Mohon tunggu...
Cerpen

Seharian, Penjual Cilok, dan Cita-cita Basi

26 November 2018   20:05 Diperbarui: 26 November 2018   23:13 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pm: oh belum.. baru.. katanya juga masih kontrak..

Pm: kamu pengurus?!

P: rencananya.. masih cari rekomendasi..

Pm: kamu suka politik?

P: berharap pada politik

Pm: oh jadi politik itu obat yang manjur ya?

P: paling tidak, faktanya ya.. negara maju yang makmur ekonominya.. karena politiknya     juga maju..

Pm: itu pandanganmu.. kau masih bau kencur.. tak tahu apa itu politik.. 

Sontak wajah Parto berubah.. tapi gerakan penjual mie itu yang mengibas-ngibaskan plastik lalu memasukkan isi mie bungkus itu, sejumput sayuran, telur.. membuatnya tidak terlalu berusaha menerjemahkan perasaannya melalui tatapan si penjual mie.. begitu pula penjual mie itu terlalu sigap.. lihai dan unik melaksanakan tugasnya.. semua rasa seperti menguap.. 

Ketika kedua tangannya dijenjangkannya di hadapan Parto setelah beres dan menutup kembali panci tempat rebusan plastik itu, penjual mie itu mulai menatap wajah Parto, sesekali tangan kirinya membetulkan letak tempat saus, kecap, dan merica di dekat Parto duduk. Kembali penjual mie itu menjenjangkan kedua tangannya.. lurus..

Pm: oya menurutmu.. apalah politik itu.. apa yang terpenting dalam politik itu..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun