"Ya sekarang engkau mesti melaksanakan perutusanmu dari Sang Hyang
Widhi sendiri."
"Mulailah menjadi tanda, terang dan garam di padepokan ini."
"Kehadiranmu harus dirasakan bedanya bagi seluruh warga di sini."
"Semoga, Mpu, hamba mohon restu."
"Ya, semoga ketulusanmu berjuang seperti ketulusan romomu."
"Di sini sebentar lagi perutusanmu akan dimulai. Waspadalah."
"Baik, Eyang Mpu," jawabku.
Maha Mpu Barada memang sering tahu sebelum winarah, tahu sebelum kejadian itu terjadi. Maka akan kuperhatikan nasihatnya. Mpu Barada juga berkata bahwa aku harus segera pulang ke padepokannya.
Sebelumnya aku berniat pergi ke kebun setelah keluar dari padepokan tengah, karena saat ini saatnya panen kacang dan jagung. Selain berolahraga, aku juga senang berkebun. Di sana aku dapat menghirup banyak oksigen karena setiap dedaunan adalah gudangnya oksigen, gudang kehidupan yang sangat baik untuk kelancaran darah dalam tubuh dan otak.
Sebelum aku berangkat ke kebun kudengar ada yang tidak beres. Aku mencintai perdamaian, namun hatiku serasa tercabik manakala kedamaian itu diporakporandakan oleh ketidakjujuran dan pengkhianatan.