Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 28 Perutusan Misi Jiwa Kelana (1)

11 Agustus 2021   10:59 Diperbarui: 11 Agustus 2021   13:33 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cukup lama kami berbincang-bincang dengan Pak Karmo dan Mbok Sinah. Kebetulan malam itu bulan sedang purnama, sehingga kami pun asyik menikmati malam dan tidak ingin cepat-cepat tidur. Hati dan pikiranku melayang ke istana. Ketika bulan sedang purnama seperti ini biasanya kami mengobrol di pendopo keputren dan saling bertukar cerita.

Kira-kira pukul sepuluh lewat kami pamit untuk tidur. Rumah yang sederhana ini terasa nyaman dan damai karena penghuninya hidup apa adanya, damai dan menerima setiap orang dengan penuh rasa persaudaraan. Sejenak aku hening dalam samadi, mungkin satu jam waktu malam itu kugunakan untuk bersamadi.

 Meskipun telah menempuh perjalanan panjang, anehnya badanku terasa ringan tanpa beban kekelahan. Rupanya hati yang gembira memang merupakan obat yang mujarab untuk menyembuhkan segala kelelahan fisik.

Kudengar napas teratur Sekar Kinasih yang sudah terlelap. Setelah menutup samadi dengan doa pamungkas, kubujurkan tubuhku dan bersiap untuk beristirahat malam.

"Sang Hyang Widhi, ke dalam asta-Mu kuserahkan hidupku," demikian doa batinku berserah dan aku pun jatuh ke alam tidur.

Karena badanku tadi malam tidak terasa lelah, pagi ini aku bisa bangun dengan normal sebelum ayam berkokok. Kubasuh mukaku ke pakiwan, sebutan untuk kamar mandi di desa. Ketika aku memasuki dapur, Mbok Sinah sedang merebus air dan ketela pohon untuk sarapan pagi.

"Aduh, Mbok, aku kesiangan, ya," ujarku.

"Tidak, kok, Ning, Mbok sudah terbiasa bangun jam tiga.

Ndak tahu, ya, kalau sudah jam tiga tidak bisa tidur lagi.

Mungkin sudah tua, ya, jadinya jam tidurnya juga berkurang," ujarnya.

"Oh, begitu, ya, Mbok. Baik juga, Mbok bangun jam tiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun