Setiap berangkat ke padang penggembalaan, atau pulang ke kandang, Poltak tinggal duduk di punggungnya. Semua kerbau yang lain pasti ikut di belakangnya.
"Ke mana kau, Halung!" Â Tangis Poltak nyaris pecah.Â
Ada sesal di hatinya. Kenapa tadi terlalu asyik melukis di pasir halaman. Sekarang kerbaunya benar-benar hilang. Â
Si Halung itu sedang hamil tua. Â Kehilangan Si Halung berarti kehilangan dua ekor kerbau sekaligus. Kalau sampai benar-benar hilang, bisa-bisa Poltak digantung kakeknya di pohon petai.
"Uee ..., uee ..., uee ...," Poltak melenguh menirukan lenguh kerbau dengan suara hidung sengau. Dia memanggil-manggil Si Halung.
Setiap kerbau kenal suara gembalanya, setiap gembala kenal suara kerbaunya.
"Uee....," tiba-tiba terdengar lenguh balasan dari dalam rerimbunan perdu. Â
Itu suara Si Halung. Poltak langsung berlari menerobos masuk ke rerimbunan perdu.
"Baaaah...!" Poltak berteriak gembira di dalam rerimbunan perdu.Â
"Si Halung mau beranak! Beranak!" teriaknya pada diri sendiri. Â Juga ditujukan kepada kerbau-kerbau yang lain.
Memang sudah begitu tabiatnya. Kerbau betina yang mau melahirkan selalu mencari tempat teduh. Rerimbunan perdu adalah tempat ideal. Â