diklaim HAKI-nya.Â
Satu-satunya persoalan dalam tindakan Baim adalah opini publik yang menyebut CFW itu adalah hak publik, dalam hal ini menunjuk anak-anak SCBD, sehingga tak bisa dipatenkansecara pribadi . Â Mendaftarkan HAKI CFW atas nama pribadi atau perusahaan pribadi, dinilai sebagai tindakan merampas hak publik, khususnya hak anak-anak SCBD yang menjadi penggagas dan pelakon asli CFW. Â
Orang bilang, tindakan Baim itu seperti "orang kaya yang merampas hak orang miskin". Apakah sesadis itu?
Tidaklah, tak macam itu. Sudah menjadi sifat dasar (nature) kapitalism untuk  mengeksploitasi golongan tak bermodal demi keuntungan golongan pemodal.  Anak-anak SCBD dengan segala marginalitasnya adalah golongan tak bermodal, "orang kecil" yang perilakunya gampang dikapitalisasi pemodal. Seperti halnya Baim dan para Youtuber lain mengkapitalisasi nasib "orang miskin" dan kelucuan "anak kecil" ke dalam konten medsos mereka.
Sadar akan persepsi negatif khalayak, Baim kemudian membatalkan langkah mendaftarkan HAKI atas CFW. Â HItung-hitungannya, mungkin, persepsi negatif khalayak atas dirinya akan menyumbang kerugian yang lebih besar dari perolehan manfaat kapitalisasi HAKI CFW. Begitulah logika instrumental yang menuntun tindakan seorang kapitalis sejati. Â Sekali lagi, langkah Baim sudah benar.
Pemerintah, Pelayan Kapitalisme yang Akan Membunuh CFW?
Seandainya Baim ngotot mendaftarkan HAKI CFW atas namanya/perusahaannya, dengan alasan mendukung CFW, apa yang akan terjadi? Â Tidak akan terjadi sesuatu apapun, kecuali pembunuhan terhadap kreativitas underground yang genuine dari anak-anak SCBD. Â Lalu kematian kreativitas panggung fesyen jalanan sebagai bentuk katarsis sosial dari kaum marjinal. Â Kaum yang terjepit di antara dua arus utama yang memperebutkan hegemoni, fesyen sekularis modern dan agamis tradisional.
Langkah Baim itu pada akhirnya akan menjadi seperti kisah seekor monyet yang baik hati menyelematkan seekor ikan mas. Â Kasihan melihat ikan mas megap-megap di sungai (menghirup oksigen dari udara), monyet menolongnya dengan cara mengangkatnya ke atas pohon. Kita tahu itu pada akhirnya itu adalah pembunuhan yang dilandasi niat baik.