Intinya begini. Â Jika IDI bersikukuh pada pendekatan positivisme empiris dan Dokter Terawan bersikukuh pada pendekatan anarkisme metode, maka tidak akan ada komunikasi. Dokter Terawan akan hilang dari dunia kedokteran nasional. Bangsa ini akan merugi.
Untuk mencegah hal itu, maka IDI sebaiknya menerima Dokter Terawan sebagai kritik internal terhadap IDI. Inovasi Dokter Terawan tidak bisa serta-merta dinyatakan salah atau melanggar etika, hanya karena bukan hasil riset positivisme empiris. Riset berbasis anarkisme metode juga menghasilkan kebenaran ilmiah. Â
Sebaliknya Dokter Terawan mesti menerima IDI sebagai "rumah pembangunan kesehatan" yang harus dikembangkan bersama. Dia harus bisa membuktikan jalan anarkisme  metode yang ditempuhnya bukan jalan sesat. Â
Dokter Terawan perlu lebih rendah hati dan terbuka membuktikan kebenaran ilmiah terapi DSA-heparin dan vaksin nusantara. Dengan begitu, anarkisme metode sebagai sebuah kritik akan meluaskan jalan bagi kemajuan kedokteran berbasis riset ilmiah.
Melalui komunikasi ilmiah yang setara maka IDI, sesuai fungsinya, dapat memfasilitasi Dokter Terawan untuk menyempurnakan inovasi DSA-heparin dan vaksin nusantara. Agar inovasi itu memenuhi kaidah-kaidah metode, alat, dan bahan kedokteran yang dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
Komunikasi sejawat antara IDI dan Dokter Terawan seperti itu akan berdampak positif pada kemajuan duania kedokteran/medis nasional. Â Dokter-dokter kreatif lain seperti Terawan, yang mestinya banyak di Indonesia, pasti akan terpacu untuk lebih kreatif berinovasi. Â Dokter-dokter Indonesia yang berdiaspora juga mungkin akan terpanggil berkarya di Indonesia.
Jika sudah begitu, siapa yang akan diuntungkan? Â Bukan IDI atau Dokter Terawan, tapi bangsa Indonesia. Sebab kemajuan dunia kedokteran nasional akan mengangkat derajat kesehatan bangsa Indonesia. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H