Terkadang kawung itu diisi juga dengan sedikit tembakau Shaq. Â Tembakau itu diambil diam-diam dari tagan-tagan, kotak kaleng kecil tempat menyimpan tembakau, biasanya bekas wadah pomade.
Jika ada larangan merokok bagi anak-anak, maka alasannya karena belum bisa cari nafkah. Rokok harus dibeli dengan uang hasil ketingat sendiri. Jadi, merokok adalah proklamasi kemandirian keuangan.
Sedemikian hebatnya pengaruh Guru Harbangan itu. Sehingga Poltak dan teman-teman sekelasnya mengguratkan keinginanc merokok kretek buatan Surabaya sebagai cita-cita. Â Mereka ingin meniru gaya guru mereka.
Jelas itu bukan cita-cita yang mudah di wujudkan. Â Soalnya, rokok kretek yang diisap Guru Harbangan itu paling mahal di kelasnya. Uang dari mana untuk membelinya.
Karena mahal, sangat jarang lelaki Panatapan ataupun Hutabolon mengisap rokok itu. Sehingga peluang untuk mencopet sebatang rokok saja sangatlah kecil.
Lazimnya lelaki Panatapan dan Hutabolon mengisap rokok putih kelas bawah. Itu rokok bikinan sebuah pabrik di Pematang Siantar. Myrah harganya, tak sedap aromanya.
Guru Harbangan sendiri paling banyak mengisap rokok kretek itu dua kali dalam seminggu. Belinya dua atau tiga batang. Lalu dimasukkan dalam kemasan asli bekas yang tampak baru. Kesannya, seakan-akan baru beli sebungkus isi sepuluh batang.
Tapi peluang bagi Poltak dan kawan-kawan datang pada waktu dan tempat tak terduga. Parandum, amanguda Poltak, menikah dengan Dumariris, teman kuliahnya di IKIP Siantar. Pesta adatnya diadakan di Panatapan, rumah pihak lelaki. Di keriuhan pesta itulah mata jelu Poltak melihat peluang.
Ama Rugun, kakek Poltak nomor enam yang tinggal di Sumatera Timur, ternyata merokok kretek idaman setiap lelaki itu. "Inilah saatnya meraih cita-cita," desis Poltak.
Tidak sulit mendapatkan barang yang diidamkan di tengah kesibuk-riuhan pesta adat perkawinan orang Batak. Hanya satu syaratnya: tabah menanti pemilik barang lengah. Dan di tengah pesta, orang cenderung lengah.
Itulah yang terjadi. Ama Rugun tak curiga sedikit pun pada Poltak, cucu yang di matanya lugu dan lucu itu. Â Tak sangka di balik keluguan dan kelucuan itu Lucifer sedang meraja.Â