Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pembunuhan Karakter Kompasianer oleh Pengecek Plagiarisme

7 Juni 2022   09:00 Diperbarui: 7 Juni 2022   10:24 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Segel pemblokiran akun Kompasiana (Tangkapan layar sebuah akun Kompasiana)

Admin telah sepenuhnya mendasarkan keputusannya pada penetapan mesin aplikasi. Jika aplikasi mengindikasi satu tulisan sebagai plagiat maka jadilah seperti itu. Jika diindikasi tiga artikel plagiat, maka otomatis degrafasi status akun. Jika sampai lima artikel, maka otomatis pemblokiran akun. 

Saya mengerti Admin memerlukan bantuan aplikasi untuk bisa cepat mengidentifikasi plagiasi pada ribuan artijel yang diagihkan di Kompasiana tiap hari. Memang mustahil melajukannya srcara manual.

Tapi menerima indikasi plagiat oleh aplikasi sebagai kebenaran mutlak tentang plagiat adalah sebuah kekeliruan yang mungkin berujung pada keputusan yang bersifat tirani. Memberi hukuman mati kepada seseorang yang belum terbukti secara substansil sebagai penjahat. 

Sekadar contoh. Di flatform lain, saya telah membaca artikel kelima Uda Merza yang dinilai plagiat, "Kesepakatan Membangun Ekonomi Hijau untuk Menggapai Net-Zero 2050". Dalam artikel itu ada dua kutipan langsung pernyataan Presiden WEF Borge Brende. Dalan kaidah penulusan ilmiah, hal itu bukan plagiasi, karena kutipan dalam tanda petik dan menyatakan sumber (nama dan sumber). Tapi aplikasi pengecek plagiarisme pasti otomatis mengindikasinya plagiat.  

Tapi harus diingat, semua aplikasi anti plagiarisme bukanlah ororitas pemutus vonis plagiat/plagiator atau bukan. Aplikasi itu hanya memberi indikasi kemungkinan plagiat dengan menandai  (memberi blok berwarna) kata, frasa, klausa, kalimat, dan paragraf yang memiliki kemiripan dengan sumber (basis data) yang tersedia di internet.  Soal ini sudah diterangkan kompasianer Bambang Trim dalam artikel "Salah Paham tentang 'Plagiarism Checker'" (K. 16/4/2018). Silahkan dibaca sendiri.

Jadi sekalipun aplikasi itu menandai 50 atau bahkan 75 persen terindikasi plagiasi -- dalam arti mengandung kemiripan dengan teks terdahulu di internet -- pada satu artikel, tidak serta merta bisa divonis plagiat. Sejauh kaidah pengutipan dipatuhi, maka paling jauh hanya bisa dikatakan artikel itu bermutu rendah, hanya semacam kompilasi opini/fakta.

Keputusan plagiat atau tidak, bukan area wewenang aplikasi pengecek plagiarisme, tapi wewenang otoritas sekelompok orang berwewenang. Di dunia akademik, seperti kerap terjadi, wewenang itu diberikan pada satu tim ilmuwan. Untuk kasus di Kompasiana, wewenang itu ada pada Tim Khusus Admin sebagai "kelompok manusia yang  punya jiwa, kompetensi, dan etika".

Penetapan suatu tulisan sebagai plagiat, dan penulisnya plagiator, adalah pengadilan hak cipta. Proses itu akan memutuskan apakah seseorang benar plagiator atau tidak. 

Di situlah letak tanggungjawab moral tim penilai plagiarisme.  Keputusannya adalah penghakiman, sebab plagiasi adalah tindak kejahatan pencurian hak cipta. Karena itu,selain memerlukan penilaian akademis yang cermat dan pertimbangan-pertimbangan etis/moral. 

Soalnya keputusan itu akan berdampak besar pada reputasi dan masa depan seseorang. Jika diputus plagiator dengan berpedoman pada indikasi aplikasi semata,  padahal sejatinya tidak demikian, maka itu afalah pembunuhan karakter yang akan menghancurkan nama baik, reputasi, dan masa depan seseorang.

Penilaian akademis dan pertimbangan etis/moral tadu hanya bisa dilakukan oleh manusia yang berjiwa, bukan oleh mesin aplikasi pengecek plagiarisme yang tak berjiwa. Jika keputusan itu sepenuhnya diserahkan pada aplikasi, dengan pertimbangan aplikasi itu obyektif dan netral, maka hal itu masuk kategori tirani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun