Square Enix company Logo(Nova Crystalis)
Salah satu pengembang dan penerbit game Jepang terkenal, Square Enix, yang dikenal dengan judul-judul ikonik seperti: Final Fantasy, Dragon Quest, dan Kingdom Hearts, telah mengumumkan pembaruan penting pada kebijakan perusahaan mereka. Square Enix mengungkapkan kebijakan baru tersebut di situs web resmi mereka pada 20 Januari 2025.
Pembaruan ini berkaitan dengan bagaimana Square Enix menangani perilaku tidak pantas terhadap karyawan dan mitra mereka, termasuk kekerasan, ancaman, pencemaran nama baik, dan pelanggaran privasi. Pengumuman kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi karyawan mereka dari pelecehan panas yang dilakukan oleh para pemain.
Penurunan jumlah pemain aktif di gim daring mereka dengan judul Final Fantasy XIV baru-baru ini telah memicu perbincangan mengenai ketidakpuasan yang lebih luas terhadap rilis DLC Square Enix baru-baru ini untuk game tersebut, Dawntrail. Pemain merasa pengalaman mereka memainkan Downloadable Content (DLC) ini beragam.
Sebagian menyukai DLC yang baru ini, tetapi ada juga sejumlah pemain yang sangat tidak suka terhadap DLC yang sama. Banyak pemain mengungkapkan kekecewaan mereka dengan alur cerita Dawntrail, yang beberapa di antaranya melihatnya sebagai faktor penyebab menurunnya keterlibatan pada game tersebut. Hal ini bisa jadi salah satu alasan mengapa Square Enix memutuskan untuk mengumumkan kebijakan baru ini.
Hal ini dapat tercermin dalam salah satu pernyataan dalam pengumuman mereka:
Baca juga: Dilema Presiden Kala PVK-19Square Enix believes that the feedback, comments and requests received from our customers are essential to the advancement of our group’s products and services, therefore we are committed to strive to apply your voice in improving our products and services.
At the same time, there are instances where certain customers take actions directly or through our support centers, or towards our group executives, employees, partners who are involved in the creation and distribution of our group products and services, that constitute “customer harassment,”…
Yang dapat diartikan sebagai
Baca juga: Kasus Kimi Hime: SEMUA JUGA SALAH!Square Enix meyakini bahwa umpan balik, komentar, dan permintaan yang diterima dari pelanggan sangat penting untuk kemajuan produk dan layanan grup kami, oleh karena itu kami berkomitmen untuk berusaha menerapkan suara Anda dalam meningkatkan produk dan layanan kami.
Namun, di sisi lain, ada kalanya pelanggan tertentu melakukan tindakan secara langsung atau melalui pusat dukungan kami, atau terhadap eksekutif, karyawan, mitra kami yang terlibat dalam pembuatan dan distribusi produk dan layanan grup kami, yang dapat dianggap sebagai "pelecehan pelanggan,"...
Dalam kebijakan ini yang ditulis oleh Square Enix, mereka mengklasifikasikan "pelecehan pelanggan" yang dapat dilakukan terhadap pengembang dan organisasi terkait dalam grup Square Enix. Lanjutan teks dibawah ini adalah seperti dibawah ini
Should Square Enix determine that an individual has engaged in an action against one of our employees or partners that exceeds socially acceptable behavior or is harmful, we reserve our right to cease providing support services or to refrain from providing our group’s products and services.
Where such action is egregious or with malicious intent, Square Enix reserves its right to protect its employees and partners and to take legal action or criminal proceedings upon consulting the police and/or lawyers. Actions which Square Enix considers customer harassment or to exceed socially acceptable behavior or is harmful include, but are not limited to, the following examples:
Harassment:
- Act of violence, violent behavior
- Abusive language, intimidation, coercion, duress, excessive pursuit or reprimand
- Defamation/slander, denial of personality, personal attack (including email, contact in contact form, comment or post on the internet), advance notice of wrongdoing, advance notice of obstruction of business
- Persistent inquiries, repeated visits
- Trespassing by visiting or staying in an office or related facility without permission
- Unlawful restraint including via telephone calls and online inquiries
- Discriminatory speech and conduct regarding race, ethnicity, religion, family origin, occupation, etc.
- Infringement of privacy by taking pictures or making video recordings without consent
- Sexual harassment, stalking, repeated stalking behavior
Undue demand:
- Unreasonable changes or exchange of product or request for monetary compensation
- Unreasonable response or request for an apology (including face-to-face response or request for an apology specifying the position of our employee or partners)
- Excessive requests for the provision of products and services exceeding socially accepted norms
- Unreasonable and excessive demands for punishment of our employees
Terjemahannya adalah sebagai dibawah ini:
Jika Square Enix menentukan bahwa seseorang telah melakukan tindakan terhadap salah satu karyawan atau mitra kami yang melampaui perilaku yang dapat diterima secara sosial atau berbahaya, kami berhak untuk menghentikan pemberian layanan dukungan atau menahan produk dan layanan grup kami.
Jika tindakan tersebut sangat parah atau berniat jahat, Square Enix berhak untuk melindungi karyawan dan mitra kami serta mengambil tindakan hukum atau proses pidana setelah berkonsultasi dengan polisi dan/atau pengacara. Tindakan yang dianggap sebagai pelecehan pelanggan atau melampaui perilaku yang dapat diterima secara sosial atau berbahaya oleh Square Enix, antara lain, tetapi tidak terbatas pada, contoh berikut:
Pelecehan:
- Tindakan kekerasan, perilaku kekerasan
- Bahasa kasar, intimidasi, pemaksaan, ancaman, pengejaran atau teguran yang berlebihan
- Pencemaran nama baik/fitnah, penolakan kepribadian, serangan pribadi (termasuk email, formulir kontak, komentar atau postingan di internet), pemberitahuan kesalahan sebelumnya, pemberitahuan penghambatan bisnis
- Pertanyaan yang terus-menerus, kunjungan berulang
- Masuk tanpa izin atau tinggal di kantor atau fasilitas terkait
- Penahanan yang tidak sah termasuk melalui telepon atau pertanyaan online
- Ucapan dan perilaku diskriminatif terkait ras, etnis, agama, asal keluarga, pekerjaan, dll.
- Pelanggaran privasi dengan mengambil foto atau merekam video tanpa izin
- Pelecehan seksual, perundungan, perilaku perundungan yang berulang
Tuntutan yang tidak wajar:
- Perubahan produk atau permintaan kompensasi yang tidak wajar
- Respons yang tidak wajar atau permintaan permintaan maaf (termasuk respons tatap muka atau permintaan permintaan maaf yang menyebutkan posisi karyawan atau mitra kami)
- Permintaan berlebihan untuk penyediaan produk dan layanan yang melampaui norma yang diterima secara sosial
- Tuntutan yang tidak wajar dan berlebihan untuk menghukum karyawan kami
Dimanakah MASALAHNYA?
Kebijakan ini, pada pembacaan pertama, tampaknya merupakan upaya yang bijaksana dan terstruktur dengan baik dari Square Enix untuk melindungi karyawan mereka dari pelecehan. Pengumuman kebijakan ini terdengar sangat rinci, masuk akal, mudah dipahami, dan jelas. Hal ini menunjukkan komitmen perusahaan untuk menjaga lingkungan kerja yang aman.
Salah satu klasifikasi utama dalam kebijakan pelecehan Square Enix mencakup tindakan seperti pertanyaan yang terus-menerus, kunjungan berulang, perundungan, pelecehan seksual, pembatasan yang tidak sah melalui panggilan telepon atau komunikasi online, dan perilaku diskriminatif berdasarkan identitas seseorang. Tindakan tersebut dianggap sebagai pelecehan, dan kebijakan ini menetapkan bahwa Square Enix dapat menghentikan layanan atau mengambil tindakan lebih lanjut terhadap pelaku untuk melindungi karyawan mereka dan menjaga lingkungan yang aman.
Namun, setelah dipikirkan lebih dalam, penulis artikel ini mengidentifikasi masalah kritis: waktu dan konteks pengumuman kebijakan ini. Kebijakan ini, meskipun penting, dapat dipersepsikan sebagai respons defensif terhadap ketidakpuasan pemain yang semakin berkembang, yang berpotensi mengalahkan niatnya dan menyoroti adanya ketidaksesuaian antara perusahaan dan komunitasnya.
Implikasi dari kebijakannya mungkin saja adalah MASALAHNYA
Penulis meluangkan waktu lebih untuk membaca kebijakan ini dengan lebih seksama dan mengidentifikasi beberapa kekhawatiran, khususnya dalam bagian yang mendefinisikan pelecehan. Square Enix mengklasifikasikan tindakan seperti pencemaran nama baik, serangan pribadi (termasuk melalui email, formulir kontak, atau komentar daring), dan pemberitahuan lebih awal tentang kesalahan atau hambatan bisnis sebagai bentuk pelecehan.
Klasifikasi yang luas ini menimbulkan pertanyaan tentang ruang lingkupnya dan dampaknya terhadap bagaimana pemain atau komunitas berinteraksi dengan perusahaan. Klasifikasi pelecehan yang luas yang dijelaskan dalam kebijakan Square Enix dapat rentan terhadap penyalahgunaan atau penyalahgunaan. Klasifikasi apa yang bisa dianggap sebagai ucapan pencemaran nama baik dan fitnah berpotensi mengarah pada pelampauan batas oleh pihak Square Enix.
Tindakan seperti pencemaran nama baik atau serangan pribadi sering kali bersifat subyektif, memberi ruang untuk penafsiran yang salah. Pemain bisa tanpa sengaja menjadi korban kebijakan ini jika mereka menyampaikan ketidakpuasan atau kritik secara online. Komentar mereka bisa dianggap sebagai serangan pribadi atau pencemaran nama baik, meskipun dimaksudkan sebagai umpan balik yang konstruktif.
Ini bisa menyebabkan penolakan layanan yang tidak sah atau penangguhan akun, dan Square Enix berpotensi semakin meminggirkan pemain yang sebenarnya. Penolakan yang tidak sah ini juga bisa memberi peringatan kepada pemain lain yang ingin mengungkapkan kekhawatiran mereka, akhirnya membuat mereka enggan menyampaikan umpan balik konstruktif mereka sendiri. Hal ini bisa menjadikan Square Enix sebagai perusahaan yang tidak bisa menerima kritik dan hanya bisa dipuji oleh pemain.
Ambiguitas seputar istilah seperti "pemberitahuan lebih awal tentang kesalahan" atau "hambatan bisnis" bisa memungkinkan Square Enix untuk mengambil tindakan hukuman terhadap pengguna yang mengungkapkan kekhawatiran sah tentang pengembangan game atau praktik bisnis. Klasifikasi yang luas seperti itu bisa mengekang dialog terbuka, terutama ketika pemain merasa bahwa keluhan mereka diabaikan sebagai pelecehan, bukan ditangani melalui keterlibatan yang konstruktif.
Kebijakan baru ini memberi Square Enix wewenang yang luas untuk menanggapi tindakan yang dianggap merugikan karyawan atau mitra mereka. Dengan memberikan hak untuk menolak layanan atau memutus akses ke produk mereka, Square Enix menciptakan sebuah kebijakan yang memiliki potensi untuk menanggapi berbagai keluhan atau kritik dengan cara yang sangat tegas. Hal ini memberi perusahaan kemampuan untuk bertindak terhadap individu yang "kelewatan"secara batas sosial.
Hanya saja kita harus disadarkan pada sebuah fakta bahwa, ruang interpretasi yang bersifat subyektif dalam kebijakan ini membuka kemungkinan untuk penyalahgunaan. Jika seseorang mengemukakan kritik atau ketidakpuasan mereka terhadap perusahaan, kebijakan ini memberi potensi bagi Square Enix untuk mengambil tindakan hukuman terhadap pemain tersebut. Hal ini tetap berlaku sekalipun komentar yang disampaikan tidak bermaksud untuk merugikan atau menyudutkan perusahaan, hanya sekedar membawakan kritik.
Masalah lain yang berpotensi muncul dengan kebijakan Square Enix adalah bagaimana kebijakan ini menangani pelanggaran privasi melalui pengambilan foto atau rekaman video tanpa izin. Meskipun kebijakan ini secara umum menyatakan bahwa tindakan tersebut dianggap pelanggaran, namun tidak ada pedoman yang jelas mengenai perilaku spesifik apa yang dilarang.
Misalnya, tidak dijelaskan apakah mengambil screenshot dalam game atau merekam klip gameplay termasuk pelanggaran ini, atau jika hanya personel dunia nyata dalam perusahaan yang dilindungi. Ketidakjelasan ini menimbulkan kebingungannya, terutama dalam komunitas game di mana berbagi konten visual merupakan bentuk ekspresi dan interaksi yang umum.
Dengan gagal memberikan definisi atau contoh yang lebih rinci mengenai apa yang dianggap pelanggaran, Square Enix mungkin tanpa sengaja menciptakan lingkungan di mana pemain tidak yakin tentang apa yang diperbolehkan. Kurangnya transparansi ini bisa membuat pemain enggan berbagi pengalaman dalam game, yang sering kali menjadi bagian integral dari komunitas game yang hidup.
Pemain mungkin ragu untuk mengunggah screenshot, menyiarkan gameplay, atau bahkan berbagi ulasan jika mereka tidak yakin apakah tindakan tersebut dianggap pelanggaran kebijakan. Ketakutan untuk tidak sengaja melewati batas bisa menyebabkan komunitas menjadi lebih pasif dan kurang terlibat.
Ketidakjelasan dalam kebijakan ini juga bisa menyebabkan penegakan yang tidak konsisten, di mana beberapa tindakan dihukum sementara yang lainnya diabaikan. Ketidak konsistenan ini bisa lebih merusak kepercayaan antara Square Enix dan pemainnya, yang mungkin merasa bahwa perusahaan secara selektif menegakkan peraturan atau menggunakan kebijakan ini sebagai alat untuk menekan konten kritis.
Misalnya, seorang pemain yang berbagi kritik mendalam tentang mekanik permainan atau karakter tertentu bisa menemukan kontennya diberi tanda, meskipun tujuannya adalah untuk memberikan umpan balik yang konstruktif. Ini bisa tanpa sengaja mengakibatkan pemain melakukan penyensoran diri terhadap konten mereka sendiri. Pemain mungkin ragu untuk memposting cuplikan gameplay, screenshot, atau ulasan, seperti bagaimana Bioware "memanufakturkan" ulasan Dragon Age: Veilguard mereka, di mana semuanya diberi nilai 9 dan 10, tetapi dalam cara yang jauh lebih buruk.
Ketakutan untuk tidak sengaja melanggar kebijakan ini bisa menyebabkan komunitas menjadi lebih pasif dan kurang terlibat, di mana kritik yang jujur dan konstruktif dibungkam. Hal ini bisa berdampak jangka panjang terhadap kualitas umpan balik yang diterima Square Enix dari basis pemainnya.
Dampak yang lebih luas dari kebijakan ini bisa melampaui pemain individu yang mungkin dihukum. Ketika pemain mulai melakukan penyensoran diri terhadap konten mereka karena takut melanggar kebijakan, aliran umpan balik secara keseluruhan dalam komunitas bisa terhambat.
Pemain yang sebelumnya akan terlibat dalam diskusi terbuka atau berbagi video gameplay mungkin berhenti melakukannya, karena takut pendapat mereka akan disalahartikan sebagai pelecehan atau merusak reputasi perusahaan. Efek ini bisa mengurangi nilai masukan dari pemain, meninggalkan Square Enix dengan pandangan yang lebih sepihak tentang permainannya yang bisa menghambat pengembangan dan perbaikan di masa depan.
Pada akhirnya, meskipun tujuan kebijakan ini mungkin untuk melindungi karyawan dan mitra, penerapannya bisa menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan bagi hubungan perusahaan dengan basis pemainnya dan kualitas umpan balik yang mendorong evolusi permainan mereka.
Kok terkesan seperti...
Bagi yang menebak bahwa taktik penulisan kebijakan Square Enix adalah bagaikan kebijakan negeri kita yang bernama Wkwakandanoha+62 ini, sebenarnya ada kesamaan mendalam dengan fenomena yang ada di banyak kebijakan lainnya. Permainan mereka ini tidak jauh berbeda dengan salah satu peraturan yang dibuat oleh Kemenkominfo yang sempat disinggung dalam artikel penulis berjudul "RUU Penyiaran: Menjaga Masyarakat atau Menguntungkan Satu Pihak?".
Masalah utama dalam kebijakan tersebut, seperti yang terlihat dalam kebijakan Square Enix, adalah adanya definisi yang tampak baik di permukaan, tetapi terlalu kabur dan luas dalam penerapannya. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan kesalahpahaman, penyalahgunaan, serta ketidakpastian hukum yang merugikan pihak yang seharusnya dilindungi.
Contoh yang lebih konkret adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di Indonesia. RUU ini, yang merupakan revisi dari versi 2002, mengatur pembatasan konten digital dengan pasal-pasal yang kabur, seperti Pasal 34F yang mengharuskan lembaga penyiaran dan penyelenggara platform digital untuk melindungi hak cipta dan mematuhi peraturan.
Selain itu, Pasal 50B melarang jurnalisme investigasi dan konten-konten tertentu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memiliki kekuasaan yang terlalu besar untuk mengatur dan menyensor konten, yang pada akhirnya dapat mengurangi kebebasan berekspresi di era digital.
Salah satu contoh RUU Indonesia yang menghadirkan permasalahan serupa dengan RUU Penyiaran adalah Omnibus Law Cipta Kerja. Walaupun undang-undang ini diinisiasi dengan tujuan utama untuk menyederhanakan regulasi dan mempercepat proses birokrasi, namun bahasa yang digunakan dalam undang-undang tersebut cenderung terlalu luas dan ambigu. Ketidakjelasan ini menciptakan ketidakpastian, khususnya dalam hal perlindungan hak pekerja, pengelolaan lingkungan, serta kebijakan regulasi bagi sektor bisnis.
Ketidakjelasan dalam Omnibus Law berpotensi membawa dampak buruk, mirip dengan masalah yang ada dalam RUU Penyiaran yang juga memiliki definisi yang tidak tegas. Seperti halnya pada RUU Penyiaran yang dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu karena bahasa yang ambigu, dalam kasus Omnibus Law, ada kekhawatiran serupa bahwa kebijakan ini akan lebih banyak menguntungkan korporasi besar, sementara masyarakat luas dan kelompok pekerja bisa dirugikan.
Proses implementasi undang-undang ini, apabila tidak diatur dengan jelas, dapat memperburuk ketidakadilan sosial dan ekonomi, menyebabkan ketimpangan yang lebih besar dalam masyarakat, serta meningkatkan potensi penyalahgunaan wewenang di berbagai sektor. Ketidakpastian dalam aturan yang ada membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengeksploitasi kelemahan sistem dan merugikan pihak yang lebih rentan.
Penutup
Kebijakan baru Square Enix menandai langkah signifikan dalam melindungi karyawan dan mitra mereka dari pelecehan dan tuntutan yang tidak wajar. Namun, definisi yang luas dan klasifikasi yang kabur memberikan ruang untuk potensi kontroversi. Pemain yang mengungkapkan ketidakpuasan mereka mungkin secara tidak sengaja berada di sisi yang salah dari kebijakan ini, terutama ketika menyangkut kritik terhadap karakter atau konten yang mereka tidak sukai.
Potensi penyalahgunaan kebijakan ini, terutama dalam hal membatasi kebebasan berekspresi dan membungkam keterlibatan komunitas, adalah kekhawatiran yang sah. Kurangnya kejelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran privasi dan tuntutan yang tidak wajar dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan, dengan pemain merasa mereka tidak bisa bebas menyuarakan pendapat tanpa takut akan reperkusi.
Ketidakpastian ini dapat mengurangi kepercayaan antara Square Enix dan komunitasnya, yang berpotensi merusak semangat komunikasi terbuka yang berkembang dalam dunia gim.
Salah satu pengembang dan penerbit game Jepang terkenal, Square Enix, yang dikenal dengan judul-judul ikonik seperti: Final Fantasy, Dragon Quest, dan Kingdom Hearts, telah mengumumkan pembaruan penting pada kebijakan perusahaan mereka. Square Enix mengungkapkan kebijakan baru tersebut di situs web resmi mereka pada 20 Januari 2025.
Pembaruan ini berkaitan dengan bagaimana Square Enix menangani perilaku tidak pantas terhadap karyawan dan mitra mereka, termasuk kekerasan, ancaman, pencemaran nama baik, dan pelanggaran privasi. Pengumuman kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi karyawan mereka dari pelecehan panas yang dilakukan oleh para pemain.
Penurunan jumlah pemain aktif di gim daring mereka dengan judul Final Fantasy XIV baru-baru ini telah memicu perbincangan mengenai ketidakpuasan yang lebih luas terhadap rilis DLC Square Enix baru-baru ini untuk game tersebut, Dawntrail. Pemain merasa pengalaman mereka memainkan Downloadable Content (DLC) ini beragam.
Sebagian menyukai DLC yang baru ini, tetapi ada juga sejumlah pemain yang sangat tidak suka terhadap DLC yang sama. Banyak pemain mengungkapkan kekecewaan mereka dengan alur cerita Dawntrail, yang beberapa di antaranya melihatnya sebagai faktor penyebab menurunnya keterlibatan pada game tersebut. Hal ini bisa jadi salah satu alasan mengapa Square Enix memutuskan untuk mengumumkan kebijakan baru ini.
Hal ini dapat tercermin dalam salah satu pernyataan dalam pengumuman mereka:
Square Enix believes that the feedback, comments and requests received from our customers are essential to the advancement of our group’s products and services, therefore we are committed to strive to apply your voice in improving our products and services.
At the same time, there are instances where certain customers take actions directly or through our support centers, or towards our group executives, employees, partners who are involved in the creation and distribution of our group products and services, that constitute “customer harassment,”…
Yang dapat diartikan sebagai
Square Enix meyakini bahwa umpan balik, komentar, dan permintaan yang diterima dari pelanggan sangat penting untuk kemajuan produk dan layanan grup kami, oleh karena itu kami berkomitmen untuk berusaha menerapkan suara Anda dalam meningkatkan produk dan layanan kami.
Namun, di sisi lain, ada kalanya pelanggan tertentu melakukan tindakan secara langsung atau melalui pusat dukungan kami, atau terhadap eksekutif, karyawan, mitra kami yang terlibat dalam pembuatan dan distribusi produk dan layanan grup kami, yang dapat dianggap sebagai "pelecehan pelanggan,"...
Dalam kebijakan ini yang ditulis oleh Square Enix, mereka mengklasifikasikan "pelecehan pelanggan" yang dapat dilakukan terhadap pengembang dan organisasi terkait dalam grup Square Enix. Lanjutan teks dibawah ini adalah seperti dibawah ini
Should Square Enix determine that an individual has engaged in an action against one of our employees or partners that exceeds socially acceptable behavior or is harmful, we reserve our right to cease providing support services or to refrain from providing our group’s products and services.
Where such action is egregious or with malicious intent, Square Enix reserves its right to protect its employees and partners and to take legal action or criminal proceedings upon consulting the police and/or lawyers. Actions which Square Enix considers customer harassment or to exceed socially acceptable behavior or is harmful include, but are not limited to, the following examples:
Harassment:
- Act of violence, violent behavior
- Abusive language, intimidation, coercion, duress, excessive pursuit or reprimand
- Defamation/slander, denial of personality, personal attack (including email, contact in contact form, comment or post on the internet), advance notice of wrongdoing, advance notice of obstruction of business
- Persistent inquiries, repeated visits
- Trespassing by visiting or staying in an office or related facility without permission
- Unlawful restraint including via telephone calls and online inquiries
- Discriminatory speech and conduct regarding race, ethnicity, religion, family origin, occupation, etc.
- Infringement of privacy by taking pictures or making video recordings without consent
- Sexual harassment, stalking, repeated stalking behavior
Undue demand:
- Unreasonable changes or exchange of product or request for monetary compensation
- Unreasonable response or request for an apology (including face-to-face response or request for an apology specifying the position of our employee or partners)
- Excessive requests for the provision of products and services exceeding socially accepted norms
- Unreasonable and excessive demands for punishment of our employees
Terjemahannya adalah sebagai dibawah ini:
Jika Square Enix menentukan bahwa seseorang telah melakukan tindakan terhadap salah satu karyawan atau mitra kami yang melampaui perilaku yang dapat diterima secara sosial atau berbahaya, kami berhak untuk menghentikan pemberian layanan dukungan atau menahan produk dan layanan grup kami.
Jika tindakan tersebut sangat parah atau berniat jahat, Square Enix berhak untuk melindungi karyawan dan mitra kami serta mengambil tindakan hukum atau proses pidana setelah berkonsultasi dengan polisi dan/atau pengacara. Tindakan yang dianggap sebagai pelecehan pelanggan atau melampaui perilaku yang dapat diterima secara sosial atau berbahaya oleh Square Enix, antara lain, tetapi tidak terbatas pada, contoh berikut:
Pelecehan:
- Tindakan kekerasan, perilaku kekerasan
- Bahasa kasar, intimidasi, pemaksaan, ancaman, pengejaran atau teguran yang berlebihan
- Pencemaran nama baik/fitnah, penolakan kepribadian, serangan pribadi (termasuk email, formulir kontak, komentar atau postingan di internet), pemberitahuan kesalahan sebelumnya, pemberitahuan penghambatan bisnis
- Pertanyaan yang terus-menerus, kunjungan berulang
- Masuk tanpa izin atau tinggal di kantor atau fasilitas terkait
- Penahanan yang tidak sah termasuk melalui telepon atau pertanyaan online
- Ucapan dan perilaku diskriminatif terkait ras, etnis, agama, asal keluarga, pekerjaan, dll.
- Pelanggaran privasi dengan mengambil foto atau merekam video tanpa izin
- Pelecehan seksual, perundungan, perilaku perundungan yang berulang
Tuntutan yang tidak wajar:
- Perubahan produk atau permintaan kompensasi yang tidak wajar
- Respons yang tidak wajar atau permintaan permintaan maaf (termasuk respons tatap muka atau permintaan permintaan maaf yang menyebutkan posisi karyawan atau mitra kami)
- Permintaan berlebihan untuk penyediaan produk dan layanan yang melampaui norma yang diterima secara sosial
- Tuntutan yang tidak wajar dan berlebihan untuk menghukum karyawan kami
Dimanakah MASALAHNYA?
Kebijakan ini, pada pembacaan pertama, tampaknya merupakan upaya yang bijaksana dan terstruktur dengan baik dari Square Enix untuk melindungi karyawan mereka dari pelecehan. Pengumuman kebijakan ini terdengar sangat rinci, masuk akal, mudah dipahami, dan jelas. Hal ini menunjukkan komitmen perusahaan untuk menjaga lingkungan kerja yang aman.
Salah satu klasifikasi utama dalam kebijakan pelecehan Square Enix mencakup tindakan seperti pertanyaan yang terus-menerus, kunjungan berulang, perundungan, pelecehan seksual, pembatasan yang tidak sah melalui panggilan telepon atau komunikasi online, dan perilaku diskriminatif berdasarkan identitas seseorang. Tindakan tersebut dianggap sebagai pelecehan, dan kebijakan ini menetapkan bahwa Square Enix dapat menghentikan layanan atau mengambil tindakan lebih lanjut terhadap pelaku untuk melindungi karyawan mereka dan menjaga lingkungan yang aman.
Namun, setelah dipikirkan lebih dalam, penulis artikel ini mengidentifikasi masalah kritis: waktu dan konteks pengumuman kebijakan ini. Kebijakan ini, meskipun penting, dapat dipersepsikan sebagai respons defensif terhadap ketidakpuasan pemain yang semakin berkembang, yang berpotensi mengalahkan niatnya dan menyoroti adanya ketidaksesuaian antara perusahaan dan komunitasnya.
Implikasi dari kebijakannya mungkin saja adalah MASALAHNYA
Penulis meluangkan waktu lebih untuk membaca kebijakan ini dengan lebih seksama dan mengidentifikasi beberapa kekhawatiran, khususnya dalam bagian yang mendefinisikan pelecehan. Square Enix mengklasifikasikan tindakan seperti pencemaran nama baik, serangan pribadi (termasuk melalui email, formulir kontak, atau komentar daring), dan pemberitahuan lebih awal tentang kesalahan atau hambatan bisnis sebagai bentuk pelecehan.
Klasifikasi yang luas ini menimbulkan pertanyaan tentang ruang lingkupnya dan dampaknya terhadap bagaimana pemain atau komunitas berinteraksi dengan perusahaan. Klasifikasi pelecehan yang luas yang dijelaskan dalam kebijakan Square Enix dapat rentan terhadap penyalahgunaan atau penyalahgunaan. Klasifikasi apa yang bisa dianggap sebagai ucapan pencemaran nama baik dan fitnah berpotensi mengarah pada pelampauan batas oleh pihak Square Enix.
Tindakan seperti pencemaran nama baik atau serangan pribadi sering kali bersifat subyektif, memberi ruang untuk penafsiran yang salah. Pemain bisa tanpa sengaja menjadi korban kebijakan ini jika mereka menyampaikan ketidakpuasan atau kritik secara online. Komentar mereka bisa dianggap sebagai serangan pribadi atau pencemaran nama baik, meskipun dimaksudkan sebagai umpan balik yang konstruktif.
Ini bisa menyebabkan penolakan layanan yang tidak sah atau penangguhan akun, dan Square Enix berpotensi semakin meminggirkan pemain yang sebenarnya. Penolakan yang tidak sah ini juga bisa memberi peringatan kepada pemain lain yang ingin mengungkapkan kekhawatiran mereka, akhirnya membuat mereka enggan menyampaikan umpan balik konstruktif mereka sendiri. Hal ini bisa menjadikan Square Enix sebagai perusahaan yang tidak bisa menerima kritik dan hanya bisa dipuji oleh pemain.
Ambiguitas seputar istilah seperti "pemberitahuan lebih awal tentang kesalahan" atau "hambatan bisnis" bisa memungkinkan Square Enix untuk mengambil tindakan hukuman terhadap pengguna yang mengungkapkan kekhawatiran sah tentang pengembangan game atau praktik bisnis. Klasifikasi yang luas seperti itu bisa mengekang dialog terbuka, terutama ketika pemain merasa bahwa keluhan mereka diabaikan sebagai pelecehan, bukan ditangani melalui keterlibatan yang konstruktif.
Kebijakan baru ini memberi Square Enix wewenang yang luas untuk menanggapi tindakan yang dianggap merugikan karyawan atau mitra mereka. Dengan memberikan hak untuk menolak layanan atau memutus akses ke produk mereka, Square Enix menciptakan sebuah kebijakan yang memiliki potensi untuk menanggapi berbagai keluhan atau kritik dengan cara yang sangat tegas. Hal ini memberi perusahaan kemampuan untuk bertindak terhadap individu yang "kelewatan"secara batas sosial.
Hanya saja kita harus disadarkan pada sebuah fakta bahwa, ruang interpretasi yang bersifat subyektif dalam kebijakan ini membuka kemungkinan untuk penyalahgunaan. Jika seseorang mengemukakan kritik atau ketidakpuasan mereka terhadap perusahaan, kebijakan ini memberi potensi bagi Square Enix untuk mengambil tindakan hukuman terhadap pemain tersebut. Hal ini tetap berlaku sekalipun komentar yang disampaikan tidak bermaksud untuk merugikan atau menyudutkan perusahaan, hanya sekedar membawakan kritik.
Masalah lain yang berpotensi muncul dengan kebijakan Square Enix adalah bagaimana kebijakan ini menangani pelanggaran privasi melalui pengambilan foto atau rekaman video tanpa izin. Meskipun kebijakan ini secara umum menyatakan bahwa tindakan tersebut dianggap pelanggaran, namun tidak ada pedoman yang jelas mengenai perilaku spesifik apa yang dilarang.
Misalnya, tidak dijelaskan apakah mengambil screenshot dalam game atau merekam klip gameplay termasuk pelanggaran ini, atau jika hanya personel dunia nyata dalam perusahaan yang dilindungi. Ketidakjelasan ini menimbulkan kebingungannya, terutama dalam komunitas game di mana berbagi konten visual merupakan bentuk ekspresi dan interaksi yang umum.
Dengan gagal memberikan definisi atau contoh yang lebih rinci mengenai apa yang dianggap pelanggaran, Square Enix mungkin tanpa sengaja menciptakan lingkungan di mana pemain tidak yakin tentang apa yang diperbolehkan. Kurangnya transparansi ini bisa membuat pemain enggan berbagi pengalaman dalam game, yang sering kali menjadi bagian integral dari komunitas game yang hidup.
Pemain mungkin ragu untuk mengunggah screenshot, menyiarkan gameplay, atau bahkan berbagi ulasan jika mereka tidak yakin apakah tindakan tersebut dianggap pelanggaran kebijakan. Ketakutan untuk tidak sengaja melewati batas bisa menyebabkan komunitas menjadi lebih pasif dan kurang terlibat.
Ketidakjelasan dalam kebijakan ini juga bisa menyebabkan penegakan yang tidak konsisten, di mana beberapa tindakan dihukum sementara yang lainnya diabaikan. Ketidak konsistenan ini bisa lebih merusak kepercayaan antara Square Enix dan pemainnya, yang mungkin merasa bahwa perusahaan secara selektif menegakkan peraturan atau menggunakan kebijakan ini sebagai alat untuk menekan konten kritis.
Misalnya, seorang pemain yang berbagi kritik mendalam tentang mekanik permainan atau karakter tertentu bisa menemukan kontennya diberi tanda, meskipun tujuannya adalah untuk memberikan umpan balik yang konstruktif. Ini bisa tanpa sengaja mengakibatkan pemain melakukan penyensoran diri terhadap konten mereka sendiri. Pemain mungkin ragu untuk memposting cuplikan gameplay, screenshot, atau ulasan, seperti bagaimana Bioware "memanufakturkan" ulasan Dragon Age: Veilguard mereka, di mana semuanya diberi nilai 9 dan 10, tetapi dalam cara yang jauh lebih buruk.
Ketakutan untuk tidak sengaja melanggar kebijakan ini bisa menyebabkan komunitas menjadi lebih pasif dan kurang terlibat, di mana kritik yang jujur dan konstruktif dibungkam. Hal ini bisa berdampak jangka panjang terhadap kualitas umpan balik yang diterima Square Enix dari basis pemainnya.
Dampak yang lebih luas dari kebijakan ini bisa melampaui pemain individu yang mungkin dihukum. Ketika pemain mulai melakukan penyensoran diri terhadap konten mereka karena takut melanggar kebijakan, aliran umpan balik secara keseluruhan dalam komunitas bisa terhambat.
Pemain yang sebelumnya akan terlibat dalam diskusi terbuka atau berbagi video gameplay mungkin berhenti melakukannya, karena takut pendapat mereka akan disalahartikan sebagai pelecehan atau merusak reputasi perusahaan. Efek ini bisa mengurangi nilai masukan dari pemain, meninggalkan Square Enix dengan pandangan yang lebih sepihak tentang permainannya yang bisa menghambat pengembangan dan perbaikan di masa depan.
Pada akhirnya, meskipun tujuan kebijakan ini mungkin untuk melindungi karyawan dan mitra, penerapannya bisa menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan bagi hubungan perusahaan dengan basis pemainnya dan kualitas umpan balik yang mendorong evolusi permainan mereka.
Kok terkesan seperti...
Bagi yang menebak bahwa taktik penulisan kebijakan Square Enix adalah bagaikan kebijakan negeri kita yang bernama Wkwakandanoha+62 ini, sebenarnya ada kesamaan mendalam dengan fenomena yang ada di banyak kebijakan lainnya. Permainan mereka ini tidak jauh berbeda dengan salah satu peraturan yang dibuat oleh Kemenkominfo yang sempat disinggung dalam artikel penulis berjudul "RUU Penyiaran: Menjaga Masyarakat atau Menguntungkan Satu Pihak?".
Masalah utama dalam kebijakan tersebut, seperti yang terlihat dalam kebijakan Square Enix, adalah adanya definisi yang tampak baik di permukaan, tetapi terlalu kabur dan luas dalam penerapannya. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan kesalahpahaman, penyalahgunaan, serta ketidakpastian hukum yang merugikan pihak yang seharusnya dilindungi.
Contoh yang lebih konkret adalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran di Indonesia. RUU ini, yang merupakan revisi dari versi 2002, mengatur pembatasan konten digital dengan pasal-pasal yang kabur, seperti Pasal 34F yang mengharuskan lembaga penyiaran dan penyelenggara platform digital untuk melindungi hak cipta dan mematuhi peraturan.
Selain itu, Pasal 50B melarang jurnalisme investigasi dan konten-konten tertentu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memiliki kekuasaan yang terlalu besar untuk mengatur dan menyensor konten, yang pada akhirnya dapat mengurangi kebebasan berekspresi di era digital.
Salah satu contoh RUU Indonesia yang menghadirkan permasalahan serupa dengan RUU Penyiaran adalah Omnibus Law Cipta Kerja. Walaupun undang-undang ini diinisiasi dengan tujuan utama untuk menyederhanakan regulasi dan mempercepat proses birokrasi, namun bahasa yang digunakan dalam undang-undang tersebut cenderung terlalu luas dan ambigu. Ketidakjelasan ini menciptakan ketidakpastian, khususnya dalam hal perlindungan hak pekerja, pengelolaan lingkungan, serta kebijakan regulasi bagi sektor bisnis.
Ketidakjelasan dalam Omnibus Law berpotensi membawa dampak buruk, mirip dengan masalah yang ada dalam RUU Penyiaran yang juga memiliki definisi yang tidak tegas. Seperti halnya pada RUU Penyiaran yang dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu karena bahasa yang ambigu, dalam kasus Omnibus Law, ada kekhawatiran serupa bahwa kebijakan ini akan lebih banyak menguntungkan korporasi besar, sementara masyarakat luas dan kelompok pekerja bisa dirugikan.
Proses implementasi undang-undang ini, apabila tidak diatur dengan jelas, dapat memperburuk ketidakadilan sosial dan ekonomi, menyebabkan ketimpangan yang lebih besar dalam masyarakat, serta meningkatkan potensi penyalahgunaan wewenang di berbagai sektor. Ketidakpastian dalam aturan yang ada membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengeksploitasi kelemahan sistem dan merugikan pihak yang lebih rentan.
Penutup
Kebijakan baru Square Enix menandai langkah signifikan dalam melindungi karyawan dan mitra mereka dari pelecehan dan tuntutan yang tidak wajar. Namun, definisi yang luas dan klasifikasi yang kabur memberikan ruang untuk potensi kontroversi. Pemain yang mengungkapkan ketidakpuasan mereka mungkin secara tidak sengaja berada di sisi yang salah dari kebijakan ini, terutama ketika menyangkut kritik terhadap karakter atau konten yang mereka tidak sukai.
Potensi penyalahgunaan kebijakan ini, terutama dalam hal membatasi kebebasan berekspresi dan membungkam keterlibatan komunitas, adalah kekhawatiran yang sah. Kurangnya kejelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran privasi dan tuntutan yang tidak wajar dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan, dengan pemain merasa mereka tidak bisa bebas menyuarakan pendapat tanpa takut akan reperkusi.
Ketidakpastian ini dapat mengurangi kepercayaan antara Square Enix dan komunitasnya, yang berpotensi merusak semangat komunikasi terbuka yang berkembang dalam dunia gim.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI