Mohon tunggu...
M. Sadli Umasangaji
M. Sadli Umasangaji Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger - celotehide.com

Menulis beberapa karya diantaranya “Dalam Sebuah Pencarian” (Novel Memoar) (Merah Saga, 2016), Ideasi Gerakan KAMMI (Gaza Library, 2021), Serpihan Identitas (Gaza Library, 2022). Ia juga mengampu website celotehide.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan

24 Agustus 2023   12:13 Diperbarui: 24 Agustus 2023   12:29 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Dipandangnya kawan-kawan dalam diskusi itu, "Dan semuanya fana. Sirna! Semua janji-jani kesejahteraan dan jaminan pekerjaan tak menjadi nyata, masih ada tangan-tangan kuasa yang bermain didalamnya. Penuh keserakahan".

                Ismu mengenang, ketika itu, ia melanjutkan, "Sebenarnya ada seseorang yang dengan keras mengajak para warga lain untuk menolak". Suara-suara napasnya terdengar, "Hanya saja, kami tidak terlalu menanggapi serius, ditambah sebagian warga terbuai dan terus mengkapling tanah untuk barter dengan uang milyaran".

                "Saya berusaha memungut cerita tentang datangnya perusahaan Tambang ini, di desa B Kecamatan M. Kini telah dibangun Pabrik FN, Perusahaan Nasional A. Dengan itu, saya yakin betul bahwa alam pikiran warga desa telah dijangkiti racun tanah merah dengan mantra kemajuan yang mereka baca"

                "Orang-orang tambang ini bukan hanya melakukan pengeboran tanah. Ketika interaksi dengan masyarakat telah dekat dengan warga desa. Memang pemuda-pemuda desa dibuai dengan iming-iming pekerjaan. Menjadi donatur segala macam acara. Terlebih-lebih ada segelintir yang nakal, dibuatlah pesta-pesta kampung. Diberikan angan-angan bahwa desa bisa jadi seperti di kota, jembatan layang, mall, tempat hiburan malam", Ismu berhenti sebentar. Begitulah yang kami dengar.

Sebagian dari mereka baru tersadar bahwa kini justru mereka mulai terpisah dengan kehidupan semula. Tanah, air, udara mulai berjarak dengan mereka. Hutan dan sebagian kebun jadi lahan tambang. Perairan yang dulu biru bening kini kuning kecoklatan. Nelayan ikan teri yang masih melakukan aktivitasnya kadang menjadi mengeluh. Sebelum ada perusahaan tambang, bisa mencapai hasil beberapa ton ikan teri, sekarang tinggal beberapa kilogram saja.

                Warga telah terbuai dengan untaian indah sebuah kata; pembangunan. Kerusakan lingkungan yang terlihat tak juga menyentil masyarakat sebagai penghuni tanah dan pemilik air. Ruang hidup tercerabut dari tangan mereka sendiri. Sebelumnya mereka bisa bertahan hidup dengan sektor riil walaupun pemerintah minim pemberdayaan akan itu. Sementara itu logika pertumbuhan ekonomi yang dikerjakan perusahaan nasional ini, maka perusahaan memeras habis-habisan tenaga, keahlian dan waktu para pekerja tambang. Karyawan pada akhirnya lebih memilih kerja daripada ibadah.

                Gifar tersenyum kecut, mengenang kata Ismu tentang kabupaten yang tempat mereka dilahirkan ini, "Selamat datang di negeri dengan investasi triliunan rupiah yang krisis air bersih, listirk, jaringan komunikasi dan kebudayaan". Ia tertawa sendiri. Pikirannya melayang pada Lagu Hidup -- Sisir Tanah;

Kita akan selalu butuh tanah

Kita akan selalu butuh air

Kita akan selalu butuh udara

                Sekali lagi, ia tersenyum kecut sendiri dalam perjalanan di atas mobil yang ia naik ini. Perjalanan sementara tiba di jalanan Wilayah Kecamatan W, desa yang lebih dikenal dengan sebutan desa S. Perjalanan menuju kembali tanah kelahirannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun