Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tigapuluh Jam Tanpa Listrik di Jakarta

24 Februari 2021   05:17 Diperbarui: 24 Februari 2021   21:04 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu, 20 Februari 2021, pukul 18.30 WIB

Duabelas jam sudah listrik padam.  Dampaknya mulai bermunculan di dalam rumah.  Persediaan sayur-mayur dan lauk mentah di dalam kulkas mulai berkeringat dan melunak.  Batere hape istri dan anak menipis, nyaris mati.  Persediaan air besih di ember, hasil tampungan dari turen yang stop krannya dol, tinggal sedikit.   

Di luar, di Gang Sapi, mulai terdengar teriakan-teriakan mengeluh.  "Air habis!" "Batere hape habis!"  "Minta air, dong. Buat masak."  Teriakan terakhir ini ditujukan sejumlah ibu kepada tetangganya yang melanggan air dari PAM. Begitulah solidaritas warga Gang Sapi tercipta kembali oleh listrik padam.

Di dalam rumah saya menuang tampungan air hujan untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus.  Mengikuti nasihat Gubernur Jakarta Anies Baswedan kami giat memanen curah hujan, menggunakan ember-ember bekas cat sebagai wadah tampung. Lumayan dapat tiga ember besar. Setelah dibubuhi cairan antiseptik, siap digunakan untuk keperluan mandi sore.  Jadilah kami sekeluarga mandi air hujan tanpa hujan-hujanan. Terimakasih kepada Anies Baswedan, atas nasihat cemerlangnya.

Saya pikir ada baiknya Gubernur Jakarta menjalankan program gentongisasi air hujan.   Setiap rumahtangga diberi bantuan gratis dua gentong besar untuk memanen air hujan.  Tinggal hitung jumlah rumahtangga kelas menengah dan bawah di Jakarta. Kalikan dua buah gentong.  Lalu dikalikan dengan harga per gentong air. Saya kira nilainya cukup menggiurkan untuk menjadi sebuah proyek.

Sabtu, 20 Februari 2021, pukul 21.00 WIB

Takada harapan listrik menyala malam ini. Harapan terbaik, berdasar pengalaman awal Januari 2020, istrik baru bisa menyala kembali besok, Minggu, sore.  Sesial-sialnya, ya, nyala besok malam.

Istri, anak-anak, dan saya mendadak kembali ke suasana pedesaan tahun 1970-an. Tak ada listrik. Untuk penerangan, sisa persediaan lilin dinyalakan semua. Mendadak suasana rumah menjadi syahdu.

Batere semua hape dan powerbank sudah kering. Komunikasi elektronik terputus sudah. Kami  takbisa mengakses berita di luar sana, juga takbisa diakses kerabat dan teman-teman.  Itulah potret masyarakat komunikasi elektronik bila listrik tidak ada.

Tapi ada sisi bagusnya. Kami sekeluarga kini bisa terlibat dalam komunikasi tatapmuka, langsung dan intim. Tanpa gangguan hape yang ternyata sialan itu. Komunikasi intim antar anggota keluarga itulah yang telah memudar akibat internet.  Listrik padam telah mengembalikannya. Terimakasih PLN.

Pepatah Melayu mengatakan, "Tiap-tiap celaka ada faedahnya." Begitulah. Banjir menyebabkan pemadaman listrik. Listrik padam mengembalikan komunikasi intim, langsung, dan tatapmuka kepada keluarga. Haruskah saya berterimakasih kepada banjir Jakarta?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun