Berdasarkan informasi dari petugas dinas sosial daerah setempat, data terakhir tahun 2015 menyatakan ada 11 orang dalam 9 KK warga dusun itu yang menderita gangguan kejiwaan.
Meski data itu berbeda dengan keterangan warga, dimana menurut mereka hanya ada 7 orang yang terkena.
Rata-rata warga yang terkena menunjukkan gejala secara mendadak. Mental dan perilakunya berubah menjadi tidak normal. Menjadi sering bicara sendiri dan ngawur. Tidak lagi peduli dengan kebersihan diri sendiri. Ada juga yang jalan-jalan keluyuran tak tentu arah, dan jika merasa terganggu bisa mengamuk.
"Pernah ada dua yang dipasung dalam sebuah kamar di belakang rumahnya. Karena mereka suka keluyuran dan mengamuk. Tapi karena kemudian pemasungan dilarang, maka dibiarkan berkeliaran sampai akhirnya meninggal karena sakit," kata Reynold.
Apakah telah diketahui penyebabnya?
Hingga saat ini warga sendiri tidak tahu. Dan memang belum pernah dilakukan penelitian ilmiah yang mendalam atas kasus yang terbilang tidak wajar ini. Yang pernah dilakukan hanya pemeriksaan air bersih yang dipakai warga, oleh instansi terkait daerah setempat.
"Kami tidak tahu kenapa ini bisa terjadi. Yang pernah diteliti pihak dinas kesehatan dari kampung kami ini hanya air bersih yang sehari-hari kami konsumsi, hasilnya tidak ada masalah. Tapi beberapa waktu lalu atas permintaan kami, pemerintah daerah sudah setuju akan membangun sarana MCK (mandi, cuci, kakus) di dusun ini, lahannya sudah kami berikan. Sejak dulu kami memang mengandalkan sungai untuk keperluan MCK," ucap Reynold.
Kepala Desa setempat, Tohom Hutabarat juga membenarkan terjadinya fenomena aneh di dusun itu. Namun keluarga para penderita tidak dapat berbuat banyak. Mereka tidak mampu memberikan pengobatan atau rehabilitasi secara berkesinambungan.
"Kondisinya memang seperti itu. Tapi apa boleh buat, keadaan (ekonomi keluarga) yang membuat mereka tidak sanggup merehabilitasinya," kata Tohom.
Ingin Gelar Ritual "Martonggo"
Sesungguhnya ada pergumulan batin yang amat besar di balik fenomena psikologis yang tengah mendera warga. Mereka ingin "martonggo" atau menggelar ritual doa agar kelak jangan ada lagi warga yang mengalami gangguan jiwa.