Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

"Benturan Peradaban" di Jagad Kompasiana

11 Agustus 2021   06:21 Diperbarui: 11 Agustus 2021   13:12 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara Millenial Plus berpikir, kalau bisa mulai dari belakang, mengapa harus dari depan? Dari belakang lebih asyik, tauk. Nah, ini pemberontakan literasi. Revolusi cara membaca. 

Itu baru konflik cara baca. Belum tentang isi bacaannya.  Si Buta dari Gua Hantu itu bisa ditebak jalan ceritanya, karena cenderung linier. Itu memang cara pikir Pramillenial. 

Sebaliknya jalan cerita manga, misalnya Naruto, itu divergen dan serba takterduga. Lagi imajinasinya gila betul. Nah, itu yang digandrungi Millenial Plus. Kreatif dan berontak!

Malanglah nasib Kompasianer Pramillenial. Admin K sekarang diisi arek-arek Millenial Plus berpola pikir mangaisme. Para anak muda yang gandrung berpikir dan bertindak seturut alur cerita dan tokoh-tokoh manga. 

Maka muncullah topil-topil Kompasiana yang mengundang kontroversi. Bagi Pramillenial aneh, asing. Tapi bagi Millenial Plus itu akrab, asyik.

Berjayalah kini kaum Millenial Plus di Kompasiana, dengan artikel-artikel mereka yang "takmutu" di mata Pramillenial. Sementara Pramillenial dirundung postpower syndrome. Terutama para penulis politik yang slot "terpopuler"-nya kini dikuasai penulis spoiler manga (dan anime). 

Reaksi Premillenial  sebenarnya beragam. Ada yang bisa menerima keadaan, semisal Pak Tjiptadinata dan Mas Katedra yang setia menulis nasihat.  Ada yang coba banting setir nulis resep masakan semisal Mas Fery, atau nulis bola seperti Prov. Al Pebrianov.  Ada yang palugada macam Acek Rudy. Ada yang mundur dulu kayak Mas Yon Bayu. Ada yang frustasi menunggu sapi bunting, macam Engkong Felix van Gangsapi. (Yah, gimana mau bunting, wong sapinya jantan. Ada psikiater di sini?) 

Satu-satunya yang heppi dengan benturan peradaban di Kompasiana adalah Admin K. Admin sukses menyutradarai dan menggelar drama benturan peradaban budaya litererasi baca-tulis di panggung Kompasiana. 

Tema drama itu, "Menjadikan Kompasiana Ajang Produktif bagi Benturan Peradaban Pramillenial dan Millenisl Plus". Nah, gempar sudah. Penonton ramai, iklan banyak, duit mengalir. Tapi K-Reward Engkong selaku juru kamera dan tukang catat adegan kok tetap cekak, ya. (eFTe)

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun