Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 2)

19 Juni 2016   20:25 Diperbarui: 2 Februari 2018   09:13 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bao Hai menjawab, “Aku juga mengkhawatirkan kejadian ini. Baru saja ayah memanggilku ke ruang belajar, memberitahuku bermimpi bertemu dengan makhluk mengerikan berwajah biru berambut merah jatuh yang dari langit dan menyebabkannya ketakutan sampai terbangun. Siapa sangka lahirlah anak ini. Aku seketika berpikir, pasti semangka di ladang sebelah timur sudah masak.”

Li berkata, “Bodoh! Jika membiarkannya berada dalam keluarga ini, anak itu pasti melakukan sesuatu yang jahat. Pepatah kuno mengatakan, siluman masuk pintu, keluarga mengalami kerugian, orang menanggung banyak penderitaan! Sekarang mengapa tidak memberitahu ayah mertua untuk membuangnya di daerah terpencil di luar kota. Bukankah ini artinya menghilangkan satu bagian harta keluarga sehingga berkurang sepertiganya. Ini disebut menembak dua burung dengan satu batu. Bagaimana pendapatmu?”

Perkataan sang istri membuat seakan-akan Bao Hai terbangun dari mimpinya. Ia segera beranjak menuju ruang belajar, menemui Tuan Bao, dan mengatakan semua pembicaraan tadi dari awal sampai akhir, tanpa menyebutkan masalah harta keluarga. Siapa sangka Tuan Bao merasa khawatir, setelah mendengar rencana Bao Shan ia menyetujuinya, “Masalah ini harus segera engkau urus, segeralah pergi. Kelak jika ditanya ibumu katakan bahwa tak lama setelah dilahirkan bayinya meninggal dunia.”

Bao Hai menjalankan perintah ayahnya. Ia berbalik menuju kamar, mengatakan bahwa bayi itu sudah meninggal lalu dengan segera membawanya keluar dengan keranjang bambu. Bayi itu dibawa sampai ke Gunung Jinping. Di sana Bao Hai menemukan satu jurang yang dalam dan terjal dengan semak belukar dan bermaksud menjatuhkan keranjang itu ke sana. Ketika ia akan mengeluarkan bayi itu dari keranjang, dari semak-semak muncul sekilat cahaya hijau, yang sebenarnya adalah seekor macan yang matanya memancarkan cahaya. Bao Hai sangat ketakutan seakan-akan jiwanya terlepas dari tubuh, dan terkencing-kencing ketika melihatnya. Ia meninggalkan keranjang yang berisi bayi itu dan melarikan diri kembali ke rumah. Terengah-engah kehabisan napas, ia tidak berpikir untuk melaporkannya kepada Tuan Bao dan kembali ke dalam rumah sendiri. Ia menjatuhkan diri ke atas tempat tidur sambil berseru: “Sangat mengerikan! Sangat mengerikan!”

Li bertanya: “Kamu kenapa seperti ini, apakah melihat hantu? Apakah siluman itu menyakitimu?” Bao Hai berusaha menenangkan dirinya dan menjawab, “Mengerikan! Mengerikan!”

Ia menceritakan dari awal sampai akhir kepada Li, “Kamu kira ini tidak menakutkan? Aku hanya bisa meninggalkan keranjang itu di sana lalu segera pulang.”

Li tertawa dan berkata, “Kamu benar-benar bagaikan ‘keranjang bambu yang diisi dengan minyak, sampai penuh untuk mengumpulkan biji wijen’ [orang lalai yang kurang perencanaan], berpikirlah lebih besar jangan berpikir kecil. Sebuah keranjang bambu bisa bernilai berapa banyak? Satu bagian harta keluarga terselamatkan bukankah berarti kebahagiaan!”

Bao Hai tertawa kecil, “Benar, ‘kekuatan luar tidak sama dengan kekuatan dalam’ [kemampuan suami tidak sebaik kecerdikan istri]. Hal ini harus berterima kasih pada perencanaanmu, istri yang baik. Anak ini sekarang pasti sudah dihabisi harimau itu.”

Siapa sangka pembicaraan mereka berdua tidak terjaga dari telinga di luar jendela. Baru saja Wang yang budiman lewat di sana. Ia mendengar semuanya dan segera kembali ke rumah. Ia berpikir hal ini sangat kejam, juga merasa khawatir dan sakit hati sehingga tanpa sadar menitikkan air mata. Ketika ia sedang menangis, kakak pertama Bao Shan datang dari luar, melihat keadaan ini, dan bertanya ada apa. Wang menceritakan hal ini satu per satu.

Bao Shan berkata, “Ternyata ada masalah seperti ini! Tidak masalah, Gunung Jinping hanya lima atau enam li [1 li = 500 meter] jaraknya. Aku akan pergi menyelamatkannya.” Setelah berkata demikian, ia segera pergi. Ketika suaminya pergi, Wang merasa khawatir macan itu akan melukai sang bayi dan takut suaminya tidak dapat menemukan adik ketiga. Dalam hati ia merasa sangat tidak tenang.

Bao dengan terburu-buru pergi ke Gunung Jinping dan melihat serumpun semak yang tebal. Ia mencari ke mana-mana, hanya menemukan sebuah keranjang bambu tergeletak di tanah, tetapi tidak menemukan adik ketiga. Kakak pertama merasa khawatir sudah terlambat dan berseru, “Gawat, kemungkinan sudah dimakan macan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun