Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Poltak #072] Melawat ke Sumatera Timur

30 Agustus 2021   18:02 Diperbarui: 2 September 2021   04:41 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kantor bus "Permos" Kisaran, Poltak dan amangudanya naik beca mesin ke rumah mertua Parandum.  Beda dengan beca Siantar yang dihela motor gede tua, semacam BSA dan Norton, beca Kisaran dihela motor kecil.

Hanya sekitar limabelas menit, beca sudah tiba dan berhenti tepat di depan rumah mertua Parandum. Sebuah rumah beton, dengan lantai tegel,  di komplek perumahan pegawai PT Uniroyal.  

Dumariris, serta  tiga adik laki-lakinya, keluar ke teras depan menyambut Poltak dan Parandum. Dua adik perempuannya, berserta ayah dan ibunya, ada di dalam rumah.

"Bah, ada Poltak.  Poltak, mereka ini tulangmu. Harry, Richard, dan Martin."  Dumariris memperkenalkan ketiga adik lelakinya. Usia Harry dua tahun di atasnya, Richard setahun di bawahnya, dan Martin tiga tahun di bawahnya.

"Eh, kalian bertiga.  Salaman sama Poltak. Dia ponakan kalian," lanjut Dumariris.

"Poltak,  salaman dulu sama tulangmu itu."  Parandum mengingatkan  Poltak. 

Tapi Poltak bergeming.  Mematung takjub menyaksikan ketiga tulangnya.  Kulit mereka bersih, cerah, bening. Pakaiannya bersih. Tidak seperti dirinya, dan teman-teman sekolahnya. Kulit kusam, bahkan busikan, dan pakaian juga kusam.

Ketiga tulangnya itu juga bergeming. Mengamati Poltak selayaknya melihat mahluk aneh yang baru tiba entah dari planet mana. 

Beginilah tampilan Poltak saat itu.  Rambut disisir ke belakang setelah diberi minyak rambut tanco milik amangudanya.  Udara panas Kisaran telah melelehkan tanco, sehingga mengalir bersama keringat di pelipis dan dahinya.  

Kemejanya, berbahan tetoron warna krem, melekat basah oleh keringat di tubuhnya. Begitupun celana pendek biru tetoronnya. Poltak terlihat seperti anak kecil yang baru tercebur ke dalam got.

Tapi yang paling spektakuler mungkin sandalnya.  Poltak mengenakan sandal plastik warna biru terang yang agak kebesaran.  Warna biru terang itu kontras benar dengan kulit kakinya yang kusam dan sedikit busikan pada betisnya.  Minyak kelapa yang dioleskan di betisnya tak mampu menyembunyikan kulit busik itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun