Tahukah anda tentang kalsitonin serta metode ECLIA-CT dan RIA-CT? Saya akan membahas tentang kalsitonin serta metode ECLIA dan RIA, silahkan membaca.
 Kalsitonin (CT) merupakan indikator untuk diagnosis awal dan pemantauan pasien dengan karsinoma tiroid meduler residual atau berulang (MTC). CT sendiri merupakan senyawa kimia peptida monomer 32-asam amino yang disekresikan dari sel parafollicular (sel C) kelenjar tiroid, dan diukur sebagai penanda klinis karsinoma tiroid meduler (MTC), keganasan yang berasal dari sel C tiroid. CT juga digunakan untuk mengobati hiperkalsemia, karena penghambatan resorpsi tulang dan peningkatan ekskresi kalsium ginjal.Â
CT sendiri, dianggap sebagai instrumen dan indikator penting dalam medis, hal ini karena CT dianggap sebagai penanda untuk diagnosis praoperasi dan manajemen pascaoperasi MTC, sehingga tidak heran apabila akurasi pengukuran CT diperlukan saat mengukur level CT. Pada tahun 1962 CT ini didapati untuk zat yang bisa mengurangi konsentrasi kalsium serum.Â
Sedangkan pada tahun 1970-an RIA ini ditingkatkan agar bisa mengukur kadar CT yang ada pada manusia. Pada penelitian mereka juga menelusuiri peningkatan RIA-CT pada sejumlah pasien non-MTC dengan tiroidektomi pasca-total walaupun ECLIA-CT ini tidak terdeteksi.Â
Sejumlah 348 sampel serum yang dari 334 pasien, ada beberapa sampel dari seorang pasien yang tersedia yang sampel paling pertama yang akan digunakan untuk menganalisi korelasi dengan data klinis.Â
Informasi klinis pasien yatu usia, jenis kelamin, diagnosis patologis dan klini, data laboratrium, riwayat terapi bedah, dan perawatan klinis yang pernah dialami, itu dikumpulkan dari catatan medis.Â
Populasi penelitian sudah termasuk pasien yang memiliki penyakit tiroid atau juga penyakir paratiroin, serta pasien yang mengalami peningkatan kadar ProCTnya.Â
Saya membuat artikel ini sebagai mahasiswa fakultas Bioteknologi dengan melihat artikel jurnal yang berisi tentang informasi yang saya akan tulis disini. Kalau anda ingin mengetahui lebih dalam, silahkan untuk membaca artikel ini sampai terakhir.Â
Di negara yang lebih maju seperti Jepang, serum CT telah diukur dengan radioimmunoassay (RIA) sampai saat ini. Kemudian beberapa tahun yang sudah lewat electrochemiluminescence immunoassay (ECLIA) tersedia secara komersial pada tahun 2014, dan teknik ini sekarang menjadi satu-satunya metode yang digunakan untuk memeriksa konsentrasi CT di laboratorium umum, tanpa memerlukan fasilitas proteksi radiasi, dan untuk memeriksa konsentrasi CT lebih cepat dari sebelumnya.Â
Tentu saja kedua metode ini, RIA-CT DAN ECLIA-CT memiliki karakteristik masing-masing dan tentu saja mengarahkan pada hasil dan akurasi masing-masing, belum banyak ulasan yang membahas perbandingan dari kedua metode ini maupun yang secara khusus mengulas metode ECLIA-CT.Â
Padahal hasil perbandingan dan pembahasan yang spesifik terhadap hasil metode RIA-CT DAN ECLIA-CT dapat memberikan pertimbangan yang lebih baik terhadap akurasi pengukuran CT, sebagai suatu instrumen dan indikator penting.Â
Korelasi ECLIA-CT dan RIA-CTÂ
Sekarang kita akan membahas tentang korelasi antara ECLIA-CT dan RIA-CT, jangan lupa membaca sampai habis.
 Penelitian oleh ito dkk dilakukan untuk menyelidiki korelasi antara konsentrasi CT yang diukur dengan ECLIA dan RIA serta untuk mengeksplorasi karakteristik klinis pasien dengan peningkatan ECLIA-CT. Ada perbedaan ECLIA-CT dan RIA-CT antara pria dan wanita, hal tersebut dilihat pada para pasien yang non-MTC.Â
Penelitian yang dilakukan ini menemukan bahwa ada korelasi yang relevan (koefisien korelasi peringkat Spearman [RS] = 0,373, p < 0,001) antara ECLIA-CT dan RIA-CT pada 348 sampel. Ketika sampel dengan CT >150 pg/mL yang diukur dengan ECLIA dan RIA dianalisis (N = 11), korelasi ini diperkuat (RS = 0,991, p < 0,001).Â
Sebaliknya, ketika 11 sampel ini dikeluarkan (N =337), maka korelasinya melemah (RS = 0,299, p < 0,001). Penelitian ini juga menemukan korelasi yang relevan antara ECLIA-CT dan RIA-CT.Â
Namun, korelasi ini melemah ketika sampel dengan CT > 150 pg/mL diukur dengan ECLIA sedangkan pada RIA tidak termasuk, maka membuktikan kecocokan antara dua tes.
 Percobaan NonparametrikÂ
Apakah anda mengetahui tentang percobaan nonparametrik dalam korelasi ECLIA-CT? Mari membaca artikel ini agar anda bisa mengetahui.Â
Ito dkk mengatakan pada regresi sumbu mayor standar dipakai agar bisa memnetukan persamaan regresi antara ECLIA-CT dan RIA-CT dan juga bisa ditung dengan memakai program yang difasilitasi oleh Japanese Society of Clinical Chemistry yaitu Excel dengan versi 3.5.Â
Percobaan nonparametrik ini dipakai untuk menyelidiki korelasi antar ECLIA-CT dan pada variabel kontinu serta untuk membandingkan ECLIA-CT pada golongan temuan klinis dan juga laboratorium.Â
Sampel serum pasien yang memiliki MTC atau tumor neuroendokrin, dan juga sampel sesudah seluruh tiroidektomi dikeluarkan. TRAb, TgAb, dan TPOAb digolongkan jadi dua kelompok yaitu menurut titer dan positif atau negatif.Â
Pada PTH utuh, kalsium serum dan tiroglobulin digolongkan dalam empat kelompok sesuai kuartilnya. eGFR digolongkan dalam empat kelompok yang berdasarkan kategori dari GFR dalam pengantar pemyakit ginjal kronis yaitu <30, 30-59, 60-89, dan 90 mL/min/1,73 m2 .Â
Agar bisa membuktikan variabel yang terikat dengan ECLIA-CT 0,500 pg/mL, untuk menganalisis regresi logistik dilakukan dengan memakai variabel golongan.Â
Maka dikarenakan ECLIA-CT tidak ditemukan pada lebih dari setengah dari jumlah seluruh sampel, dan juga dinyatakan ternya ada beberapa kasus yang ECLIA-Ctnya juga berada pada atas rentang referensi yang ada. Maka dari itu ECLIA-CT ini akhirnya dibagi menjadi dua golongan yaitu berupa ECLIA-CT yang terdeteksi dengan rentang 0,500 pg/mL dan juga ECLIA-CT yang tidak ditemukan 0,500 pg/mL.Â
Pada seluruh analisis dibuktikan bahwa nilai p <0,05 dianggap nilai yang relevan sebagai statistik. Bilangan yang berada dibawah atau diatas rentang dalam pengukuran maka dihitung berupa nilai batas. Contohnya nilai CT <0,500 pg/mL yang dianggap dengan nilai 0,500 pg/mL.Â
Dibawah ini merupakan gambar grafik korelasi antara ECLIA-CT dan RIA-CT sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas.
KesimpulanArtikel ini disimpulkan bahwa yang mempunyai tingkat korelasi yang baik yaitu metode RIA-CT, akan tetapi bukan karena ECLIA-CT tidak memilii korelasi yang baik namun metode ini lebih khusus dalam mengukur kadar CT dan yang terpenting pada pasien yang non-MTC sesudah tiroidektomi total. Pada kasus ini juga ECLIA tidak bisa mendeteksi kadar CT pada serum pasien dikarenakan dengan secara klinis tidak mempunyai MTC.Â
Daftar Pustaka
Copp DH, Cheney B. 1962. Calcitonin-a hormone from the parathyroid which lowers the calcium-level of the blood. Nature. 193: 381--382.
Ito Y, Kaneko H, Sasaki Y, Ohana N, Ichijo M, Furuya F, Suzuki S, Shimura H. 2020. Calcitonin levels by ECLIA correlate well with RIA values in higher range but are a ected by sex, TgAb, and renal function in lower range. Endocrine Journal. 67 (7): 759-770.Â
Kihara M, Miyauchi A, Kudo T, Hirokawa M, Miya A. 2016. Reference values of serum calcitonin with calcium stimulation tests by electrochemiluminescence immunoas say before/after total thyroidectomy in Japanese patients with thyroid diseases other than medullary thyroid carcinoma. Endocr Journal. 63: 627--632.Â
Kratzsch J, Petzold A, Raue F, Reinhardt W, Brocker Preuss M. 2011. Basal and stimulated calcitonin and procalcitonin by various assays in patients with and without medullary thyroid cancer. Clin Chem. 57: 467-- 474
Matsuo S, Imai E, Horio M, Yasuda Y, Tomita K. 2009. Revised equations for estimated GFR from serum creatinine in Japan. 53: 982-992.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H