Mohon tunggu...
M. Sadli Umasangaji
M. Sadli Umasangaji Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger - celotehide.com

Menulis beberapa karya diantaranya “Dalam Sebuah Pencarian” (Novel Memoar) (Merah Saga, 2016), Ideasi Gerakan KAMMI (Gaza Library, 2021), Serpihan Identitas (Gaza Library, 2022). Ia juga mengampu website celotehide.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan

24 Agustus 2023   12:13 Diperbarui: 24 Agustus 2023   12:29 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Disela itu Gifar merasakan hal yang sama dengan apa yang Ismu sampaikan. Ayahnya Pak Hamid banyak sekali bercerita tentang cerita yang sama di desanya, dan ketika beranjak remaja ia mulai sedikit menyaksikan dan merasakan hal-hal yang demikian. Rasa yang demikian itu tumbuh dalam orang-orang sederhana ini.

                "Saya tak bisa menarik diri dari keterlibatan emosional dengan krisis sosial-ekologi di desa saya"

                Ismu kembali menjelaskan apa yang ia rasakan dan alami, "Posisi kami bisa bersifat ganda, sebagai korban dan terpaksa terjun sebagai 'pelaku'. Yang kemudian mereka menyebutkan apa yang mereka lakukan sebagai upaya pembangunan. Pemajuan ekonomi masyarakat desa. Seiring berjalannya waktu, semua akar persoalan tak henti-hentinya melilit kebebasan kami. Saya dengan iba mulai tak sudi pada kata pembangunan".

                "Nasib kami disini mirip budak yang terjajah. Kemerdekaan yang fana itu melilit kami bagai tak ada jeda dalam jeritan leher kami sebagai tanda bahwa kami boleh bernapas lega. Ruang hidup kami dicukur habis, direnggut, tanah kami dipindahkan ke tempat lain, tak kami sebut dicuri karena itu terlalu kasar, dan air kami tercemar".

Gifar masih dalam lamunannya. Lagu berganti, Bebal -- Sisir Tanah.

Ada, tak ada manusia mestinya

Pohon-pohon itu tetap tumbuh

Ada tak ada manusia mestinya

Terumbu karang itu tetap utuh

Lamunan pada diskusi dengan Ismu terbawa dengan suasana dari lagu-lagu yang ia dengar.

                "Lebih dari itu, perlahan-lahan sejarah akan tergilas oleh penanda-penanda baru yang tak kami kenal sebelumnya", Ismu menghela nafas dalam-dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun