"Sekolah kristen itu kan?"
"Iya betul ustad."
"Lupakan saja sekolah itu! Sok suci amat Si Benedictus itu. Memangnya dengan berlaku seperti itu bisa mengantarkan dia masuk surga apa?" setengah menahan emosi dia yang dipanggil ustad melanjutkan, "Baca syahadat dulu, baru bisa masuk surga, benar nggak Bu Inayah?!"
"Hm, ehm, betul Ustad." tampak grogi mendengar pertanyaan itu dan tetap menunduk.
"Mungkin tidak masalah jika SMP Saint Lucia tidak menandataganinya ustad. Lagi pula hanya satu sekolah yang tidak sepakat."
"Tidak bisa. Saya tidak ingin kejadian tahun kemarin terulang. Gara-gara sekolah kafir itu anak murid saya lima orang tidak lulus. Bayangkan bu, lima orang!"
"Saya pikir itu kesalahan anak-anaknya Pa, yang terlalu mengandalkan bentuan. Mereka terlalu angkuh, bahkan sampai tidak belajar sama sekali."
"Ah, sudahlah bu! Kalau tidak mengerti dunia pendidikan di kota ini, diam saja!"
***
Setahun sebelumnya...
Suasana ruangan itu menjadi tegang. Para pria berdasi dan para perempuan berkerudung. Hanya tiga orang perempuan yang tidak berkerudung. Mereka tampak menunjukkan wajah sinis dan curiga. Tidak semua. Tetapi sebagian besar. Pandangan sinis tampak menuju ke satu titik. Dan satu titik itu adalah satu pria dan tiga perempuan yang tidak mengenakan kerudung tadi."Mereka bertiga berbuat curang Pa!