Mohon tunggu...
Dwi Septiyana
Dwi Septiyana Mohon Tunggu... Guru - Pegiat literasi dan penikmat langit malam

Pegiat literasi dan penikmat langit malam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saint Lucia

19 Maret 2016   12:25 Diperbarui: 31 Oktober 2021   23:27 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salam kedua terdengar syahdu, menandakan sholat berjamaah telah usai. Setiap subuh speaker di masjid selalu mengumandangkan adzan dan semua kegiatan sholat berjamaah dari awal sampai akhir. Ya, karena dewan masjid di kompleks itu men-setting suaranya agar keluar dari speaker luar masjid.

Sesekali kokok ayam masih bersahutan di kejauhan seakan memberi peringatan kepada orang yang masih berselimut agar segera bangun dan menunaikan kewajibannya. Tak cukup penanda alam yang indah dan damai untuk memperingatkan mereka yang lalai. Terkadang alam harus lebih keras memperingatkan manusia agar segera tersadar akan kewajibannya. Tak heran bila bencana semakin sering terjadi akhir-akhir ini: banjur, longsor, angin puting beliung, musim yang semakin tak menentu dan wabah penyakit.

Sesosok pria paruh baya, bersorban, ber-kopiah putih masih bersila di mihrab, khusyuk menyelesaikan wirid sehabis subuh. Kesolehannya yang terkenal di kompleks itu membuatnya menjadi imam masjid setiap sholat 5 waktu. Di belakangnya masih belum beranjak sebanyak 3 shaf **) yang turut larut melantunkan wirid dan sholawat yang terdengar syahdu. Beberapa jama'ah tampak tak sadar meneteskan air mata.

Tepat tatkala matahari mulai menyembulkan dirinya di ufuk timur, para jama'ah kembali ke rumahnya masing-masing. Seorang jama'ah mendekati sesosok bersorban itu bersalaman dan mencium punggung tangannya. Mereka berdua berbincang sembari berjalan meninggalkan masjid. Sesekali diselingi tawa ringan yang dihiasi senyuman. Beberapa jama'ah lainnya mendekati pria separuh baya itu, dan melakukan hal yang sama.

***

Hiruk pikuk perkotaan semakin terasa. Kendaraan roda dua dan roda empat berlari sekencang mungkin. Mungkin jalanan sudah dianggap sebagai arena balap paling bergengsi di kalangan pekerja kantoran, Kota B yang terkenal dengan hutan pinusnya menjadi sangat bising ketika waktu merangak wanci murag ciibun*). Sangat sulit dibayangkan daerah cekungan ini begitu penuh dengan beton dan puluhan ribu kendaraan yang pada waktu bersamaan berjejal di jalanan. Polusi udara yang keluar tak akan bisa tersapu angin ke arah pantai, karena daerah cekungan berbentuk seperti mangkuk, sehingga polusi udara akan terkumpul di satu titik, tepat di atas kota B.

"Asalamu 'alaikum, ustad Nurhadi."

"Alaikumus salam!" sembari tersenyum orang yang dipanggil ustad itu membalas. "Bagaimana kabar pagi ini Bu Inayah?"

"Baik Pak, sangat baik, Alhamdulillah." membalas pertanyaan dengan menundukkan pandangan.

"Persiapan ujian akhir, rapat koordinasi dengan seluruh sekolah di Rayon C ada perkembangan terbaru?"

"Berjalan lancar ustad. Hanya ada satu sekolah yang belum sepakat dan tidak menandatangani nota kesepahaman."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun