Indikasi pertama untuk menduga seperti itu adalah surat Ketum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kepada petinggi partai itu, yang menyimpulkan bahwa Kampanye Akbar Prabowo-Sandi di GBK itu eksklusif. Â Tidak inklusif sebagaimana prinsip yang dipegang Partai Demokrat. Â
Eksklusif yang dimaksud SBY di situ, adalah indikasi pemanggungan "politik identitas keagamaan". Â Dalam hal ini identitas agama Islam yang secara implisit disampaikan SBY dalam bentuk kekhawatiran adalah identitas Islam Pro-Khilafah.
Saya yakin SBY bukan pribadi yang gegabah, yang suka grasa-grusu menyimpulkan dan menyampaikan pandangan. Â SBY adalah seorang politisi pemikir, punya visi dan misis kebangsaan dan kenegaraan yang konsisten pada NKRI, Negara berdasar Pancasila dan UUD 1945.
Jika dalam Bahasa yang sangat halus SBY menyampaikan kekhawatirannya tentang Kompanye Akbar yang mungkin "Pro-Khilafah", dan kekhawatiran bahwa Prabowo terkooptasi ke dalam kepentingan itu, maka itu adalah pernyataan integritasnya pada Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar NKRI.
Saya berpikir adanya nilai kebenaran dalam surat SBY, dan kebenaran itu adalah peringatan kepada Prabowo-Sandi, dan sebenarnya juga bangsa Indonesia. Â Walaupun langkah SBY bersurat itu semacam "Pilatus cuci tangan" tami, menurut saya, sangat bernilai sebagai sebuah peringatan dank arena itu layak diapresiasi.
Indikasi kedua adalah fakta adanya instruksi Rizieq Shihab dari "tanah pelarian"-nya untuk "... putihkan Jakarta, putihkan GBK Senayan",  "... kumpul di sana mulai dari pukul 4 pagi untuk melaksanakan salat subuh berjamaah  ... mohon pertolongan Allah, agar Prabowo-Sandi Capres-Cawapres hasil Ijtima Ulama diberi kemenangan Allah SWT." ("3 Pesan Rizieg Shihab Jelang Kampanye Akbar Prabowo-Sandi", idntimes.com, 6/4/2019).  Pesan itu disampaikan dan diunggah tanggal 3 April 2019 di akun FRONT TV di YouTube.
Dengan asumsi bahwa klarifikasi Yusril Ihza Mahendra baru-baru ini valid, yaitu bahwa Rizieq Shihab meragukan bobot keislaman Prabowo, maka tafsir yang masuk akal atas perintah itu adalah "menangkan Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019 demi kepentingan Islam". Â Â
"Islam" yang dimaksud Rizieg Shihab diduga bukanlah  "Islam" sebagaimana diimani misalnya oleh kalangan NU yang "hidup-mati"-nya demi NKRI berdasar Pancasila dan UUD 1945.
Pernyataan Prabowo di akhir pidatonya, bahwa dia akan menjemput Rizieq Shihab bila terpilih menjadi Presiden RI, hanyalah semacam penegasan pada pada peran besar Rizieq Shihab dalam menghelat Kampanye Akbar Prabowo-Sandi.
Indikasi ketiga adalah fakta  social milieu yang terpancar dari Kampanye Akbar Prabowo-Sandi itu sendiri.  Secara kasat mata, dan ini susah dipungkiri,  Kampanye Akbar itu sangat terbuka memanggungkan sosial mileu yang eksklusif pada identitas Islam (sebagaimana diimani pendukung Prabowo-Sandi).Â
Eksklusivisme semacam itu digugat karena tidak mencerminkan Indonesia yang "Bhinneka Tunggal Ika", juga secara khusus tidak mencerminkan adanya pluralitas di lingkungan pendukung Prabowo-Sandi. Â Dengan kata lain dinilai tak menghargai kelompok Non-Islam yang juga menjadi pendukung fanatik Prabowo-Sandi.Â