Suatu hari di tahun 1970.  Pagi-pagi benar murid-murid SD Hutabolon, kelas tiga sampai kelas enam, bersiap-siap berangkat ke Girsang, Parapat.  Mereka,  juga murid-murid lain dari semua sekolah di  Kecamatan Parapat, dikerahkan untuk menyambut kedatangan Ratu Juliana dan Pangeran Bernhard dari Belanda.
Sehari sebelumnya, saat pelajaran Sejarah, terjadi perdebatan kecil antara Guru Marihot dan Poltak di kelas.Â
"Belanda menjajah Indonesia selama tiga ratus lima puluh tahun. Â Tapi Tanah Batak dijajah hanya selama enam puluh tujuh tahun." Guru Marihot mulai mengisahkan sejarah penjajahan Belanda di Tanah Batak.Â
Belanda memasuki Tanah Batak pada tanggal 6 Februari 1878. Â Terhitung dari tahun itu sampai 1945, seluruhnya 67 tahun.
"Perlawanan rakyat Batak kepada Belanda dipimpin Raja Sisingamangaraja Keduabelas. Beliau Raja Batak yang bersinggasana di Bakkara. Sisingamangaraja dan rakyat Batak melawan penjajahan Belanda selama dua puluh sembilan tahun. Â Sejak tahun seribu delapan ratus tujuh puluh delapan sampai seribu sembilan ratus tujuh."
Murid-murid menyimak penuturan Guru Marihot penuh minat. Â Polmer melongo, tapi tanpa ingus.
"Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Â Pada tanggal tujuh belas Juni tahun seribu sembilan ratus tujuh, Raja Sisingamangaraja gugur terkena peluru serdadu Belanda di daerah Dairi. Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengangkat Sisingamangaraja Keduabelas sebagai Pahlawan Nasional. " Guru Marihot mengakhiri kisahnya.
"Nah, anak-anak. Besok Ratu Juliana dan  Pangeran Bernhard, dari Belanda akan mengunjungi Danau Toba.  Kita diperintahkan ikut menyambut kedatangan mereka," lanjutnya sejurus kemudian.
"Gurunami." Poltak mengacungkan telunjuk.
"Ya, Poltak."
"Siapa mereka, Gurunami."