"Pakai ini." Poltak mengangsurkan syal merah hati yang sedari tadi melilit di lehernya. Itu syal hasil rajutan neneknya. Â Andalannya menahan terpaan dingin udara malam.
"Mauliate, Poltak." Rauli menerima syal itu dan menyelimutkannya menutupi punggung dan dada. Â
Senyum mengembang di bibirnya. Sudah pasti Poltak tak bisa melihatnya. Jadi apa gunanya senyum?
"Kau sudah pernah ke Siantar, Poltak?"
"Sudah."
"Kemana saja di sana?"
"Banyak. Â Kebun Binatang. Pabrik Es. Taman Bunga Pagoda. Menonton film di Bioskop Ria. Makan bakmi di Jalan Nanking. Mandi di Bah Bolon."
"Ke Pabrik Es?" Rauli takjub.
"Ya, Pabrik Es Siantar. Â Melihat pembuatan balok es dan soda cap badak."
"Masuk ke dalam pabrik?"
"Ya, dibawa amangudaku. Â Kata pegawainya pabrik itu didirikan tahun 1916. Â Pendirinya Henrik Surbek. Orang Swiss." Maksud Poltak adalah Heinrich Surbeck.Â