Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Sehat Pilihan

Dokter Terawan adalah Kritik terhadap Ikatan Dokter Indonesia

29 Maret 2022   16:40 Diperbarui: 29 Maret 2022   23:21 5949
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokter Terawan Agus Putranto (Foto: tribunnews.com/irwan rismawan)

Dokter Terawan  menjalani pendidikan kedokteran yang bermashab positivisme empirik.  Tapi dia agaknya bukan tergolong dokter yang betah terikat pada mashab yang pro-pembakuan itu.  

Bagi Dokter Terawan mashab positivisme empirik  adalah penjara kreativitas. Karena mashab itu menutup diri pada kemungkinan-kemungkinan metode, alat, dan bahan kedokteran selain yang sudah berlaku baku.

Tanpa sadar, Dokter Terawan telah menjadi penganut mashab anarkisme metode ala Paul Feyerabend. 

Mengritik kekakuan dan kebekuan positivisme empiris, Feyerabend bilang, "Metode apa saja boleh" (untuk menemukan kebenaran). Asalkan logis dan etis.  

Feyerabend menyebut itu "metode tanpa metode", suatu metode yang keluar dari kaidah-kaidah positivisme empiris yang kaku.

Dua inovasi Dokter Terawan yang dinilai MKEK/IDI sebagai pelanggaran etika, yaitu terapi cuci otak (DSA-heparin) vaksin nusantara berbasis sel dendritik, boleh dibilang produk anarkisme metode. Dokter Terawan menemukannya melalui prosedur riset non-postivisme empiris.

Inovasi terapi DSA-heparin dan vaksin dendritik Dokter Terawan kemudian  ditentang IDI karena tidak dihasilkan melalui prosedur riset positivisme empiris.  

Kalangan IDI menilai, terapi DSA-heparin itu bukan pengobatan stroke, tapi hanya semacam penyegaran dengan efek plasebo (sugesti). Lalu vaksin dendritik bukan vaksin dan prosedur uji klinisnya tidak bisa dipertanggung-jawabkan.

Intinya, karena tidak didasarkan pada prosedur riset positivisme empiris, maka inovasi DSA-heparin dan vaksin nusantara tidak diakui oleh IDI (dan BPOM).  Karena itu DSA-heparin dan vaksin nusantara tidak boleh dipromosikan dan diterapkan kepada manusia.

Tapi, sebagai seorang yang menganut prinsip "metode apa saja boleh", sejauh itu logis (manjur dan aman) dan etis (manusiawi, menolong sesama), Dokter Terawan telah menjalankan terapi DSA-heparin dan pemberian vaksin nusantara (dendritik). Tindakan itu dinilai MKEK/IDI pelanggaran etika kedokteran.

Pasien DSA-heparin dan penerima vaksin nusantara itu banyak dari kalangan elite. Ada pejabat, pengusaha, politisi, dan selebriti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Sehat Selengkapnya
Lihat Indonesia Sehat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun