Baim Wong, seorang pesohor dan youtuber papan atas di negeri ini, boleh dibilang sebagai salah satu representasi paling distinctive dari  kalangan  ekonomi kapitalisme kreatif berbasis daring.  Akun youtube-nya dengan jelas menggambarkan watak  serakah kapitalisme. Â
Tentu tidak ada yang salah atau perlu disalahkan di situ. Â Sudah menjadi asumsi kapitalisme bahwa "manusia itu pada dasarnya serakah". Â Mengejar manfaat sebesar-besarnya dengan korbanan (biaya) yang sekecil-kecilnya. Â
Itu bukan dosa, bila misalnya merujuk pada tesis Max Weber tentang semangat kapitalisme dan etik Protestan.  Semakin besar manfaat modal berupa surplus yang berhasil diraih  kapitalis, semakin terberkati dia di hadapan Tuhan. Â
Jika ada kritik terhadap prinsip tersebut, maka hal itu datang dari Karl Marx. Â Katanya, terlalu besar bagian surplus yang diambil kapitalis (pemilik modal produksi), dan terlalu kecil bagian surplus yang diberikan kepada buruh(kekuatan produksi). Itulah gejala eksploitasi kapitalis terhadap buruh.
Baim Wong lewat akun Youtubenya adalah seorang pelaku ekonomi kreatif  kapitalistik yang cerdas.  Perhatikan dua tema utama konten di kanal Youtubenya.  Aksi kebaikan terhadap orang miskin, dan kelucuan aksi anak kecil. Khalayak senang menonton perbuatan baik Baim Wong memberi uang kepada orang-orang kecil di jalanan.  Juga senang menonton kelucuan anak-anak kecil.
Tapi satu hal yang mungkin tidak disadari khalayak penonton, dalam konteks kapitalisme, "orang kecil" dan "anak kecil" dalam konten Youtube itu telah diposisikan sebagai "kekuatan produksi" (force of production). Â Sebagai "kekuatan produksi", Â "orang kecil" dan "anak kecil" itu tunduk sepenuhnya pada kepentingan modal (kapital) dan pemodal (kapitalis). Â Itu sudah menjadi hukum dasar dalam kapitalisme.
Salah satu bentuk modal adalah intangible asset dan salah satu wujudnya adalah HAKI Â (Hak Atas Kepemilikan Intelektual) atas sesuatu produk yang wujudnya abstrak. CFW itu produk abstrak, suatu event atau "kegiatan" di ruang publik.Â
Sebagai pelaku kawakan di bidang  ekonomi kreatif yang kapitalistik, Baim Wong dengan cepat melihat potensi ekonomi CFW.  Dia berpikir, jika CFW itu dikembangkan menjadi event yang lebih besar dan terorganisir, legal dan formal, pasti akan menarik banyak sponsor untuk kegiatannya dan adsense untuk konten Youtubenya. Itu artinya perolehan cuan besar.
Karena itu Baim lalu berinisitif mendaftarkan HAKI CFW ke Dirjen HAKI Kemenkumham atas nama perusahaannya. Dengan HAKI CFW di tangannya, otomatis dia akan punya  hak eksklusif mengeksploitasi nilai ekonomi CFW. siapapun yang menggunakan jenama CFW, termasuk anak-anak SCBD sendiri, wajib bayar royalti kepada Baim.Â
Sisi positif dari inisiatif Baim itu, CFW bisa diangkat menjadi sebuah event ekonomi kreatif legal formal besar, mungkin menasional bahkan mendunia. Bisa masuk kalender wisata nasional seperti Jember Fashion Carnaval, Solo Batik Carnival, dan Yogya Batik Carnival.
Sudah barang tentu, sebagai pemegang HAKI, Baim alan mendapatkan keuntungan dari kegiatan itu. Langsung dan taklangsung. Karena itu dia sempat menunjukkan modal uang sejumlah Rp 500 juta kepada Bonge.Â