Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dhammacakkappavattana Sutta: Ajaran Pertama Sang Buddha (bagian 2)

20 Juli 2011   13:30 Diperbarui: 31 Juli 2016   21:23 3884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai kebahagiaan, Nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi. Dalam Bahuvedaniya Sutta (Majjhima Nikaya 59), Sang Buddha menguraikan tentang berbagai jenis kebahagiaan yang dapat dicapai dalam kehidupan ini, dari kebahagiaan yang timbul dari kesenangan indera sampai dengan berbagai jenis kebahagiaan yang timbul dari pencapaian meditasi (jhana). Melampaui berbagai jenis kebahagiaan ini, terdapat kebahagiaan yang dicapai dengan berhentinya persepsi dan perasaan, yaitu ketika seseorang mencapai Nibbana.

Mungkin timbul pertanyaan: Bagaimanakah Nibbana disebut kebahagiaan jika tidak dapat dirasakan dengan perasaan? Hal ini dijawab dalam teks sutta tersebut sebagai berikut: "Teman-teman, Sang Bhagavā menggambarkan kebahagiaan bukan hanya dengan merujuk pada perasaan menyenangkan; akan tetapi, teman-teman, Sang Tathāgata menggambarkan segala jenis kebahagiaan dimanapun dan dalam cara apapun kebahagiaan itu ditemukan."

Segala sesuatu yang dialami oleh indera dan dirasakan melalui perasaan adalah penderitaan karena seseorang yang menderita ingin menjadi bahagia dan yang bahagia ingin menjadi lebih bahagia. Dengan demikian, tidak akan pernah terpuaskan kebahagiaan yang tidak kekal, bergantung pada kondisi-kondisi, seperti ini. Oleh sebab itu, dikatakan dalam Dhammapada syair 204 bahwa Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi (Nibbānam paramam sukham).

Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan

Untuk mencapai akhir penderitaan, diperlukan suatu jalan atau cara yang dapat membawa pada pelenyapan penderitaan tersebut. Inilah yang dijelaskan sebagai Kebenaran Mulia keempat dan terakhir, yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan yang telah dibahas pada bagian di atas (bagian 1 dari tulisan ini).

Pemahaman terhadap Empat Kebenaran Mulia ini dapat digunakan sebagai objek meditasi untuk mengembangkan perhatian benar seperti yang dijelaskan dalam Mahasatipatthana Sutta berikut ini:

"Kemudian, para bhikkhu, seorang bhikkhu berdiam merenungkan objek-objek pikiran sehubungan dengan Empat Kebenaran Mulia. Bagaimanakah ia melakukannya? Di sini, seorang bhikkhu mengetahui sebagaimana adanya: 'Ini adalah penderitaan'; ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Ini adalah asal-mula penderitaan'; ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Ini adalah lenyapnya penderitaan'; ia mengetahui sebagaimana adanya: 'Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.'

Demikianlah ia berdiam merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran secara internal, merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran secara eksternal, berdiam merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran secara internal dan eksternal. Ia berdiam merenungkan munculnya fenomena dalam objek-objek pikiran, merenungkan lenyapnya fenomena dalam objek-objek pikiran, ia berdiam merenungkan muncul dan lenyapnya fenomena dalam objek-objek pikiran. Atau, penuh perhatian bahwa 'ada objek-objek pikiran' muncul dalam dirinya hanya sejauh yang diperlukan bagi pengetahuan dan kesadaran. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apa pun di dunia ini. Dan itu, para bhikkhu, adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-objek pikiran sehubungan dengan Empat Kebenaran Mulia."

Pengetahuan Intuitif Sejati atas Empat Kebenaran Mulia

Dengan pengembangan Jalan Mulia Berunsur Delapan, seorang praktisi akan memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang Empat Kebenaran Mulia yang dapat digunakan untuk menghancurkan kekotoran batin dan mencapai Penerangan Sempurna seperti yang dikatakan Sang Buddha dalam kotbah pertama-Nya ini:

"Ketika, O para bhikkhu, pengetahuan intuitif sejati yang mutlak tentang Empat Kebenaran Mulia ini dalam tiga aspeknya dan dua belas caranya caranya menjadi sepenuhnya jelas bagi-Ku, maka hanya dengan demikian Aku menyatakan di dunia ini termasuk para dewa, Māra, dan Brahma, dan di antara kumpulan para pertapa, dewa, dan manusia, bahwa Aku telah memperoleh Penerangan Sempurna yang tiada bandingnya."

Pengetahuan atas Empat Kebenaran Mulia ini dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu pengetahuan bahwa inilah Kebenaran Mulia (sacca ñāna), pengetahuan bahwa fungsi tertentu dari Kebenaran Mulia yang seharusnya dilakukan (kicca ñāna), dan pengetahuan bahwa fungsi tertentu dari Kebenaran Mulia yang telah dilakukan (kata ñāna). Karena terdapat empat Kebenaran Mulia dengan masing-masing tiga aspek pengetahuannya, maka secara keseluruhan ada dua belas pengetahuan atas Kebenaran Mulia ini.

Kebenaran Mulia tentang Penderitaan adalah untuk dipahami, bukan hanya dipahami secara teoritis, tetapi juga secara praktek melalui pengembangan pandangan benar sehingga kita memahami hakekat kehidupan ini sebagaimana adanya. Ketika dalam praktek meditasi Pandangan Terang (vipassana), seseorang mengetahui bahwa kelahiran, usia tua, sakit, kematian, dan seterusnya adalah penderitaan, inilah yang disebut pengetahuan atas Kebenaran Mulia tentang Penderitaan (sacca ñāna). Saat menyadari bahwa Kebenaran Mulia tentang Penderitaan ini seharusnya diketahui dan dipahami, inilah yang disebut pengetahuan bahwa Kebenaran Mulia tentang Penderitaan seharusnya diketahui (kicca ñāna). Ketika mengetahui melalui pengingatan kembali bahwa Kebenaran Mulia tentang Penderitaan telah sepenuhnya dipahami dengan benar, inilah pengetahuan bahwa Kebenaran Mulia tentang Penderitaan ini telah diketahui (kata ñāna).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun