Namun kelemahannya, apabila kemampuan para petugas hukum tidak memadai, akan menimbulkan berbagai kasus dan penyelesaian perkara tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum.
Penanggulangan kejahatan walhasil dapat terjadi perkosaan hak azasi manusia bagi orang yang terlibat perkara pidana (Bambang Poernomo, 1988: 149).
Azas Praduga tak bersalah agaknya tidak dapat dirumuskan dengan jelas dalam KUHAP.
Bukanlah suatu kebetulan saja melainkan sudah didasarkan pada hasil pemikiran tertentu yang mungkin langsung atau tidak langsung berkaitan dengan dilemma sistem penegakan hukum prosesuial dalam pencegahan kejahatan seperti uraian tersebut di atas.
Sementara pendapat mengemukakan jalan pikiran bahwa Pasal 66 Â KUHAP yang menentukan terdakwa tidak dibebani beban pembuktian.
Dan pasal-pasal KUHAP lainnya yang memuat istilah tersangka atau terdakwa mengandung perwujudan secara implisit dan eksplisit dari azas prraduga tak bersalah.
Walaupun tidak secara tegas namun banyak didapati pasal-pasal KUHAP yang dijiwai oleh azas praduga tak bersalah bagi setiap tersangka dan sekaligus menjamin hak azasi manusia secara keseluruhan dalam masyarakat.
Sebaliknya Pasal 64 KUHAP menentukan sidang terbuka untuk umum, sempat pula mengorbankan terdakwa dihakimi oleh publik/pers sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Ketentuan dalam KUHAP mengenai perkara dengan acara singkat dan acara kilat dianggap mengandung azas praduga bersalah.
Karena pertimbangan sifat perkara yang bersangkutan mudah pembuktiannya dan sederhana hukumnya.
Hakekat dari tugas penyidikan maupun penuntutan pada dasarnya dapat dianggap mengandung azas praduga bersalah untuk membantu mengukuhkan hasil pekerjaan Polri/Jaksa dalam sidang pengadilan menghadapi jenis perkara pidana yang tidak ringan (Bambang Poernomo, 1988: 149).