Selain itu, Pasal 50B melarang jurnalisme investigasi dan konten-konten tertentu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memiliki kekuasaan yang terlalu besar untuk mengatur dan menyensor konten, yang pada akhirnya dapat mengurangi kebebasan berekspresi di era digital.
Salah satu contoh RUU Indonesia yang menghadirkan permasalahan serupa dengan RUU Penyiaran adalah Omnibus Law Cipta Kerja. Walaupun undang-undang ini diinisiasi dengan tujuan utama untuk menyederhanakan regulasi dan mempercepat proses birokrasi, namun bahasa yang digunakan dalam undang-undang tersebut cenderung terlalu luas dan ambigu. Ketidakjelasan ini menciptakan ketidakpastian, khususnya dalam hal perlindungan hak pekerja, pengelolaan lingkungan, serta kebijakan regulasi bagi sektor bisnis.Â
Ketidakjelasan dalam Omnibus Law berpotensi membawa dampak buruk, mirip dengan masalah yang ada dalam RUU Penyiaran yang juga memiliki definisi yang tidak tegas. Seperti halnya pada RUU Penyiaran yang dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu karena bahasa yang ambigu, dalam kasus Omnibus Law, ada kekhawatiran serupa bahwa kebijakan ini akan lebih banyak menguntungkan korporasi besar, sementara masyarakat luas dan kelompok pekerja bisa dirugikan.Â
Proses implementasi undang-undang ini, apabila tidak diatur dengan jelas, dapat memperburuk ketidakadilan sosial dan ekonomi, menyebabkan ketimpangan yang lebih besar dalam masyarakat, serta meningkatkan potensi penyalahgunaan wewenang di berbagai sektor. Ketidakpastian dalam aturan yang ada membuka peluang bagi pihak-pihak tertentu untuk mengeksploitasi kelemahan sistem dan merugikan pihak yang lebih rentan.
Penutup
Kebijakan baru Square Enix menandai langkah signifikan dalam melindungi karyawan dan mitra mereka dari pelecehan dan tuntutan yang tidak wajar. Namun, definisi yang luas dan klasifikasi yang kabur memberikan ruang untuk potensi kontroversi. Pemain yang mengungkapkan ketidakpuasan mereka mungkin secara tidak sengaja berada di sisi yang salah dari kebijakan ini, terutama ketika menyangkut kritik terhadap karakter atau konten yang mereka tidak sukai.
Potensi penyalahgunaan kebijakan ini, terutama dalam hal membatasi kebebasan berekspresi dan membungkam keterlibatan komunitas, adalah kekhawatiran yang sah. Kurangnya kejelasan mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran privasi dan tuntutan yang tidak wajar dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan, dengan pemain merasa mereka tidak bisa bebas menyuarakan pendapat tanpa takut akan reperkusi.
Ketidakpastian ini dapat mengurangi kepercayaan antara Square Enix dan komunitasnya, yang berpotensi merusak semangat komunikasi terbuka yang berkembang dalam dunia gim.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI