Seluruh kerabat Dalihan Na Tolu, hulahula, dongantubu dan boru, sudah hadir lengkap.  Itu keharusan. Tanpa kehadiran tiga kelompok itu, adat manulangi dianggap cacat.
Kakek Poltak, sebagai anak tertua, menatang makanan sulang-sulang ke hadapan kakek-nenek buyut Poltak. Â Makna makanan lalu disampaikan dengan bahasa adat.
"O, Among dan Inong yang kami kasihi. Â Pada hari yang baik ini, Â seluruh keturunanmu hadir di hadapanmu. Semua putra dan putrimu, pasangan hidupnya, serta cucu-cucu dan cicit-cicitmu. Â Hadir pula raja hulahula yang merestui dan raja boru yang mendukung adat ini."
Makanan sulang-sulang lengkap dalam wadah talam diletakkan di hadapan buyut Poltak. Nasi putih, daging saksang babi, air bening, dan tuak na tonggi. Â
Seluruh anak, menantu, cucu dan cicit, dari yang tertua sampai yang termuda, baris bersimpuh saling sentuh menyampaikan makanan sulang-sulang.
"Di sini kami sampaikan sulang-sulang. Nasi hangat, lauk daging, air bening, dan tuak na tonggi. Semoga itu semua menyehatkan tubuhmu, o Among dan Inong, mencerahkan wajah, meringankan tulang-tulang dan menjernihkan penglihatan."
"Andor halumpang togu-toguni lombu, mamboan hu onan gambiri.  Saur matua ma  hamu  Among dohot hamu Inong pairing-iring pahompu sahat hu namarnono dohot marnini." Â
Itu sebait doa, "Batang rambat halumpang jadi tali tunda lembu, untuk dibawa ke pekan kemiri. Panjang umurlah Among dan Inong mengiring cucu hingga sampai bercicit dan bercanggah."
"Ima tutu!" Â Seluruh hadirin mengamini, "Jadilah demikian!"
Setelah itu makanan, nasi dan saksang, disulangkan kepada kakek-nenek buyut Poltak. Â Dilanjutkan dengan tegukan air bening dan tuak na tonggi.Â
Semua anak, menantu, cucu, sampai cicit, mulai dari yang tertua sampai yang termuda wajib menyulangkan makanan. Â