Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 20)

22 Juli 2018   17:25 Diperbarui: 8 September 2018   20:04 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 20 -- PEJABAT SETIA TERTIMPA MALAPETAKA BESAR DAN PAHLAWAN MEMBUNUH SEORANG PENDETA JAHAT

Sejak menjabat sebagai perdana menteri, Bao setiap hari bekerja keras menangani urusan pemerintahan. Ia tidak takut terhadap pejabat yang berkuasa, selalu menegakkan kejujuran dan melaporkan kepada kaisar jika ada pelanggaran aturan; kaisar sama sekali tidak segan-segan menghukum mereka yang melakukan kesalahan. Karena kaisar puas dengan kinerja Bao mengurus pemerintahan sipil dan militer, semua orang memuji dan menghormatinya. Walaupun ada orang yang tidak menyukainya, mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Suatu hari sekembalinya ke Kaifeng setelah selesai menghadiri pertemuan di istana, Bao masuk ke ruang baca dan menulis sepucuk surat. Lalu ia menyuruh Bao Xing mempersiapkan hadiah besar dan tiga ratus uang perak serta mengutus seorang petugas yang berkemampuan pergi ke desa Yujie di kabupaten Wujin, prefektur Changzhou untuk mengundang Pendekar Selatan Zhan Xiongfei guna mempekerjakannya. Bao juga menuliskan surat untuk dikirimkan ke rumah orang tuanya bersama petugas itu.

Baru saja petugas tersebut berangkat, seorang kepala petugas yang berjaga masuk melapor kepada Bao, "Lapor, Tuan Perdana Menteri, di luar terdapat dua orang pria dan wanita meneriakkan ketidakadilan dan datang mengajukan tuntutan." Bao pun memerintahkan membuka persidangan dan segera memasuki ruang sidang. Tampak kedua orang itu berusia sekitar lima puluh tahun. Bao menyuruh seorang yang wanita maju terlebih dahulu. Wanita tua itu maju ke depan lalu berlutut sambil berkata, "Nama saya Yang, suami saya bermarga Huang dan telah lama meninggal. Saya memiliki dua orang putri: yang pertama bernama Jin Xiang (Keharuman Emas) dan yang kedua bernama Yu Xiang (Keharuman Giok). Putriku yang kedua sebelumnya telah mengikat janji pernikahan dengan putra Zhao Guosheng. Kemarin keluarga Zhao datang untuk menikahkan putranya dengan putriku itu. Saya sangat bersedih karena putriku akan menikah dan meninggalkan rumah. Setelah mereka pergi, tiba-tiba putri tertuaku menghilang. Saya segera mencarinya ke setiap tempat, tetapi tidak menemukannya. Saya sangat khawatir karena hal ini. Saya seumur hidup bergantung pada putriku karena saya tidak memiliki suami dan tidak bekerja. Dulu saya merencanakan agar memiliki dua orang menantu laki-laki yang bisa mengerjakan setengah pekerjaan laki-laki dalam keluarga kami sambil merawatku. Saat ini saya malah kehilangan putri tertua yang tidak diketahui keberadaannya. Saya sangat khawatir sekaligus bersedih. Ketika saya sedang menangisi kejadian ini, tak disangka mertua putriku Zhao Guosheng datang mencariku dan tidak melepaskanku begitu saja. Ia mengatakan aku telah menukar putriku dan menikahkan putri yang salah. Kami berselisih paham dan tidak menemukan titik terangnya. Oleh sebab itu, saya datang kemari memohon agar Tuan memutuskan kasus ini untuk kami dan juga menemukan putriku yang hilang."

Bao pun bertanya, "Apakah keluarga kalian memiliki sanak saudara yang sering mengunjungi kalian?" "Jangankan sanak saudara, bahkan tetangga sebelah rumah pun jika tidak ada urusan tidak pernah berhubungan dengan kami. Wanita tua ini sungguh malang dan hidup sebatang kara!" jawab Yang sambil menangis terisak-isak.

Kemudian Bao pun memanggil Zhao Guosheng. Zhao pun maju ke depan dan berlutut sambil berkata, "Hamba Zhao Guosheng, besan Yang. Ia memiliki dua orang putri: putri tertuanya berwajah jelek dan yang kedua berwajah cantik dan menawan. Hamba dan putra hamba pun memilih putri keduanya. Setelah datang menikahkan putraku dengan putrinya, ternyata ia adalah putri tertua. Oleh sebab itu, saya segera mendatangi rumahnya dan menanyakan mengapa ia menukar putrinya, tetapi Yang justru tidak melepaskanku begitu saja dan mengatakan saya telah membawa kedua putrinya untuk dinikahi, dengan mengambil keuntungan dari statusnya sebagai seorang janda. Oleh sebab itu, saya datang ke hadapan Tuan memohon agar Tuan memutuskan hal ini."

"Zhao Guosheng, bagaimana kamu bisa mengenalinya sebagai putri tertua Yang?" tanya Bao. "Saya tidak mungkin salah mengenalinya. Pada waktu itu sebelum menikahkan putraku, kami telah melihat kedua putri Yang. Putri tertuanya sangat jelek, sedangkan putri keduanya sangat cantik. Oleh sebab itu, saya menyukai putri keduanya lalu mengatur pernikahan putraku dengan putri kedua tersebut. Putri yang jelek itu sama sekali tidak hamba inginkan."

Mendengar hal ini, Bao menganggukkan kepalanya lalu berkata, "Kalian berdua pulanglah terlebih dahulu. Aku akan memanggil kalian lagi." Kemudian ia menutup persidangan dan pergi ke ruang baca utnuk memikirkan kasus ini.

Bao Xing datang membawakan teh ke hadapan tuannya. Tampak Bao sedang duduk di atas kursinya dengan tubuh bergemetaran dan tatapan mata kosong. Ia sama sekali tidak berkata apa-apa dan tidak menerima teh tersebut. Melihat keadaan ini, Bao Xing segera meletakkan tehnya dan bertanya, "Tuan, apakah yang terjadi?" Tiba-tiba Bao berdiri dan berkata, "Bau darah yang sungguh amis!" kemudian jatuh kehilangan kesadaran. Bao Xing segera mengangkat tuannya sambil berteriak, "Tuan, Tuan!" Li Cai langsung masuk dari luar dan membantu memapah Bao ke atas tempat tidur. Ia pun melaporkan hal ini kepada Nyonya Li yang kemudian dengan ketakutan dan kebingungan datang ke ruang baca untuk melihat Bao. Li Cai pun mengundurkan diri ketika Nyonya Li datang.

Bao terbaring di atas tempat tidur dan tampak alis matanya mengerut, kedua matanya tertutup, dan keempat anggota tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Melihat kondisi Bao, istrinya tidak dapat mengetahui sebabnya dan tampak kebingungan. Dari luar jendela Bao Xing berkata, "Lapor, Nyonya, Sekretaris Gongsun datang untuk memeriksa denyut nadi Tuan." Maka Nyonya Li pun meninggalkan tempat itu bersama pelayan wanitanya.

Bao Xing bersama Gongsun tiba di depan tempat tidur. Gongsun dengan hati-hati mencari penyebab penyakit Bao; ketika memeriksa nadi sebelah kiri, ia berkata, "Tidak ada masalah"; ketika memeriksa nadi sebelah kanan, ia berseru, "Aneh!" Bao Xing bertanya, "Dari hasil pemeriksaan Tuan Gongsun, apakah penyakit Tuan?" "Menurut pemeriksaanku, keenam nadi Tuan berdenyut sedang, menandakan tidak ada penyakit," jawab Gongsun. Ia menyentuh bagian atas kepala dan dada Bao dengan tangannya lalu mendengarkan napasnya. Terlihat seakan-akan Bao hanya tertidur saja.

Bao Xing lalu menceritakan bagaimana tadi Bao tiba-tiba terjatuh. Gongsun kebingungan mendengar hal ini, apalagi setelah memeriksa keadaan Bao ia tidak menemukan dari mana asal penyakitnya. Ia hanya dapat menyuruh Bao Xing untuk menenangkan Nyonya Li dan merasa hal ini harus diberitahukan kepada kaisar. Kemudian ia menuliskannya dalam buku catatan pengobatan untuk dilaporkan kepada kaisar keesokan harinya pada waktu jaga kelima.

Kaisar mengirimkan tabib kerajaan untuk memeriksa kondisi Bao di Kaifeng, tetapi sang tabib juga tidak menemukan penyakit apa pun. Pada saat yang sama ibu suri juga mengetahui kabar ini lalu mengutus Chen Lin untuk melihat kondisi Bao. Akhirnya semua orang baik rakyat biasa maupun pejabat di luar maupun dalam kantor Kaifeng mengetahui kabar Bao jatuh sakit dan berusaha menawarkan pengobatan alternatif sambil mendoakan kesembuhannya. Namun apa daya Bao tidak berhasil disembuhkan; ia masih tidak sadarkan diri, tidak bisa menerima makanan dan minuman apa pun, dan hanya seperti orang yang tertidur lelap. Untungnya Gongsun ahli dalam ilmu pengobatan sehingga setiap waktu ia memeriksa denyut nadi Bao dan merawatnya. Tidak perlu dikatakan lagi, Bao Xing dan Li Cai yang sepanjang siang dan malam selalu menjaga Bao di sampingnya. Bahkan Nyonya Li dalam satu hari bisa beberapa kali datang melihat kondisi Bao. Selain itu, Gongsun dan keempat ksatria gagah berani satu per satu menggosok tangan dan kaki Bao.

Siapa sangka pada hari kelima ketika Gongsun memeriksa nadi Bao, ia merasakan denyut nadinya perlahan-lahan melemah. Semua orang menjadi khawatir. Melihat keadaan ini, Bao Xing teringat kejadian pada waktu Bao dipecat dari jabatannya dulu dan jatuh sakit di Kuil Perdana Menteri Agung. Kondisinya waktu itu sama dengan saat ini. Untung saja waktu itu Bao dirawat oleh bhiksu Liao Ran, namun saat ini sang bhiksu sedang mengadakan perjalanan berkeliling negeri dan tidak diketahui keberadaannya. Bao Xing mengingat kembali bahwa pada waktu itu tuannya menghadapi sejumlah bahaya dan rintangan hingga akhirnya dengan susah payah dapat sampai pada keadaan saat ini. Namun penyakit lama kembali kambuh dan kali ini tidak bisa disembuhkan. Semakin memikirkan hal ini semakin ia merasa sedih dan ia pun menitikkan air mata.

Ketika ia sedang meratap, tampak petugas yang sebelumnya diutus pergi ke Changzhou telah kembali dan melaporkan, "Zhan Xiongfei sedang tidak berada di rumahnya. Pelayan tuanya berkata, 'Tuan kami tampaknya akan kembali pagi atau malam ini. Ia pasti akan segera pergi ke Kaifeng agar tidak mengecewakan kebaikan Tuan Perdana Menteri." Ia juga melaporkan, "Surat ke rumah juga telah disampaikan dan saat ini saya membawa surat balasannya. Keluarga Tuan semuanya dalam kondisi yang baik dan sehat." Mendengar perkataan sang petugas, Bao Xing yang tenggelam dalam pemikirannya sendiri hanya dapat menganggukkan kepala lalu mengambil surat balasan tersebut. Surat tersebut hanya mengabarkan bahwa kondisi keluarga Bao baik-baik saja.

Tahukah kalian ke manakah Pendekar Selatan pergi? Sebagai seorang ksatria yang suka mengembara, ia berkelana bebas tanpa tujuan yang pasti. Setelah mencegat tandu untuk membawa Jin Yuxian ke Kuil Guanyin dan menyerahkannya kepada Ma Han, ia pergi mengunjungi gunung-gunung terkenal dan bermalam di kuil-kuil kuno. Oleh sebab itu, ia sama sekali tidak mengetahui kasus yang terjadi di istana. Suatu hari dalam pengelanaannya, ia mendengar di mana-mana orang-orang mengatakan bahwa saat ini ibu suri kerajaan ternyata bermarga Li, bukan bermarga Liu; ini semua berkat Bao yang telah memecahkan kasus ini dan saat ini Bao telah menjadi perdana menteri kerajaan. Mendengar kabar ini, Pendekar Selatan sangat bergembira dan berpikir, "Mengapa aku tidak pergi mengunjungi Kaifeng saja?"

Pada suatu hari ia tiba di kota Yulin dan duduk sendiri di sebuah rumah makan untuk minum arak. Ketika ia sedang mengangkat cangkir araknya untuk diminum, tiba-tiba dari depan seorang wanita datang mendekat. Umur wanita itu kurang lebih tiga puluh tahun, wajahnya kuning pucat dan tubuhnya kurus; ia tampak lemah dan kurus kering, tetapi berwajah cantik. Walaupun pakaiannya dari kain yang kasar, ia tampak berpakaian dengan rapi.

Wanita itu ingin mengatakan sesuatu, tetapi tampak ragu-ragu sejenak. Akhirnya dengan wajah memerah karena malu, ia berkata, "Hamba bermarga Wang, suami hamba bernama Hu Cheng. Kami tinggal di desa Sanbao (Tiga Permata). Karena bencana kekeringan menyebabkan gagal panen, keluarga kami tidak memiliki pekerjaan. Apalagi ibu mertua dan suamiku sedang jatuh sakit. Karena sama sekali tidak ada pilihan lain, saya datang menampakkan muka di hadapan orang banyak dengan meminta-minta di sepanjang jalan. Saya memohon agar Tuan dapat sedikit membantu orang yang miskin seperti saya." Setelah mengatakan demikian, ia meneteskan air mata. Mendengar ceritanya yang memilukan, Zhan Zhao dari dalam pakaiannya mengeluarkan beberapa keping uang perak dan meletakkannya di atas meja sambil berkata, "Jika demikian, ambillah uang ini dan segeralah pulang ke rumah untuk membeli obat. Gunakan sisanya untuk biaya menjaga kesehatan mertua dan suamimu setelah sembuh. Jangan lagi meminta-minta di jalan."

Melihat uang perak yang berjumlah dua tiga keping itu, wanita itu tidak berani menerimanya dan berkata, "Tuan sungguh bermurah hati. Dengan memberikan saya beberapa keping uang tembaga saja sudah lebih dari cukup. Hamba tidak berani menerima sebanyak itu." "Bagaimana bisa seperti ini! Aku berderma kepadamu, tetapi mengapa kamu justru menolaknya? Ini sangat membingungkan." "Hamba meminta-minta karena terpaksa. Jika hari ini saya membawa pulang uang perak ini, takutnya ibu mertua dan suami saya akan curiga. Oleh sebab itu hamba takut menerima maksud baik Tuan ini," kata wanita tersebut.

Zhan merasa ini hal yang masuk akal. Namun dari samping pelayan rumah makan tersebut berkata kepada wanita itu, "Kamu tenang saja. Orang ini telah berderma kepadamu, kamu bawalah pulang uangnya. Jika ibu mertua dan suamimu menyalahkanmu, kamu cukup menyuruh suamimu datang mencariku. Aku akan menjadi saksinya. Apakah kamu masih merasa khawatir juga?" "Benar," kata Zhan, "kamu ambil saja uang ini, tidak perlu ragu-ragu." Wanita itu berterima kasih kepada Zhan, mengambil uang tersebut lalu pergi meninggalkan rumah makan itu. Pelayan tersebut setelah menambah arak dan menanyakan pesanan Zhan langsung pergi mempersiapkannya.

Tidak disangka di sebelah sana ada seseorang yang tertawa kecil setelah melihat Zhan memberikan uang kepada wanita itu. Orang ini bernama Ji Lou-er yang berperangai penuh tipu daya, seorang yang tidak baik sifatnya. Ia berkata kepada Zhan, "Tuan tidak seharusnya memberi uang kepada wanita itu. Ia sengaja melakukan hal ini untuk mendapatkan uang. Sebelumnya ada seseorang yang memberinya uang. Kemudian orang itu diperas oleh suaminya dengan mengatakan ia telah melecehkan sang istri. Suaminya memaksa meminta seratus uang perak untuk menutupi rasa malu. Setelah itu barulah masalahnya selesai. Sekarang Tuan memberi wanita itu uang, takutnya suaminya akan datang memeras Tuan."

Walaupun Zhan tidak mempedulikan hal ini, ia berpikir, "Jika mempercayai perkataan orang ini, apakah di dunia ini masih ada orang yang berani berbuat baik terhadap sesama? Jika suaminya benar-benar memerasku, aku juga tidak takut, tetapi takutnya orang lain masuk jebakannya. Jika dipikirkan baik-baik, orang seperti ini sungguh sangat berbahaya. Baiklah, aku sebenarnya tidak masalah, tetapi kenapa aku tidak pergi ke desa Sanbao saja? Jika benar terjadi seperti ini, aku akan memberinya hukuman untuk mencegah orang lain mengalami hal yang sama lain kali."

Setelah berpikir demikian, ia menghabiskan makanan dan minumannya, membayar tagihan lalu meninggalkan rumah makan itu. Ketika keluar, ia bertanya kepada orang-orang di mana letak desa Sanbao. Ternyata jaraknya tidak jauh dari sana. Saat itu hari masih pagi. Di samping jalan terdapat sebuah kuil Taois yang bernama Kuil Tong Zhen (Menembus Kebenaran). Zhan pun tinggal di kuil ini. Karena pendeta Taois tua yang bernama Xing Ji sedang pergi karena ada urusan, di dalam kuil hanya terdapat dua orang pendeta muda yang bernama Tan Ming dan Tan Yue. Keduanya tinggal di luar pintu kedua aula sebelah barat kuil tersebut.

Pada waktu jaga pertama Zhan bertukar pakaian hitam dan keluar dari Kuil Tong Zhen menuju ke desa Sanbao. Tiba di rumah Hu Cheng, ia mendengar suara wanita tua menghela napas dan seorang laki-laki memarahi seorang wanita yang sedang menangis tiada hentinya. Wanita tua itu berkata, "Jika tidak ada laki-laki lain, dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak ini?" Yang laki-laki berkata, "Ibu tidak perlu mengatakannya. Besok kita akan memanggil orang tuanya agar membawanya pulang." Wanita yang dimarahi itu tidak membantah dan hanya menangis terisak-isak. Zhan teringat kata-kata wanita itu di rumah makan tadi siang; hal itu ternyata benar dan ia hanya bisa menghela napas.

Tiba-tiba ia melihat di luar ada bayangan seseorang yang dengan suara keras berkata, "Karena sudah mengambil uangku dan menyetujui untuk melayaniku, kamu seharusnya datang lebih cepat. Jika tidak mau, kamu harus segera mengembalikan uangku." Zhan sangat marah mendengar hal ini. Masuk melalui pintu pagar, ia mencengkeram orang itu. Ketika ia melihatnya, ternyata orang itu adalah Ji Lou-er yang ketakutan setengah mati dan memohon dengan iba, "Tuan ampuni saya!"

Pendekar Selatan tidak menjawabnya dan menariknya ke halaman lalu berseru dengan lantang, "Aku adalah dewa yang berkeliling mengawasi manusia pada malam hari. Baru saja aku bertemu dengan dewa yang berkeliling pada siang hari. Ia mengatakan bahwa tadi siang terdapat seorang wanita setia yang berbakti dengan menanggung malu meminta-minta di jalan karena ibu mertua dan suaminya jatuh sakit. Di rumah makan ia bertemu dengan orang baik yang karena kasihan padanya memberikan sejumlah uang perak. Namun ini terlihat oleh orang jahat yang seketika memunculkan niat buruk dan  mendatanginya pada malam hari untuk memerasnya dengan tuduhan palsu. Jadi, bagaimana mungkin aku membiarkan orang jahat ini? Sekarang ikutlah denganku ke tempat yang sepi agar tidak melibatkan keluarga yang baik ini." Lalu ia membawa Ji keluar pintu pagar dan pergi meninggalkan tempat itu. Mendengar hal ini, ibu Hu akhirnya mengetahui bagaimana menantunya mendapatkan uang tersebut lalu segera menghibur Wang dan merasa sangat terharu atas tindakannya.

Zhan membawa Ji ke dalam hutan lalu mengeluarkan pedang dan memotong lehernya. Setelah itu ia melihat sebuah jalan setapak yang berkelok-kelok dan berpikir melalui jalan ini dapat segera menuju jalan besar, maka ia berjalan melalui jalan tersebut. Kemudian ia melihat di depan terdapat tembok tinggi yang ternyata adalah bagian belakang Kuil Tong Zhen. Dengan gembira ia berpikir, "Tidak disangka ternyata lebih dekat. Kenapa aku tidak masuk dari belakang saja agar lebih cepat?" Lalu ia membungkukkan badannya dan memanjat ke atas tembok itu kemudian membalikkan tubuhnya dan turun dengan pelan-pelan. Ia berjalan masuk dengan diam-diam. Di dalam terlihat ada cahaya.

Ia berpikir, "Saat ini belum lewat waktu jaga ketiga, kenapa masih terang? Aku akan melihatnya." Kemudian ia mendorong pintu dengan tangannya, ternyata terkunci sehingga ia harus melompat ke atas tembok. Tampak bayangan seseorang di dekat jendela. Orang itu mirip dengan pendeta Taois muda Tan Yue. Tiba-tiba terdengar seorang wanita berkata, "Walaupun aku dan kamu berhasil menjalankan rencana ini, tetapi keluarga calon suamiku tidak mengetahui kakakku menggantikan diriku. Entah mereka menerimanya atau tidak." "Walaupun ia tidak menerimanya, ada ibumu yang dapat menghadapinya. Kamu tidak perlu khawatir dan banyak berpikir. Mari kita nikmati keindahan suasana malam ini bersama-sama sebelum matahari terbit," kata sang pendeta Taois. Setelah berkata demikian, ia mengajak wanita itu pergi.

"Ternyata pendeta Taois tersebut diam-diam melakukan hal yang tercela ini. Sungguh tidak sesuai dengan jalan seorang yang meninggalkan keduniawian!' pikir Zhan, "Sementara menunggu besok baru aku akan mengurusnya." Ketika baru saja ia akan pergi, terdengar wanita itu berkata, "Kamu mengatakan Guru Besar Pang ingin membunuh Bao Zheng secara diam-diam. Bagaimana hal ini bisa dilakukan?" Mendengar hal ini, Zhan seketika berjalan ke samping dan menguping pembicaraan mereka lagi.

Tan Yue berkata, "Asal kamu tahu saja, metode guruku ini sangat jitu. Sekarang ia membangun altar di taman milik Guru Besar Pang. Saat ini sudah lima hari berlalu; sampai hari ketujuh, ia pasti akan berhasil. Waktu itu ia akan menerima seribu uang perak dan aku akan mencuri uang itu. Kita akan melarikan diri ke tempat yang jauh dan hidup sebagai suami istri selamanya."

Zhan sangat kebingungan mendengar hal ini. Ia segera menuruni tembok dan masuk ke dalam aula. Ia mengikat bungkusan barang bawaannya lalu tanpa berganti pakaian dan tanpa mengucapkan salam perpisahan langsung menuju Kaifeng. Dalam waktu singkat ia tiba di tembok kota Kaifeng. Ia memanjat ke atas tembok kota dan setelah berada di atas tembok dengan aman, ia melompat turun. Setelah kakinya menyentuh tanah, ia mengeluarkan tali besar dari dalam bungkusannya dan membawanya di atas bahu kemudian langsung menuju kediaman Guru Besar Pang.

Tiba di luar tembok taman milik Pang, ia menemukan sebatang pohon kecil dan menggantungkan bungkusannya di atasnya lalu melompat masuk ke dalam taman tersebut. Tampak sebuah bangunan altar tinggi dengan lilin yang menyala dan dupa yang terbakar. Seorang pendeta Taois tua dengan rambut yang berjurai di atas bahu sedang melakukan ritual di atas altar tersebut. Zhan diam-diam berjalan ke atas altar itu. Ia menghunuskan pedangnya di belakang sang pendeta Taois.

(Bersambung)

[Untuk bab-bab berikutnya, penulis akan mempostingnya di Wattpad]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun