Dapat dikatakan Perang Batak (1878-1907) yang melibatkan pasukan Belanda dan pasukan Sisingamangaraja XII untuk sebagian adalah atas "undangan" Nommensen dalam rangka percepatan dan perluasan Kristenisasi.Â
Nommensen sendiri waktu itu bertindak sebagai "penunjuk jalan" bagi pasukan Belanda. Desa-desa yang mau menerima Kristen waktu itu selamat, sedangkan yang menolak, berarti memihak Sisingamangaraja XI, dibumi-hanguskan.
Maka Perang Batak pada dasarnya adalah "koalisi Injil dan bedil". Penguasaan Tanah Batak oleh Belabda berbanding lurus dengan perluasan Kristenisasi oleh RMG.Â
Betapapun ini kontroversial, tapi harus diakui, Kristenisasi telah membawa kemajuan bagi orang Batak di bidang kesehatan, pendidikan, dan pertanian. Tiga bidang ini melekat pada gerakan Kristenisasi oleh Nommensen.
Salah seorang tokoh Silindung yang mendukung langkah Nommensen adalah Raja Pontas Lumbantobing, seorang Raja Huta Saitnihuta, penentang kekuasaan Sisingamangaraja XII. Semula Raja Pontas menentang Nommensen.
Tapi kemudian berbalik menerimanya dan meminta agar dia dan keluarganya dibaptis menjadi Kristen. Bahkan memberikan tanah Pearaja Hutatoruan untuk didiami dan dibangun oleh Nommensen. Sebelumnya Nommensen tinggal di Saitnihuta, sebelah timur Pearaja dan membangun gereja Kristen Protestan pertama di situ.
Nommensen kemudian membangun Pearaja sebagai pusat karya penginjilannya di Tanah Batak. Di situ dibangun gereja dan bangunan-bangunan untuk keperluan pelayanan sosial-ekonomi.
Sejak itu Pearaja dikenal sebagai pusat penyebaran agama Kristen Protestan di Tanah Batak, kemudian dikenal sebagai Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Pimpinan tertinggi HKBP, disebut Ephorus dan Nommensen adalah yang pertama, berkedudukan di Pearaja Tarutung. Di bawahnya adalah para Praeses, pendeta-pendeta yang dipilih sebagai pimpinan distrik HKBP yang tersebar di seluruh Indonesia, bahkan sebenarnya seluruh dunia.
Boleh dibilang, Pearaja Tarutung itu adalah "ibu kota" Kristen Batak (HKBP). Dari kota inilah Ephorus, sebagai pimpinan gereja tertinggi, memimpin umat HKBP di seluruh dunia. Ini sedikit mirip dengan Vatikan, pusat Gereja Katolik Roma, tempat kedudukan Paus sebagai pemimpin tertinggi.
Status "ibu kota" Kristen Batak itu disempurnakan dengan pembangunan "Salib Kasih" raksasa tahun 1993 di atas bukit Siatas Barita, sebelah timur kota Tarutung. "Salib Kasih" itu dibangun sebagai penghormatan atas jasa I.L. Nommensen, sekaligus menjadi lokasi wisata rohani.