Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 20)

22 Juli 2018   17:25 Diperbarui: 8 September 2018   20:04 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun Zhan tidak mempedulikan hal ini, ia berpikir, "Jika mempercayai perkataan orang ini, apakah di dunia ini masih ada orang yang berani berbuat baik terhadap sesama? Jika suaminya benar-benar memerasku, aku juga tidak takut, tetapi takutnya orang lain masuk jebakannya. Jika dipikirkan baik-baik, orang seperti ini sungguh sangat berbahaya. Baiklah, aku sebenarnya tidak masalah, tetapi kenapa aku tidak pergi ke desa Sanbao saja? Jika benar terjadi seperti ini, aku akan memberinya hukuman untuk mencegah orang lain mengalami hal yang sama lain kali."

Setelah berpikir demikian, ia menghabiskan makanan dan minumannya, membayar tagihan lalu meninggalkan rumah makan itu. Ketika keluar, ia bertanya kepada orang-orang di mana letak desa Sanbao. Ternyata jaraknya tidak jauh dari sana. Saat itu hari masih pagi. Di samping jalan terdapat sebuah kuil Taois yang bernama Kuil Tong Zhen (Menembus Kebenaran). Zhan pun tinggal di kuil ini. Karena pendeta Taois tua yang bernama Xing Ji sedang pergi karena ada urusan, di dalam kuil hanya terdapat dua orang pendeta muda yang bernama Tan Ming dan Tan Yue. Keduanya tinggal di luar pintu kedua aula sebelah barat kuil tersebut.

Pada waktu jaga pertama Zhan bertukar pakaian hitam dan keluar dari Kuil Tong Zhen menuju ke desa Sanbao. Tiba di rumah Hu Cheng, ia mendengar suara wanita tua menghela napas dan seorang laki-laki memarahi seorang wanita yang sedang menangis tiada hentinya. Wanita tua itu berkata, "Jika tidak ada laki-laki lain, dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak ini?" Yang laki-laki berkata, "Ibu tidak perlu mengatakannya. Besok kita akan memanggil orang tuanya agar membawanya pulang." Wanita yang dimarahi itu tidak membantah dan hanya menangis terisak-isak. Zhan teringat kata-kata wanita itu di rumah makan tadi siang; hal itu ternyata benar dan ia hanya bisa menghela napas.

Tiba-tiba ia melihat di luar ada bayangan seseorang yang dengan suara keras berkata, "Karena sudah mengambil uangku dan menyetujui untuk melayaniku, kamu seharusnya datang lebih cepat. Jika tidak mau, kamu harus segera mengembalikan uangku." Zhan sangat marah mendengar hal ini. Masuk melalui pintu pagar, ia mencengkeram orang itu. Ketika ia melihatnya, ternyata orang itu adalah Ji Lou-er yang ketakutan setengah mati dan memohon dengan iba, "Tuan ampuni saya!"

Pendekar Selatan tidak menjawabnya dan menariknya ke halaman lalu berseru dengan lantang, "Aku adalah dewa yang berkeliling mengawasi manusia pada malam hari. Baru saja aku bertemu dengan dewa yang berkeliling pada siang hari. Ia mengatakan bahwa tadi siang terdapat seorang wanita setia yang berbakti dengan menanggung malu meminta-minta di jalan karena ibu mertua dan suaminya jatuh sakit. Di rumah makan ia bertemu dengan orang baik yang karena kasihan padanya memberikan sejumlah uang perak. Namun ini terlihat oleh orang jahat yang seketika memunculkan niat buruk dan  mendatanginya pada malam hari untuk memerasnya dengan tuduhan palsu. Jadi, bagaimana mungkin aku membiarkan orang jahat ini? Sekarang ikutlah denganku ke tempat yang sepi agar tidak melibatkan keluarga yang baik ini." Lalu ia membawa Ji keluar pintu pagar dan pergi meninggalkan tempat itu. Mendengar hal ini, ibu Hu akhirnya mengetahui bagaimana menantunya mendapatkan uang tersebut lalu segera menghibur Wang dan merasa sangat terharu atas tindakannya.

Zhan membawa Ji ke dalam hutan lalu mengeluarkan pedang dan memotong lehernya. Setelah itu ia melihat sebuah jalan setapak yang berkelok-kelok dan berpikir melalui jalan ini dapat segera menuju jalan besar, maka ia berjalan melalui jalan tersebut. Kemudian ia melihat di depan terdapat tembok tinggi yang ternyata adalah bagian belakang Kuil Tong Zhen. Dengan gembira ia berpikir, "Tidak disangka ternyata lebih dekat. Kenapa aku tidak masuk dari belakang saja agar lebih cepat?" Lalu ia membungkukkan badannya dan memanjat ke atas tembok itu kemudian membalikkan tubuhnya dan turun dengan pelan-pelan. Ia berjalan masuk dengan diam-diam. Di dalam terlihat ada cahaya.

Ia berpikir, "Saat ini belum lewat waktu jaga ketiga, kenapa masih terang? Aku akan melihatnya." Kemudian ia mendorong pintu dengan tangannya, ternyata terkunci sehingga ia harus melompat ke atas tembok. Tampak bayangan seseorang di dekat jendela. Orang itu mirip dengan pendeta Taois muda Tan Yue. Tiba-tiba terdengar seorang wanita berkata, "Walaupun aku dan kamu berhasil menjalankan rencana ini, tetapi keluarga calon suamiku tidak mengetahui kakakku menggantikan diriku. Entah mereka menerimanya atau tidak." "Walaupun ia tidak menerimanya, ada ibumu yang dapat menghadapinya. Kamu tidak perlu khawatir dan banyak berpikir. Mari kita nikmati keindahan suasana malam ini bersama-sama sebelum matahari terbit," kata sang pendeta Taois. Setelah berkata demikian, ia mengajak wanita itu pergi.

"Ternyata pendeta Taois tersebut diam-diam melakukan hal yang tercela ini. Sungguh tidak sesuai dengan jalan seorang yang meninggalkan keduniawian!' pikir Zhan, "Sementara menunggu besok baru aku akan mengurusnya." Ketika baru saja ia akan pergi, terdengar wanita itu berkata, "Kamu mengatakan Guru Besar Pang ingin membunuh Bao Zheng secara diam-diam. Bagaimana hal ini bisa dilakukan?" Mendengar hal ini, Zhan seketika berjalan ke samping dan menguping pembicaraan mereka lagi.

Tan Yue berkata, "Asal kamu tahu saja, metode guruku ini sangat jitu. Sekarang ia membangun altar di taman milik Guru Besar Pang. Saat ini sudah lima hari berlalu; sampai hari ketujuh, ia pasti akan berhasil. Waktu itu ia akan menerima seribu uang perak dan aku akan mencuri uang itu. Kita akan melarikan diri ke tempat yang jauh dan hidup sebagai suami istri selamanya."

Zhan sangat kebingungan mendengar hal ini. Ia segera menuruni tembok dan masuk ke dalam aula. Ia mengikat bungkusan barang bawaannya lalu tanpa berganti pakaian dan tanpa mengucapkan salam perpisahan langsung menuju Kaifeng. Dalam waktu singkat ia tiba di tembok kota Kaifeng. Ia memanjat ke atas tembok kota dan setelah berada di atas tembok dengan aman, ia melompat turun. Setelah kakinya menyentuh tanah, ia mengeluarkan tali besar dari dalam bungkusannya dan membawanya di atas bahu kemudian langsung menuju kediaman Guru Besar Pang.

Tiba di luar tembok taman milik Pang, ia menemukan sebatang pohon kecil dan menggantungkan bungkusannya di atasnya lalu melompat masuk ke dalam taman tersebut. Tampak sebuah bangunan altar tinggi dengan lilin yang menyala dan dupa yang terbakar. Seorang pendeta Taois tua dengan rambut yang berjurai di atas bahu sedang melakukan ritual di atas altar tersebut. Zhan diam-diam berjalan ke atas altar itu. Ia menghunuskan pedangnya di belakang sang pendeta Taois.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun