Letaknya persis di tebing timur lembah Silindung, berhadapan segaris lurus dengan Kantor Pusat HKBP yang berada di tepi barat lembah. Di titik tengah garis itu terletak "Huta Dame" (istilah Batak untuk Yerusalem), tempat mukim pertama Nommensen sebelum pindah ke Pearaja.Â
"Salib Kasih" kini menjadi destinasi wisata rohani populer bagi orang Batak Kristen, terutama pada Masa Paskah dan Natal.
Tumbuh dari Sepohon Durian
Segera setelah memasuki Silindung tahun 1878, pasukan Belanda membangun tangsi militer di tebing barat Silindung, di bantaran Aek Sigeaon. Tempat itu dulu disebut Tangsi.Â
Sekarang menjadi pusat kota, tempat komplek perkantoran Bupati Tapanuli Utara dan komplek Kodim berada. Area itu kini masuk ke dalam Kelurahan Hutagalung Siualuompu.Â
Sebagai penanda, tentara Belanda menanam sebatang pohon tarutung (durian) di depan komplek, kira-kira 500 meter sebelah barat Aek Sigeaon. Titik tumbuh pohon itu kini berada di antara Jalan Sisingamangaraja, jalan utama kota, dan Jalan Ahmad Yani di tebing barat kota.Â
Sekarang berada di Kelurahan Huratoruan VI, pusat kota Tarutung. Jika ditanam sekitar tahun 1880, berarti umur pohon durian itu kini sekitar 140 tahun.
Tentara Belanda senang dengan perkembangan itu karena memudahkan mereka mendapatkan kebutuhan pokok harian.
Karena belum punya nama, orang kemudian selalu menyebut "Hu/i/sian Tarutung" untuk tempat itu (hu = ke, i = di, sian = dari). Sehingga lama-kelamaan keseluruhan lokasi itu dinamai "Tarutung".
Pohon durian itu lalu mengambil-alih fungsi pohon hariara, sebagai pusat kegiatan sosial, ekonomi, politik dan budaya bagi masyarakat Batak Silindung.
Nama "Tarutung" kemudian ditabalkan Pemerintah Kolonial Belanda menjadi nama ibu kota (pusat pemerintahan) Afdeling Bataklanden sejak tahun 1915, seusai Perang Batak.Â