Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 2)

19 Juni 2016   20:25 Diperbarui: 2 Februari 2018   09:13 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 2 – DEWA KUIXING* MEMBERI TANDA MELALUI MIMPI TENTANG KELAHIRAN CALON PEJABAT YANG JUJUR

Di prefektur Luzhou kabupaten Hefei terdapat desa keluarga Bao. Di desa itu hiduplah seorang tuan tanah bernama Bao Huai, yang kaya raya, memiliki banyak ternak dan ladang, berperilaku baik dan berbudi, menaati hukum sehingga orang-orang memanggilnya sebagai “Bao yang demawan” selain ia dikenal sebagai “Hartawan Bao”.

Istrinya bernama Nyonya Zhou dan memiliki dua orang anak laki-laki. Anak pertama bernama Bao Shan, yang menikah dengan perempuan bermarga Wang dan memiliki seorang anak yang belum berusia satu bulan. Anak kedua bernama Bao Hai, yang menikah dengan perempuan bermarga Li, tetapi tidak memiliki anak. Mereka kakak beradik walaupun lahir dari ibu yang sama, tetapi berbeda sifat: kakak pertama Bao Shan jujur dan berbudi, bijaksana, suka menolong orang lain, dan istrinya Wang juga orang yang baik, taat kepada orang tua dan suami, seorang wanita yang bermoral, cantik, bertutur kata sopan, dan cermat dalam mengurus pekerjaan rumah tangga. Adiknya Bao Hai suka berkata kasar, berhati culas, dan istrinya Li juga orang yang berpembawaan tidak baik.

Satu keluarga besar Bao hidup rukun dan harmonis karena Tuan Bao mengatur keluarganya dengan baik dan kakak pertama Bao Shan selalu mengalah dalam segala hal kepada adiknya. Setiap hari mereka hidup berbahagia. Mereka bekerja bercocok tanam pada musim semi dan memanen hasilnya pada musim gugur. Mereka bukan berasal dari kalangan keluarga terpelajar, tetapi merupakan keluarga yang pekerja keras dan sederhana.

Tidak disangka, Nyonya Zhou yang sudah berusia lima puluh tahun tiba-tiba hamil lagi. Tetapi Tuan Bao sama sekali tidak bergembira. Mengapa demikian? Karena suami istri tersebut sudah berusia lanjut dan telah memiliki dua orang anak, yang masing-masing sudah menikah dan memiliki anak juga, sekarang mereka harus membesarkan anak lagi. Lebih lanjut, Nyonya Zhou sudah berusia lanjut, jika melahirkan lagi, dikhawatirkan akan mengalami kesulitan dalam melahirkan. Apalagi ia harus menyusui anak itu yang tentu saja sangat melelahkan dirinya, bagaimana mungkin dapat membesarkannya lagi? Oleh sebab itu, setiap hari Tuan Bao tidak bergembira memikirkan hal ini.

Suatu hari Tuan Bao sedang duduk sendirian di ruang belajar, tanpa sengaja kedua matanya merasa lelah dan ia terjatuh tertidur di atas meja. Samar-samar pada waktu itu muncul di tengah-tengah udara gumpalan awan yang disertai tiupan angin; tiba-tiba sekilat cahaya merah memancar dan di hadapannya muncul sosok makhluk yang mengerikan, kepalanya bertanduk, wajahnya biru dengan rambut merah, mulut sangat besar dengan gigi yang mengerikan, tangan kirinya memegang sebongkah uang perak, tangan kanannya memegang sebuah alat tulis kuas, menari-nari kemudian pergi dengan terburu-buru. Tuan Bao berteriak keras dan terbangun dari mimpinya dengan penuh ketakutan.

Tiba-tiba seorang gadis pelayan mengangkat tirai pintu, masuk ke dalam, dan melaporkan, “Tuan, selamat! Baru saja nyonya melahirkan seorang bayi laki-laki. Saya sengaja datang untuk memberitahukan tuan.”

Tuan Bao hanya menghela napas dengan ketakutan dan tidak percaya tak henti-hentinya. Ia merasa terkejut dan mendesah dengan keras, “Biarkanlah, biarkanlah! Keluarga akan sial karena melahirkan makhluk mengerikan ini.”

Ia beranjak dengan perlahan-lahan dan pergi ke belakang untuk melihat hal tersebut. Untungnya kondisi sang istri selamat. Ia bertanya beberapa kalimat, tetapi tidak melihat bayi itu, melainkan membalikkan badan kembali ke ruang belajar. Di sana pelayan merawat sang ibu dan menyelimuti bayi merah yang baru lahir itu dengan mudah.

Li istri Bao Hai diam-diam pulang ke rumahnya menemukan Bao Hai duduk di dalam rumah sedang memikirkan sesuatu. Ia berkata, “Harta keluarga yang sudah dibagi dua dengan baik akan dibagi menjadi tiga. Kamu harus memikirkan suatu cara.”

Bao Hai menjawab, “Aku juga mengkhawatirkan kejadian ini. Baru saja ayah memanggilku ke ruang belajar, memberitahuku bermimpi bertemu dengan makhluk mengerikan berwajah biru berambut merah jatuh yang dari langit dan menyebabkannya ketakutan sampai terbangun. Siapa sangka lahirlah anak ini. Aku seketika berpikir, pasti semangka di ladang sebelah timur sudah masak.”

Li berkata, “Bodoh! Jika membiarkannya berada dalam keluarga ini, anak itu pasti melakukan sesuatu yang jahat. Pepatah kuno mengatakan, siluman masuk pintu, keluarga mengalami kerugian, orang menanggung banyak penderitaan! Sekarang mengapa tidak memberitahu ayah mertua untuk membuangnya di daerah terpencil di luar kota. Bukankah ini artinya menghilangkan satu bagian harta keluarga sehingga berkurang sepertiganya. Ini disebut menembak dua burung dengan satu batu. Bagaimana pendapatmu?”

Perkataan sang istri membuat seakan-akan Bao Hai terbangun dari mimpinya. Ia segera beranjak menuju ruang belajar, menemui Tuan Bao, dan mengatakan semua pembicaraan tadi dari awal sampai akhir, tanpa menyebutkan masalah harta keluarga. Siapa sangka Tuan Bao merasa khawatir, setelah mendengar rencana Bao Shan ia menyetujuinya, “Masalah ini harus segera engkau urus, segeralah pergi. Kelak jika ditanya ibumu katakan bahwa tak lama setelah dilahirkan bayinya meninggal dunia.”

Bao Hai menjalankan perintah ayahnya. Ia berbalik menuju kamar, mengatakan bahwa bayi itu sudah meninggal lalu dengan segera membawanya keluar dengan keranjang bambu. Bayi itu dibawa sampai ke Gunung Jinping. Di sana Bao Hai menemukan satu jurang yang dalam dan terjal dengan semak belukar dan bermaksud menjatuhkan keranjang itu ke sana. Ketika ia akan mengeluarkan bayi itu dari keranjang, dari semak-semak muncul sekilat cahaya hijau, yang sebenarnya adalah seekor macan yang matanya memancarkan cahaya. Bao Hai sangat ketakutan seakan-akan jiwanya terlepas dari tubuh, dan terkencing-kencing ketika melihatnya. Ia meninggalkan keranjang yang berisi bayi itu dan melarikan diri kembali ke rumah. Terengah-engah kehabisan napas, ia tidak berpikir untuk melaporkannya kepada Tuan Bao dan kembali ke dalam rumah sendiri. Ia menjatuhkan diri ke atas tempat tidur sambil berseru: “Sangat mengerikan! Sangat mengerikan!”

Li bertanya: “Kamu kenapa seperti ini, apakah melihat hantu? Apakah siluman itu menyakitimu?” Bao Hai berusaha menenangkan dirinya dan menjawab, “Mengerikan! Mengerikan!”

Ia menceritakan dari awal sampai akhir kepada Li, “Kamu kira ini tidak menakutkan? Aku hanya bisa meninggalkan keranjang itu di sana lalu segera pulang.”

Li tertawa dan berkata, “Kamu benar-benar bagaikan ‘keranjang bambu yang diisi dengan minyak, sampai penuh untuk mengumpulkan biji wijen’ [orang lalai yang kurang perencanaan], berpikirlah lebih besar jangan berpikir kecil. Sebuah keranjang bambu bisa bernilai berapa banyak? Satu bagian harta keluarga terselamatkan bukankah berarti kebahagiaan!”

Bao Hai tertawa kecil, “Benar, ‘kekuatan luar tidak sama dengan kekuatan dalam’ [kemampuan suami tidak sebaik kecerdikan istri]. Hal ini harus berterima kasih pada perencanaanmu, istri yang baik. Anak ini sekarang pasti sudah dihabisi harimau itu.”

Siapa sangka pembicaraan mereka berdua tidak terjaga dari telinga di luar jendela. Baru saja Wang yang budiman lewat di sana. Ia mendengar semuanya dan segera kembali ke rumah. Ia berpikir hal ini sangat kejam, juga merasa khawatir dan sakit hati sehingga tanpa sadar menitikkan air mata. Ketika ia sedang menangis, kakak pertama Bao Shan datang dari luar, melihat keadaan ini, dan bertanya ada apa. Wang menceritakan hal ini satu per satu.

Bao Shan berkata, “Ternyata ada masalah seperti ini! Tidak masalah, Gunung Jinping hanya lima atau enam li [1 li = 500 meter] jaraknya. Aku akan pergi menyelamatkannya.” Setelah berkata demikian, ia segera pergi. Ketika suaminya pergi, Wang merasa khawatir macan itu akan melukai sang bayi dan takut suaminya tidak dapat menemukan adik ketiga. Dalam hati ia merasa sangat tidak tenang.

Bao dengan terburu-buru pergi ke Gunung Jinping dan melihat serumpun semak yang tebal. Ia mencari ke mana-mana, hanya menemukan sebuah keranjang bambu tergeletak di tanah, tetapi tidak menemukan adik ketiga. Kakak pertama merasa khawatir sudah terlambat dan berseru, “Gawat, kemungkinan sudah dimakan macan.”

Ia kemudian bergerak maju beberapa langkah dan melihat sekumpulan semak yang sudah layu. Terdapat sesuatu yang tebal, di atasnya merangkak seorang bayi yang masih merah, berkulit hitam, dan mengkilap. Kakak pertama sekali melihat langsung merasa gembira dan segera membuka pakaiannya untuk membungkus bayi di dalamnya, kemudian langsung kembali ke rumah sendiri dengan diam-diam.

Wang sedang berharap cemas. Ketika ia melihat suaminya pulang ke rumah, hatinya merasa tenang. Ia juga melihat adik ketiga yang diselimut telah kembali dan tidak dapat menahan kegembiraan. Ia segera melepaskan bagian luar pakaiannya, menerima bayi itu lalu menggendongnya di dadanya. Siapa yang mengira bahwa bayi itu yang berada dalam gendongan seseorang yang bajik memiliki indera yang sensitif sejak lahir lalu menggoyangkan kepalanya dengan kebingungan seakan-akan ingin menyusui. Wang kemudian memberikan puting susunya ke mulut bayi itu dan pelan-pelan menyusuinya.

Bao Shan berdiskusi dengan istrinya, “Sekarang walaupun sudah menyelamatkan adik ketiga, tetapi di rumah kita ada dua orang anak. Orang lain yang melihat bukankah akan curiga?”

Wang menjawab, “Tidak, jika bayi kita yang baru berumur satu bulan ini pindah ke tempat lain. Kita akan mencari orang untuk membesarkannya. Tubuhku hanya bisa menyusui adik ketiga. Bukankah kedua hal ini terselesaikan!”

Bao Shan bergembira mendengarnya lalu ketika ada kesempatan diam-diam membawa keluar anaknya sendiri dan mengirim ke tempat lain untuk dibesarkan. Kebetulan ada penduduk desa yang makmur dan istrinya baru saja melahirkan anak, tetapi belum satu bulan bayinya sudah meninggal dunia. Sang istri sedang dalam masa menghasilkan susu dan sekarang mendapatkan anak Bao Shan, ia merasa sangat gembira. Ini juga salah satu ketulusan hati kakak pertama dan istrinya sehingga memiliki keberuntungan ini. Jika seseorang memiliki niat baik, langit pasti menolongnya; jika seseorang berniat jahat, langit pasti menghukumnya. Demikian juga, Li telah berbuat salah terhadap anak ketiga Bao, kelak akan mendapatkan hukuman.

Dari musim semi ke musim panas, dari musim gugur ke musim dingin, waktu berjalan dengan cepat. Dalam sekejap enam tahun telah berlalu dan Bao kecil telah berusia tujuh tahun. Ia selalu menganggap kakak pertama dan kakak ipar pertama sebagai orang tuanya sendiri dan dipanggil dengan sebutan Si Hitam (Heizi). Yang paling aneh adalah, dari kecil sampai berusia tujuh tahun ia tidak pernah menangis, juga tidak pernah tersenyum. Setiap hari orang-orang melihat wajah anak itu yang cemberut itu, tidak banyak berbicara, dan juga ketika ingin mengajaknya bermain, ia juga tidak memperhatikan. Akibatnya semua orang tidak menyukai anak ini. Selain Bao Shan dan istrinya yang dengan segala cara melindungi dan memperhatikan, tidak ada yang menyayanginya.

Suatu hari Nyonya Zhou berulang tahun. Ia tidak mengundang tamu luar, namun hanya mengadakan perayaan secara keluarga saja. Wang membawa Si Hitam memberi ucapan selamat kepada ibu mertuamya. Bao Hitam berlari ke depan Nyonya Bao, berlutut, dan bersujud tiga kali. Membelai anak itu, Nyonya Zhou tersenyum gembira dan menggendongnya di dadanya lalu berkata, “Dulu aku ingat enam tahun yang lalu melahirkan seorang anak. Saat itu tidak sadarkan diri dan tidak mengetahui bagaimana bayi itu meninggal. Jika masih hidup, ia juga sebesar kamu.”

Wang ketika mendengar hal ini, melihat sekeliling tidak ada orang, seketika berlutut dan berkata, “Mohon ibu mertua memaafkan kesalahan besar saya ini. Anak ini sebenarnya ibu mertualah yang melahirkannya. Saya takut ibu mertua sudah tua dan air susu tidak cukup sehingga tidak dapat mennyusui dan membesarkannya. Oleh sebab itu, saya mengambil anak ini diam-diam dan membesarkannya di rumah sendiri, tetapi tidak berani memberitahu ibu mertua. Hari ini karena ibu mertua bertanya, saya tidak berani membunyikan keadaan sebenarnya.” Tetapi Wang sama sekali tidak menyebutkan sepatah kata pun tentang kejahatan Li.

Nyonya Zhou langsung membantu Wang untuk berdiri dan berkata, “Jika demikian, anakku berterima kasih kepada perawatan menantu perempuanku, dan juga menghilangkan kekhawatiranku. Engkau benar-benar orang berbudi satu-satunya di dunia. Tetapi satu hal, cucuku sekarang di mana?”

Wang menjawab, “Ia sekarang di tempat lain sedang dijaga pelayan.” Nyonya Zhou langsung memanggil cucunya datang. Penampilan anak itu walaupun berbeda, tetapi tingginya tidak begitu berbeda dengan anak ketiganya.

Segera Nyonya Zhou meminta suaminya datang dan semua orang diberitahukan tentang hal ini. Tuan Bao walaupun terlihat senang, tetapi teringat kejadian aneh sebelumnya tidak dapat merasa tenang.

Sejak saat itu Bao Hitam mengetahui orang tuanya yang sebenarnya, ia berubah memanggil Bao Shan dan istrinya sebagai kakak dan kakak ipar. Nyonya Zhou yang sudah tua sangat menyayangi anak itu dan mengubah namanya menjadi San Hei. Bao Shan suami istri selalu menjaganya setiap saat. Mereka berjaga-jaga jika Bao Hai dan istrinya berusaha merencanakan sesuatu yang jahat terhadap Bao kecil.

Sekejap sudah dua tahuan berlalu dan Bao Hitam sudah berusia sembilan tahun. Bao Hai masih berniat mencelakai Bao Hitam.

Suatu hari Bao Hai berkata kepada Tuan Bao, “Kita keluarga petani selalu bekerja keras dan sederhana, tidak pantas berkeliaran ke mana-mana. Kelak hanya tahu bersenang-senang, ingin makan enak tidak mau bekerja. Apakah berguna? Sekarang San Hei sudah berusia sembilan tahun dan bukan anak kecil lagi. Kita harus menyuruhnya mengikuti anak penggembala Nyonya Zhou bernama Chang Bao dan belajar menggembalakan sapi dan kambing. Pertama, ia bisa mempelajari kemampuan baru; kedua, ia tidak menganggur.”

Mendengar hal ini, Tuan Bao tidak berkata apa-apa, tetapi memberitahu istrinya bahwa San Hei hanya bersenang-senang tidak bekerja. Nyonya Zhou menyetujui dan memerintahkan pekerja Chang mengurusnya dengan perhatian khusus. Nyonya Zhou juga memerintahkan Chang Bao dengan berkata, “Setiap hari pergilah menggembalakan sapi dan kambing dan baik-baiklah membuat Tuan Ketiga tertawa dan mengajaknya bermain. Jika tidak melakukannya dengan baik, saya tidak segan-segan akan menghukummu.” Demikianlah setiap hari Bao Ketiga bersama-sama Chang Bao menggembalakan sapi dan kambing. Apakah di luar desa, di tepi sungai, ataupun di pinggiran sawah di Gunung Jinping, mereka selalu tidak lebih dari lima enam li jauhnya dari desa dan juga tidak ingin pergi jauh.

Suatu hari Bao Ketiga menghalau sapi dan kambing ke Gunung Jinping. Ia melihat sekumpulan semak dan menggembalakan sapi dan kambing ke sana. Anak-anak penggembala desa bermain satu sama lain, tetapi hanya Bao seorang yang melihat pemandangan, duduk di bawah pohon hutan, berbaring di atas sebuah batu, tetapi ia tidak bersemangat, seakan-akan dalam hati memikirkan sesuatu.

Ketika sedang beristirahat di atas batu itu, ia melihat awan hitam berkumpul dari segala arah dan kilat terjadi bersamaan. Tahu akan hujan besar, ia cepat-cepat bangkit dan berlari menuju sebuah kuil kuno yang jauh di dalam pegunungan. Sesampainya di dalam kuil itu, tiba-tiba halilintar berdentum keras, hujan tiba-tiba turun disertai angin. Bao sedang duduk bersila di depan altar dan tiba-tiba merasa ada orang di belakangnya, menyentuh pinggang Bao. Pada waktu Bao berbalik melihat, terdapat seorang wanita dengan wajah tersipu malu. Ia tampak ketakutan dan membuat orang merasa kasihan.

Bao dalam hati berpikir, “Tidak tahu wanita ini berasal dari keluarga mana melewati dan bertemu dengan hujan besar ini. Melihat keadaannya, ia pasti ketakutan karena halilintar. Jangankan wanita yang lemah lembut ini, bahkan aku sendiri mendengar suara halilintar ini juga merasa gemetar.” Ia kemudian membuka pakaiannya untuk melindungi wanita itu. Di luar suara halilintar sangat menakutkan. Kira-kira empat puluh lima menit kemudian hujan perlahan-lahan mereda dan halilintar mulai lenyap.

Tidak lama kemudian, awan menghilang, langit menjadi cerah, dan matahari bersinar terang. ketika ia berbalik, wanita itu tidak terlihat lagi. Dalam hati ia kebingungan lalu pergi dari kuil itu. Ia mencari Chang Bao dan kembali menghalau sapi dan kambing.

Baru saja tiba di desa, ia melihat Qiu Xiang, gadis pelayan kakak ipar kedua, membawa sepiring kue kering dan berkata, “Ini adalah kue yang diberikan Nyonya Kedua untuk Tuan Ketiga.” Bao melihat hal ini dan berkata, “Kembalilah, sampaikan ucapan terima kasihku kepada kakak ipar.” Ketika ingin mengambilnya untuk dimakan, jarinya terasa gatal dan kue itu terjatuh ke tanah. Baru saja ia ingin mengambilnya, tiba-tiba datang seekor anjing kurapan yang membawa pergi kue itu dengan mulutnya.

Chang Bao langsung berkata, “Sayang sekali, sepotong kue kering dimakan anjing itu. Ini adalah anjing kurapan keluargaku, tunggu aku akan mengejarnya ke rumah.” Bao menghentikan dengan berkata, “Ia sudah pergi. Jika sampai di rumah pun, pasti sudah habis dimakannya. Kita lebih penting mengurus sapi dan kambing saja.”

Sesampainya di rumah Nyonya Zhou, Chang Bao memasukkan sapi dan domba ke dalam kandang. Tiba-tiba terdengar ia berteriak dari halaman, “Gawat! Kenapa anjing kurapan itu berlumuran darah dari ketujuh lubang tubuhnya.” Nyonya Zhou bersama-sama Bao pergi ke halaman dan melihat anjing itu tergeletak di atas tanah dengan ketujuh lubang tubuhnya mengeluarkan darah.

Nyonya Zhou terkejut dan berkata, “Anjing ini pasti keracunan dan mati. Tidak tahu ia telah memakan apa?” Chang Bao berkata, “Baru saja kakak ipar kedua menyuruh Qiu Xiang mengantarkan kue untuk Tuan Ketiga, tetapi tidak sengaja kue terjatuh ke tanah, dan dimakan anjing kurapan kami.” Nyonya Zhuo dalam hati memahami hal ini dan memanggil Tuan Ketiga masuk ke dalam. Ia diam-diam berpesan, “Ketika kakak ipar kedua memberikan makanan, engkau harus berhati-hati, jangan sampai jatuh ke dalam perangkapnya.” Bao mendengarnya bukan hanya tidak percaya, tetapi juga mencela mereka mengadu domba dirinya dengan kakak dan kakak iparnya, lalu dengan marah meninggalkan rumah Nyonya Zhou.

Beberapa hari kemudian Bao melihat Qiu Xiang datang dan menyampaikan pesan yang sangat penting dari kakak ipar kedua. Bao segera mengikutinya ke rumah kakak ipar kedua. Li ketika melihatnya tersenyum dan berkata, “Qiu Xiang kemarin datang ke kebun belakang dan mendengar dari dalam sumur kering ada orang berteriak. Karena aku pergi melihat di mulut sumur, tidak sengaja penjepit rambut emasku terjatuh ke dalam sumur. Aku takut ibu mertua akan menyalahkan diriku. Jika aku menyuruh orang lain mengambil, mulut sumur juga kecil, orang itu tidak akan bisa masuk. Selain itu, juga takut hal ini terungkapkan keluar. Tidak ada yang dapat kulakukan. Oleh sebab itu, aku menyuruh Qiu Xiang segera meminta Tuan Ketiga datang.”

Ia kemudian bertanya kepada Bao, “Paman ketiga, karena tidak terlalu tinggi, engkau bisa masuk ke dalam sumur dan mengambil penjepit rambut emas itu, agar menghindari kakak ipar mendapatkan masalah. Tetapi tidak tahu apakah paman ketiga setuju pergi masuk ke dalam sumur atau tidak?” Bao menjawab, “Tidak masalah! Tunggu aku masuk ke dalam dan membantu kakak ipar mengambilkan barang itu.”

Kemudian Li menyuruh Qiu Xiang mengambil tali dan bersama-sama Bao pergi ke pinggir sumur di kebun belakang. Bao mengikatkan tali pada pinggangnya, tangannya berpegangan pada mulut sumur, kemudian meminta Li dan Qiu Xiang pelan-pelan melepaskannya. Baru saja turun setengah jalan, terdengar teriakan dari atas, “Gawat! Pegangannya terlepas!” Bao berpikir talinya lepas dan hidupnya seakan-akan dalam bahaya. Terdengar suara benda jatuh dari dalam sumur, tetapi untungnya sumur itu tidak ada air dan ia jatuh tanpa mengalami luka. Bao dalam hati baru memahami, “Ini sebabnya Nyonya Zhou berpesan kepadaku agar berhati-hati. Ternyata kakak ipar kedua memiliki niat jahat terhadapku. Tetapi sekarang aku sudah terjatuh ke dalam sumur, orang lain juga tidak tahu, bagaimana aku bisa keluar?”

Ketika merasa putus asa, melihat di depan ada sekilat cahaya. Bao dalam gelap tidak tahu harus bagaimana dan berpikir, “Mungkinkah itu penjepit rambut emas yang memancarkan cahaya?” Ia bergerak maju sedikit menggunakan tangannya, tetapi belum sempat menyentuhnya, cahaya itu juga bergerak maju. Bao terkejut dan bergerak maju lagi untuk menangkapnya. Ia semakin bergerak semakin jauh dan bergerak maju lagi juga tidak bisa mendapatkannya.

Dalam hati ia kesal, wajah berkeringat, dan berkata, “Aneh! Dalam sumur bagaimana ada lorong?” Tidak ada pilihan lain baginya selain berusaha mengejar cahaya itu. Demikianlah ia telah berjalan sampai satu li jauhnya. Tiba-tiba cahaya itu tidak bergerak lagi. Bao segera berhenti dan melihat ada sebuah cermin kuno. Ia membalikkannya dan memeriksa dengan teliti.

Dalam kegelapan ia juga tidak bisa melihat dan keluar. Ia merasakan ada udara dingin yang menembus syaraf jantungnya. Tiba-tiba di depannya ada cahaya. Ia langsung membawa pergi cermin kuno itu bersamanya dan merangkat keluar. Ketika di luar ia melihat terdapat halaman terbuka di belakang tembok yang dipisahkan dengan parit. Dalam hati ia berpikir, “Ternyata sumur kering di kebun belakang kami berhubungan dengan tempat ini. Tidak perlu aku melihatnya lagi. Untungnya aku bisa meloloskan diri dari dalam sumur kering. Lebih baik aku langsung pulang ke rumah.”

Berjalan sampai di rumah, ia sangat tidak bergembira. Ia duduk sendiri dan tampak marah kemudian pergi ke rumah Wang. Mulutnya bergumam tidak senang. Wang bertanya, “Tuan Ketiga, kamu datang dari mana? Ada masalah apa sehingga suasana hatimu tidak baik seperti ini? Apakah ada orang yang mengganggumu?” Bao menjawab, “Aku memberitahukan kakak ipar, tidak ada orang lain yang menggangguku. Ini semua karena Qiu Xiang mengatakan kakak ipar kedua memanggilku dan aku segera pergi melihat. Siapa menyangka ia menyuruhku mengambil penjepit rambut....” Demikianlah seterusnya ia menceritakan bahwa Li dengan tipuan menyuruhnya masuk ke dalam sumur kering itu. Wang mendengarnya dalam hati merasa sangat marah, tetapi ia juga tidak dapat berbuat apa-apa, selain menenangkannya dan menasehatinya agar kelak di mana pun harus berhati-hati. Bao menjawab, “Baik.” Setelah berkata demikian, dari kantong dadanya ia mengeluarkan cermin kuno untuk diberikan kepada Wang dengan berkata, “Ini kudapatkan dari dalam kegelapan sumur. Kakak ipar simpanlah dengan baik, jangan sampai hilang.”

Bao kemudian pergi. Wang sendirian duduk di kamarnya berpikir, “Adik dan adik ipar benar-benar melakukan perencanaan diam-diam yang sudah dipikirkan sebelumnya. Jangankan adik ketiga yang masih anak-anak sulit mengetahui, bahkan kami berdua suami istri juga sulit mengetahui rencana jahatnya. Kelak jika mengalami masalah lagi, bagaimana bagusnya? Bodohnya mereka berdua hanya demi kekayaan keluarga melupakan prinsip moral.” Menghela napas, ia melihat kakak pertama Bao Shan masuk dari luar. Wang memberitahukan pembicaraan tadi dan menceritakan semuanya.

Kakak pertama berkali-kali menggelengkan kepala dan berkata, “Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ini pasti adik ketiga berbuat nakal sehingga tidak sengaja jatuh ke dalam sumur kering itu. Karena diri sendiri takut mengakui kesalahan, maka membuat kebohongan ini. Jangan mendengarkannya lagi. Panggil ia sesering mungkin ke sini untuk menghindari banyak masalah.”

Kakak pertama walaupun berkata demikian sebenarnya dalam hati merasa sangat tidak tenang dan berpikir, “Masalah perbuatan adik kedua sebelumnya bukannya aku tidak tahu, tetapi aku sebagai kakak bagaimana bisa memasukkannya dalam hati. Hal ini jika diungkapkan dengan jelas, pertama akan melukai hubungan baik kakak beradik dan kedua akan menambah kecurigaan adik ipar.”

Bergumam sendiri beberapa lama, ia kemudian bertanya kepada Wang, “Aku melihat pembawaan adik ketiga berbeda dengan orang biasa dan melakukan hal-hal yang mengejutkan. Kelak pasti masa depannya luar biasa. Aku dan adik kedua sejak kecil tidak pernah belajar. Sekarang kenapa kita tidak memanggil seorang guru untuk mengajar adik ketiga. Jika langit bermurah hati, mengizinkannya bekerja sebagai pejabat, pertama akan mengubah status keluarga dan kedua akan melenyapkan pejabat yang korup. Bagaimana menurutmu?” Wang menganggukkan kepala menyetujui, “Bagus.” Kemudian berkata lagi, “Tetapi sebelumnya harus meminta izin ayah mertua dulu.” Kakak pertama berkata, “Tidak masalah, aku sendiri yang akan meyakinkan beliau.”

Keesokan harinya kakak pertama setelah selesai melakukan pekerjaannya menemui Tuan Bao dan berkata, “Saya menemui ayah, ingin membicarakan sesuatu.” Tuan Bao bertanya, “Ada masalah apa?” Kakak pertama menjawab, “Karena San Hei sama sekali tidak bekerja, lebih baik daripada menyuruhnya menggembalakan sapi dan kambing, berkeliaran di luar, dan juga belajar tidak lebih baik, kenapa tidak mengundang seorang guru untuk mengajarkannya pelajaran? Karena saya dari kecil tidak pernah belajar, tetapi bisa memperbaikinya dengan belajar satu dua hal dan melakukan pembukuan yang sulit. Namun membaca juga tidak lebih dari satu dua kata sehingga ditipu oleh orang. Sekarang mengundang seorang guru, selain mengajari San Hei beberapa buku, juga ia bisa diajarkan melakukan kaligrafi yang sulit. Lebih lanjut, San Hei setelah belajar juga dapat mengurus beberapa pengeluaran dan pemasukan dalam pembukuan.”

Tuan Bao setelah mendengar kata-kata tentang mengurus pembukuan berkata, “Benar, tapi satu hal, tidak perlu meminta guru yang terpelajar. Selama ia tidak lebih baik daripada kita, maka mengajarinya tiga tahun mengetahui beberapa tulisan, itu sudah bagus.” Kakak pertama mendengar Tuan Bao mengizinkan hal ini, dalam hati bergembira, dan segera mengundurkan diri. Ia meminta penduduk desa mencari guru yang terpelajar yang dapat membuat adik ketiga sukses kemudian hari.

Ini bukan Bao Shan tidak menuruti orang tuanya, tetapi karena melihat penampilan adik ketiga tidak seperti orang biasa yang pada akhirnya akan menyelesaikan sesuatu yang besar. Oleh sebab itu ia secara khusus meminta seorang sarjana yang terpelajar untuk mengajar karena meyakini kelak keluarga akan mendapatkan nama dan membawa kehormatan kepada leluhur.

Berita pun tersebar, orang-orang desa mendengar bahwa Hartawan Bao ingin mengundang seorang guru, siapakah yang tidak menawarkan diri. Orang-orang berdatangan menawarkan diri dari mana-mana. Siapa yang menyangka kakak pertama tidak mengundang orang yang tidak terpelajar. Kebetulan di desa tetangga terdapat seorang guru tua bernama Ning yang perilakunya lurus, pengetahuannya mendalam, namun memiliki sikap yang aneh. Ia tidak mengajar jika tiga syarat ini tida terpenuhi: ia tidak mengajar orang yang bodoh; di sekolah jika hanya ada satu orang murid, tidak boleh orang tidak berkepentingan keluar masuk; selama sepuluh tahun di sana hanya boleh guru yang meninggalkan sekolah dan tidak boleh murid meninggalkan guru. Karena tiga syarat ini, uang sekolah tidak tetap jumlahnya, oleh sebab itu tidak ada yang berani mengundangnya.

Suatu hari Bao Shan mencari tahu hal ini dan setelah mengetahuinya segera pergi menemui sang guru. Bao Shan ketika melihatnya, mengetahui bahwa ia benar-benar seorang guru yang baik. Dari wajahnya tergambar ia memiliki moralitas yang baik dan berkarakter jujur. Ketika akan mempekerjakan, ia berkata, “Tiga cara aturan Guru Besar, yang kedua dan ketiga, saya tidak berani menanyakannya, tetapi takutnya adik ketiga saya bodoh sehingga berharap guru dapat bermurah hati.” Setelah mengatakan demikian, ia segera memilih hari untuk memulai pelajaran. Pada hari itu ia mengundang guru itu dan membayar uang sekolah. Sang guru itu menerima Bao, yang datang ke ruang belajar dan memberi penghormatan kepada gurunya.

Di sekolah itu juga terdapat seorang teman bernama Bao Xing, yang berumur sama dengan Bao. Ia selain melayani sebagai pelayan yang menuangkan teh di ruang belajar, ia juga mempelajari beberapa huruf. Ini benar-benar seseorang yang berkemampuan luar biasa bertemu dengan seseorang yang baik dan menyenangkan penampilannya, sesuatu luar biasa muncul dari penampilan yang menyenangkan.

(Bersambung)

Catatan Kaki:

* Kuixing adalah rasi bintang Beruang Besar yang dipuja dalam kepercayaan masyarakat Cina kuno sebagai dewa kesusasteraan dan ujian negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun