"Memangnya orangtuamu kaya?"
"Tidak! Ya, seperti orang kebanyakan, hanya petani."
"Kalau petani kok bisa membelikan kalung sebagus itu?"
"Kan pemberian eyangku. Aku ini satu-satunya cucu perempuan. Jadi
mendapat warisan ini," jawabku.
Mereka memintaku melepas kalung dan mereka mencoba bergantian. Aduh tingkahnya aneh-aneh saja. Aku hanya tersenyum melihat mereka dan mengajak mereka untuk kembali bekerja.
"Kupinjam, ya, dengan sedikit paksa."
Boleh saja. Tapi kalau sudah, nanti kembalikan padaku."
Pekerjaan sudah selesai dan matahari sudah tepat di tengah, tanda waktu menunjukkan pukul 12.00 siang. Aku pun meminta kalungku agar dikembalikan, tapi mereka menolak. Bui memang melepaskan kalung itu. Tapi bukannya mengembalikannya padaku, dia melemparkan kalungku ke arah Sekung, lalu dari Sekung dilempar kepada Rungkut sambil mengoda dan mengejek.
Namun ketika Rungkut melempar ke arah kakaknya, secepat kilat aku menangkap kalungku. Mereka sama sekali tidak menyangka kalau aku segesit itu menangkap sambil melompat, bahkan Rungkut terjungkal karena terkena hantaman tubuhku.
Setelah kalung berada di tanganku mereka merasa jengkel dan hendak