Minggu, 21 Februari 2021, pukul 08.00 WIB
Hari Minggu, kami mangkir kebaktian Misa online dari gereja. Listrik masih padam, internet mati, dan semua hape kering baterenya. Tak mungkin mengakses Misa online.Â
Ampunilah kami, ya Tuhan, atas mangkir Misa pada hari-Mu ini. Kalau Kau mau, Kau bisa menyalakan listrik di rumah kami. Tapi bukan mau kami, melainkan kehendak-Mu-lah yang terjadi. Maka listrik masih padam.Â
Dengarlah, nama Tuhan telah dibawa-bawa. Apakah banjir dan listrik padam Jakarta telah membuat kami mendadak religius? Entahlah.Â
Karena batere semua hape dan power bank sudah kwring, ditemani anak, saya pergi ke rumah orangtua di Kebayoran Baru untuk cas daya. Listrik di sana menyala. Jalan Tendean sudah kering, jadi kami bisa lewat dari situ. Â
Langit Jakarta  tampak lumayan cerah. Tidak tetlihat tanda-tanda bakal turun hujan lagi. Itu bagus. Bisa membantu percepatan penyurutan genangan banjir di lingkar Gang Sapi Jakarta.
Minggu 21 Februari 2021, pukul 12.15 WIB
Semua hape dan power bank sukses 100 persen tercas di rumah orangtua. Setidaknya bisa bertahan sampai besok pagi, Senin, 22 Februari.Â
Itu perhitungan paling sial. Karena menaruh asumsi banjir Jakarta tak kunjung surut. Soalnya Gubernur Anies Baswedan sudah mewanti-wanti warga akan risiko banjir kiriman dari hulu, Depok dan Bogor.Â
Gubernur Jakarta Anies Baswedan mungkin telah menerakan satu inovasi solusi banjir di kotanya. Sejatinya bukan dengan inovasi teknologi anti-banjir, semacam naturalisasi sungai, Â sumur resapan, normalisasi sungai, ataupun tanggul gigir pesisir. Tapi dengan inovasi sosial ini: wanti-wanti risiko banjir, lalu ungsikan warga ke lokasi bebas banjir. Â Simpel, murah.
Merujuk peta lalu-lintas Google Map, saya mengambil jalan pulang ke Gang Sapi lewat Jalan Kemang Raya. Melintas pelan  di jalur elite kebanggaan Gubernur Anies Baswedan itu, saya melihat tiga mobil damkar sedang menggulung selang. Jalan Kemang Raya sudah kering. Mobil damkar itu bagian dari solusinya.