Tiba di dasar tebing, Poltak menuntun sepedanya menyeberangi sungai. Lalu meniti pematang sawah sampai ke halaman rumah Berta.
"Poltak!"Â
Suara yang tak asing untuk Poltak. Dia menoleh ke arah jendela, titik asal panggilan itu. Di sana, di dalam bingkai jendela, ada Berta tersenyum lebar, sumringah, ceria.
"Siapa itu, Berta?" Terdengar teriakan tanya dari arah dapur.Â
"Poltak, Inong!"
"Suruh masuk, dodong kalilah kau!"Â
Berta berlari membuka pintu. Di belakangnya Nai Rumiris, ibunya, dan Rumiris, kakaknya, menyusul.Â
"Selamat Taon Baru, Nantulang."Â
Poltak naik ke rumah. Menyalami nantulangnya, Rumiris, dan Berta.
"Ada kiriman sipanganon dari Ompung," lanjut Poltak, sambil mengangsurkan bungkusan sipanganon, makanan kepada nantulangnya.
"Ei, bere. Kau rupanya. Bawa apa kau itu." Ama Rumiris keluar dari dapur, menyapa Poltak, bere, keponakannya.