Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Diri Sendiri adalah Instrumen Anti-Plagiat Terbaik

21 Mei 2022   22:38 Diperbarui: 22 Mei 2022   08:43 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia punya copyright dan kamu, sayangnya, gak punya right to copy.

"Agar terhindar dari plagiasi, gunakan aplikasi cek plagiat," saran seorang teman. 

Maksudnya, gunakan aplikasi cek plagiat semisal Unichek, Scribbr, Turnitin, dan PlagScan. Bisa diakses secara daring.

Ragam aplikasi  itu bisa mendeteksi bagian-bagian yang belum bersih dari plagiat dalam satu tulisan. Sekalian menghitung kadar (%) plagiasi.

Tapi aplikasi semacam itu lazimnya kita gunakan untuk memeriksa kadar plagiasi pada tulisan orang lain. Atau sebaliknya, digunakan pihak lain untuk memastikan tulisan kita bukan plagiat.

Tentu aplikasi itu bisa juga digunakan untuk memeriksa plagiasi dalam tulisan sendiri. 

Tapi, menurut hemat saya, itu aneh banget. Sebab jika itu dilakukan, berarti kamu meragukan kapasitasmu sendiri sebagai instrumen anti-plagiat terbaik.

Saya coba terangkan, ya?

***

Begini.  Plagiasi itu pilihan etik. Jika kita punya integritas kuat, maka kita pasti menghindarinya. Sebaliknya, jika integritas rendah, maka tak segan melakukannya.

Nah, kalau sejak dari pikiran sudah mememutuskan jadi plagiat, lalu apa gunanya pakai aplikasi cek plagiat. Pengen tahu kadar plagiasimu? Bah, biar kadarnya 95 persen juga, sabodo teuing.

Kalau sudah diniatkan plagiasi, ya,  pastilah kadar plagiasinya tinggi. Mungkin 99 persen. Hanya beda judul dan nama penulis.

Jelas, bukan? Kenapa saya bilang diri sendiri adalah instrumen anti-plagiasi terbaik?

Aplikasi cek plagiat tak akan mencegahmu menjadi plagiat. Dia hanya memberitahu bahwa kamu sudah menjadi plagiator (atau belum).

Dirimu sendirilah instrumen tunggal yang bisa memutuskan apakah kamu mau menjadi plagiator atau tidak. 

Itu adalah, saya ulangi, keputusan etik. Karena menyangkut penghargaan atau sebaliknya perendahan pada marwah orang lain dan diri sendiri. Juga pengakuan atau sebaliknya pengabaian pada hak cipta milik orang lain. 

Kita tahu, plagiat atau plagiasi adalah pencurian seluruh atau sebagian karya literasi orang lain, dan kemudian mengklaimnya sebagai hasil karya sendiri.

Catat, itu pencurian. Karena itu plagiasi menghinakan diri sendiri dan pemilik karya. Di satu pihak plagiator menjadi hina karena menepuk dada atas karya orang lain. 

Di pihak lain penulis asli direndahkan karena dianggap tidak eksis. Tidak diakui haknya sebagai pemilik tulisan atau cuplikan tulisan.

Kamu baru bisa merasakan betapa sakitnya, dan hinanya, sebagai penulis saat tulisanmu diklaim orang lain sebagai hasil karyanya.

Ah, lupa. Kalau kamu seorang plagiator profesional, kamu memang tak mungkin berempati.

Tapi,  terlepas kamu bisa berempati atau tidak, tetap saja plagiasi itu kejahatan hina.  Jika terbongkar, dan biasanya begitu, maka habislah nama baiknya, bahkan karirnya.

Silahkan ketik "profesor doktor plagiat" pada peramban Google, maka kamu akan dapatkan berita dosen dan mahasiswa plagiat di berbagai kampus di Indonesia. Saya tak ingin memberi contoh di sini. 

Tapi jelas diberitakan kredibilitas dan karir mereka runtuh. Mereka menjadi contoh bagi pepatah tua "Karena  nila setitik, rusak susu sebelanga."

Ah, sudahlah. Tak usah pikirkan mereka. Pikirkanlag tentang dirimu, bagaimana caramu agar terhindar dari perbuatan jahat itu. 

***

Caranya sederhana. Kuatkan potensi diri sebagai instrumen anti-plagiasi. Gampang, kan?

Jangan tanya tipnya bagaimana. Sumpeh, gue gak punya tip.

Tapi saya bisa bagikan sesuatu yang bisa dibilang my way. Bukan untuk diteladan, ya.  Sekadar contoh saja. 

Beginilah caraku:

  • Memilih dan menggunakan sudut pandang beda dari yang lazim untuk menganalisis dan menulis tentang satu topik. Ambil contoh tentang kinerja Timnas Sepakbola Indonesia di SEA Games 2021.
  • Memperlakukan semua tulisan tentang Timnas Indonesia sebagai data tekstual (dokumen), bukan teks rujukan. Konsekuensinya data tekstual mesti disarikan dan diolah, tidak dikutip mentah begitu saja.
  • Membiarkan imajinasi lepas mengelana, tapi dalam koridor ikhwal Timnas Indonesia. Itu akan menyumbang keunikan terhadap sistematika dan isi tulisan.
  • Menghindari teknik kliping untuk membangun tubuh tulisan. Misalnya, mencomot paragraf-paragraf dari berbagai tulisan tentang Timnas Indonesia. Itu jelas jebakan plagiat. Juga "jembatan keledai" yang hanya dilalui "keledai".
  • Menggunakan gaya bahasa dan diksi yang telah menjadi signature sendiri. (Ini gayaku!)  Dengan begitu, kemungkinan plagiasi dipersempit.

Nah, kalau sudut pandang sudah beda, teks tulisan lain telah diperlakukan sebagai data, teknik kliping dihindari, dan pakai gaya bahasa sendiri, maka kemungkinan plagiasi akan tereliminasi.

It works. Setidaknya begitu pengalaman saya sejauh ini. 

Hasilnya artikel-artikel saya tentang Timnas Indonesia di SEA Games 2021, juga di Piala AFF 2020, memang jadi "menyimpang" dari pakem umum. Mungkin aneh, atau dinilai gak mutu. Tapi itu jauh lebih baik ketimbang plagiat.

Intinya, untuk menghindari plagiasi dalam menulis artikel, saya telah berusaha "menjadi diri sendiri".  Dengan menjadi diri sendiri, saya telah mengoptimalkan potensi diri sebagai instrumen anti-plagiat terbaik.

Begitulah. Kalau saya bisa sejauh ini, maka kamupun pasti bisa sejauh kamu mau. 

Tentang tulisan kita, harus bisa dikatakan "It's me, it's my way!" Keren, kan? (eFTe)

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun