BUNYI DAN MAKNA PADA ESSAI DALAM PUISI
“INSPIRASI TANPA API” KARYA TRI BUDHI SASTRIO
Mohammad Saleh 1), Tri Budhi Sastrio2)
Universitas Dr. Soetomo Surabaya
Email: 1)Shalehmoh10@gmail.com, 2) tribudhis@yahoo.com
ABSTRACT
Literature, especially poetry, continues to have its own charm with developments so that poets or writers continue to be born from time to time. The purpose of this study is to describe the sound and meaning of the essay in the poem "Inspiration Without Fire" by Tri Budhi Sastrio.
This research is classified as a qualitative research with a qualitative descriptive approach. The research data used is the sound and meaning of the essay in the poem. Instruments in the study consisted of the main instrument and supporting instruments. The research procedure was carried out with three stages of procedures, namely (1) the preparation stage, (2) the implementation stage, and (3) the completion stage.
The results showed that the sounds in the three poems by Tri Budhi Satri have a rhythm where each stanza has a rhyme. this is a unique value and its own attraction. Kakafoni and Efoni are both found in the three poems that show harmonious and disharmonious sounds.
The general meaning of the three poems analyzed shows a meaning in the form of the abundant wealth of the archipelago; both in terms of natural resources, culture, social, heroes or literature in the poet. However, all of this cannot be fully enjoyed by the Indonesian people because of the large number of irresponsible people, be it foreigners or natives who are called corruptors.
Keyword : Sounds, Meanings, Essays and Poetry
ABSTRAK
Sastra khususnya puisi terus memiliki daya tarik tersendiri dengan perkembangan sehingga pujangga ataupun sastrawan terus lahir dari mas ke masa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bunyi dan makna pada essai dalam puisi “Inspirasi Tanpa Api” karya Tri Budhi Sastrio.
Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Data penelitian yang digunakan adalah bunyi dan makna pada essai dalam puisi tersebut. Instrument dalam penelitian terdiri dari instrument utama dan istrumen pendukung.. Adapun prosedurnya penelitian dilakukan dengan tiga tahap prosedur yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bunyi pada ketiga puisi karya Tri Budhi Satri memiliki irama dimana pada setiap baitnya memiliki sajak. hal ini menjadi nilai unik dan daya tarik tersendiri. Kakafoni dan Efoni sama-sama terdapat dalam tiga puisi tersbeut yang menunjukkan bunyi yang harmonis dan tidak harmonis.
Adapun makna secara umum ketiga puisi yagn dianalisi menunjuukkan sebuah makna berupa kekayaan nusantara yang sangat melimpah ruah; baik dari segi sumber daya alam, budaya, sosial, pahlawan ataupun sastra dlaam pujangga. Namun semua itu tidak dapat seutuhnya dinikmati oleh bangsa Indonesia karena banyaknya orang yang tidak bertanggung jawab, baik itu orang asing ataupun orang pribumi yang disebut dengan koruptor.
Kata Kunci : Bunyi, Makna, Essai dan Puisi
PENDAHULUAN
Sastra adalah bagian dari kehidupan manusia dimana wujud keberadaannya kerapkali mengiriringi perkembangan kehidupan manusia. Pembahasan sastra dari masa ke masa tidak pernah usai mulai dari dahulu karena sastra terus berkembang dengan corak yang fariatif mengikuti alur pemikiran manusia.
Sebagai karta imajinasi yang menjadi corak penggambaran kehidupan nyata, sastra tidak bisa disepelekan keberadaannya baik dalam konsep kehidupan sosial, ekonomi, budaya bahkan politik; sastra memiliki peranan tersendiri.
Pandangan akan sastra juga bervariatif dan tidak stagnan. Ada yang beranggapan bahwa sastra merupakan bagian dari gambaran kehidupan sosial yang disajikan melalui perenungan sehingga dapat hasil karya yang tercipta benar-benar citraan dari perkemangan zaman yang terjadi pada masyarakat.
Di dalam karya sastra sering kita jumpai berbagai kisah yang menggambarkan kehidupan sosial masyarakat seperti politik, ekonomi sosial, budaya, dan agama. Ada yang beranggaapan bahwa sastra adalah karya imajinatif yang tidak bisa disamakan dengan kehidupan realita artinya meskipun cerita itu nyata namun setelah masuk pada sajian sastra maka tergolong fiktif.
Ada juga yang beranggapan bahwa sastra relevan pada keduanya yaitu sastra sebagai arya fiktif yang menggambarkan kehidupan nyata.
Kajian kebahasaan menunjukkan bahwa sastra secara etimologi diambil dari bahasa-bahasa Barat (Eropa) seperti literature (bahasa Inggris), littérature (bahasa Prancis), literatur (bahasa Jerman), dan literatuur (bahasa Belanda). Semuanya berasal dari kata litteratura (bahasa Latin) yang sebenarnya tercipta dari terjemahan kata grammatika (bahasa Yunani).
Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata “littera” dan “gramma” yang berarti huruf (tulisan atau letter). Dalam bahasa Prancis, dikenal adanya istilah belles-lettres untuk menyebut sastra yang bernilai estetik. Istilah belles-lettres tersebut juga digunakan dalam bahasa Inggris sebagai kata serapan, sedangkan dalam bahasa Belanda terdapat istilah bellettrie untuk merujuk makna belles-lettres.
Adapun sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yang merupakan gabungan dari kata sas, berarti mengarahkan, mengajarkan dan memberi petunjuk. Kata sastra tersebut mendapat akhiran tra yang biasanya digunakan untuk menunjukkan alat atau sarana.
Sehingga, sastra berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk atau pengajaran. Sebuah kata lain yang juga diambil dari bahasa Sansekerta adalah kata pustaka yang secara luas berarti buku.
Menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekedar artefak (barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan.
Sastra dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan, kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia. Menurut pandangan ini sastra berposisi sebagai penuntun zamana dimana sastra harusnya mampu mengarakan manusia pada jalan yang semestinya.
Saryono (2009: 18) beranggapan bahwa mempunyai kemampuan untuk merekam semua pengalaman yang empiris-natural maupun pengalaman yang nonempiris-supernatural, dengan kata lain sastra mampu menjadi saksi dan pengomentar kehidupan manusia.
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki unsur-unsur berupa pikiran, 11 pengalaman, ide, perasaan, semangat, kepercayaan (keyakinan), ekspresi atau ungkapan, bentuk dan bahasa.
Sastra terbagi menjadi tiga jenis yaitu Drama, Prosa (fiksi) dan Puisi. Drama adalah jenis sastra dalam bentuk puisi atau prosa yang bertujuan menggambarkan kehidupan lewat kelakuan dan dialog (cakapan) para tokoh. Lazimnya di rancang untuk pementasan panggung.
Dalam pemahaman singkat Drama merupakan karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Prosa adalah jenis karya sastra yang di bedakan dari puisi karena tidak terlalu terikat oleh irama, rima, atau kemerduan bunyi.
Menurut Saroto (dalam Azahar, 2018: 56),Yang termasuk prosa, antara lain cerita pendek, novel, dan roman dengan kata lain prosa atau fiksi adalah karangan yang bersifat menjelaskan secara terurai mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain.
Sedangkan puisi adalah jenis sastra yang bentuknya di pilih dan di tata dengan cermat sehingga mampu mempertajam kesadaran orang akan suatu pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat bunyi, irama, dan makna khusus dengan kata lain puisi adalah rangkaian kata yang sangat padu.
Pradopo (2010: 7) mengatakan bahwa puisi merupakan hasil eksperimen dan pemikiran yang membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama.
Kajian dalam penelitian ini tidak menyeluruh pada semua aspek dan jenis sastra namun fokus pada jenis sastra puisi. Menurut Kosasih (dalam Sulkifli, 2016) puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan katakata indah dan kaya makna.
Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa. Menurut Dresden (dalam Sulkifli, 2016) puisi adalah sebuah dunia dalam kata. Isi yang terkandung di dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi.
Dalam kajiannya, puisi terbagi menjadi dua jenis yaitu puisi lama dan puisi baru. Puisi lama puisi yang masih terikat oleh aturan-aturan. Aturan puisi lama seperti jumlah kata yang terdapat dalam 1 baris, jumlah baris yang terdapat dalam 1 bait, persajakan atau rima, banyak suku kata pada tiap baris, dan irama seperti mantra, pantun, gurindam, syair, dan talibun.
Sedangkan puisi lama adalah puisi yang sudah tidak terikat oleh aturan, berbeda dengan puisi lama. Puisi baru memiliki bentuk yang lebih bebas dibandingkan puisi lama baik dalam jumlah baris, suku kata, ataupun rima seperti Balada, Himne, Ode, Epigram, Romansa, Eligi, Satire, Distikon, terzina, kuatrain, kuint, sektet, septime, oktaf dan sonata (Itaristanti, 2014: 76).
Memahami puisi dapat dilakukan dengan memahami dari berbagai sudut pandang, baik secara bahasa, kaitan puisi dengan teks lain, struktur puisi, dan dapat dipahami melalui proses kreatif penyair. Setiap karya sastra memiliki unsur intrinsik dan unsur ekstrensik, unsur intrinsik puisi meliputi sajak, rima, irama, bait, dan diksi unsur ini dapat disebut struktur puisi.
Sejalan dengan itu semua bunyi dan makna menjadi fokus dalam penelitian yang akan menjadi teori pembedah pada objek penelitian.
Menurut Dresden (dalam Sulkifli, 2016) puisi adalah sebuah dunia dalam kata. Isi yang terkandung di dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi. Telaah kajian bunyi dalam puisi, terdapat banyak unsur pengkajian sajak, misalnya unsur Aliterasi, kosa kata, citraan, majas, dan bahasa retorika.
Pada artikel ilmiah ini, penulis akan menganalisis unsur Bunyi Irama, kakafoni, dan efoni dalam puisi.
Sedangkan makna mengarah pada Nilai-nilai yang terkandung dalam puisi dapat dipahami melalui penggunaan bahasa oleh penyair dalam penulisan puisi tersebut, nilai budaya dan latar belakang penyair dapat membantu memahami makna yang terdapat pada puisi (Budianta, 2002:163). Kajian tersebut kemudian dalam kebahasaan masuk pada sajian Semiotika yang membedah tentang makna.
Adapun objek dan fokus kajian ini adalah essai dalam puisi dalam kumpulan puisi “Inspirasi Tanpa Api” Karya tri Budhi Sastrio. Puisi yang tergolong pada jenis puisi baru ini dianalis dengan rumusan yang berfokus pada bunyi dan makna yang ada di dalamnya dengan tujuan mendeskripsikan keduanya dalam bentuk hasil penelitian yang valid.
Latar belakang di atas kiranya cukup untuk mengantarkan betapa pentingnya penelitian dengan judul “Bunyi dan Makna pada essai dalam puisi karya Tri Budhi Sastrio” ini untuk dilakukan sehinnga pada akhir dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya; baik pada aspek yang berbeda atau pada sub-objek puisi yang berbeda.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian bertujuan untuk mencari dan mendapatkan data yang berkaitan dengan prosedur penelitian dan teknis penelitian. Penelitian ini tergolong pada jenis penelitian kualitatif dengna pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut Sugiyono (2013: 14), penelitian kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema dan gambar.
Maka, jenis penelitian tersebut berupa kata, gambar, tabel, diagram, dan sebagainya dan tidak ada unsur angka-angka (kuantitatif). Ratna (2013:47) berpandangan bahwa penelitian kualitatif memberikan perhatian utama pada makna dan pesan sesuai dengan hakikat objek (.
Unsur penelitian yang sangat penting ada data dan sumber . Menurut Ratna (2013:47) dalam ilmu sastra sumber data dalam penelitian kualitatif adalah karya, naskah, data penelitiannya, sebagai data formal adalah kata-kata, kalimat, dan wacana.
Sumber data dalam penelitian ini adalah tiga naskah essai dalam puisi karya Tri Budhi Sastrio. Adapun Data penelitian yang digunakan adalah bunyi dan makna pada essai dalam puisi tersebut. Instrument dalam penelitian terdiri dari instrument utama dan istrumen pendukung. Instrumen utama berupa peneliti dan instrumen tambahan berupa instrumen pembantu pengumpulan data dan instrumen pemandu analisis data
Langkah prosedurnya, Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap prosedur yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap penyelesaian. Setelah melalui proses perancangan, kemudian peneliti melakukan pengumpulan data dengan teknik catat dengan langkah sebagai betikut : 1) Membaca secara intensif. 2) Mengidentifikasi data 3) Menyeleksi data sesuai dengan kebutuhan peneliti. 4) Memberikan kode pada data yang sesuai dengan masalah yang diteliti.5) memberikan kesimpulan data. Kemudian setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data, Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Menurut Ratna (2013:53), Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta dan kemudian disusul dengan analisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kumpulan puisi dengan judul “Inspirasi Tanpa Api” merupakan karya sastra yang sangat ilegan dan bagus. Tri Budhi Sastrio sebagai penulis menyusun karangan ini dengan jeli dan unik yang memiliki daya tarik tersendiri. Essai dalam puisi yang menjadi identik dalam karangan ini membawa pemahaman pembaca dan ketertaikan tersendiri dimana puisinya tidak kaku sama halnya puisi pada umumya.
Kumpulan puisi “Inspirasi Tanpa Api” esai no. 001-.50 diterbitkan oleh CV. Jejak pada tahun 2018. Buku ini memiliki tebal 200 Halaman dengan sajian 50 puisi berbentuk narasi yang disusun oleh pengarang.
Adapun dalam penelitian ini, puisi yang menjadi objek penelitian ada tiga yaitu puisi dengan judul inspirasi tanpa api, air mengalir dari istana dan merdeka (ber)korupsi. Secara sekilas judul diambil mengarah pada kritik yang dibangun pada pemerintahan bangsa melalui cara tersendiri dengan rangkaian kata dalam bahasa yang unik. Namun lebih jelasnya kajian bunyi dan makna dalam tiga puisi tersebut adalah sebagai berikut :
Bunyi dalam Puisi
Bunyi dalam Puisi “Inspirasi Tanpa Api”
Puisi “Inspirasi Tanpa Api” terletak pada halaman 13 pada buku kumpulan essai dalam puisi karya Tri Budhi Sastio dan merupakan puisi pertama dalam rangkaian puisi yang ada dalam buku tersebut.
Melihat dari judul puisi yang kemudian diangkat menjadi judul buku maka dapat dikatakan bahwa puisi ini menjadi intisari ataupun landasan tersusunnya kumpulan essai dalam puisi ini. Bahkan dapat dikatakan hal dasar yang ada dalam karya sastra ini termaktub pada puisi bertajuk “Inspirasi Tanpa Api”.
Analisis bunyi pada puisi dilakukan pada 3 unsur yaitu irama, kakafoni, dan efoni. Adapun hasil telaah dari ketiganya adalah seabgai berikut :
- Irama
- Secara sederhana irama dapat dipahami sebagai keras lembutnya ucapan bunyi serta pergantian tinggi rendah dan panjang pendek yang disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan variatif. Intinya dalam kajian tersebut apabila ada peluang kata dalam sajak maka dapat dipastikan bahwa data tersebut termasuk irama. Kajian irama dapat dianalisis melalu data berikut :
- Negeri ini memang negeri elok indah kemilau hijau abadi
- Tidak mengherankan jika berlabel gemah ripah loh jinawi
- Karena pada negeri tidak hanya kaya raya warisan bumi
- Alam kandungan ibu pertiwi, tetapi juga pahlawan negeri
- Nusantara jaya, yang oleh negara dinobatkan menjadi
- Pahlawan nasional, dengan segala pernak-pernik ragawi.
- Dalam pesona ala para dewa, semua nada puja dan puji
- Yang tentu wajar jika dialamatkan kepada yang mumpuni.
- Data di atas menunjukkan adanya irama dengan peluang kata yang berturut-turut. Pada setiap baris memiliki akhiran ‘i’ yang menunjukkan adanya irama. Apabila dikaji lebih lanjut ini menjadi nilai unik tersendiri yang mengangkat puisi ini yaitu meskipun puisi berbentuk narasi dengan gaya modern, namun dalam penyajiannya tetap menggunakan sajak dan berirama. Pada data di atas, kata abadi, jinawi, bumi, negeri, menjadi, ragawi, puji dan mumpuni pada setiap bait merupakan unsur irama.
- Kakafoni
- Bunyi kakafoni menunjukkan makna yang bernuansa penolakan atau negasi, menunjukkan suasana yang tidak harmonis atau disharmonis atau memorakporandakan harmoni yang telah dibangun sebelumnya. Pada intinya unsur kakafoni berada pada suasana sedih. Analisis unsur kakafoni dapat dilihat dari data berikut :
- Yang dibangun tanpa landasan kokoh kasih serta cinta,
- Yang tersisa biasanya hanyalah tindakan semena-mena
- Kepala rumah tangga pada dia, yang lemah tak berdaya.
- Terciptalah neraka dalam neraka. membakar semuanya
- Termasuk sang ibu mertua sebelum akhirnya anjing gila,
- Entah ini anjing simbol petaka atau simbol suratan cinta,
- Yang jelas karena seekor anjing gila pemuda bumi putera
- Data kutipan di atas menunjukkan adanya bunyi kesedihan dan perjalanan pilu sangan putera fajar yang ditandai dengan adanya tindakan semena-mena, perlaku mertua dan mencipatakan keadaan yang tidak harmonis yang dilambangkan dengan neraka.
- Efoni
Efoni adalah suatu kombinasi vocal-konsonan yang berfungsi melancarkan ucapan, pemahaman arti dan irama baris yang terkandung di dalamnya unsur efoni menggambarkan kedamaian dan kegembiraan (Darmawati, 2014: 39). Telaah efoni dapat dikaji pada data berikut :
- Negeri ini memang negeri elok indah kemilau hijau abadi
- Tidak mengherankan jika berlabel gemah ripah loh jinawi
- Karena pada negeri tidak hanya kaya raya warisan bumi
Alam kandungan ibu pertiwi, tetapi juga pahlawan negeri
Data kutipa di atas menunjukkan adanya bunyi yang berbau damai dan kesenanganan yang digambarkan dengan keadaan negeri yang indah nan hijau yang kaya akan segalanya, baik dalam hal alam, budaya dan lain sebagainya.
Bunyi dalam Puisi “Air Mengalir dari Istana Negara”
Puisi “Air Mengalir dari Istana Negara” terletak pada halaman 135 pada buku kumpulan essai dalam puisi karya Tri Budhi Sastio dan bisa dikatakan merupakan puisi yang ada di tengah dalam rangkaian puisi yang ada dalam buku tersebut. Analisis bunyi pada puisi dilakukan pada 3 unsur yaitu irama, kakafoni, dan efoni. Adapun hasil telaah dari ketiganya dapat dilihat sebagai berikut :
- Irama
- Irama yaitu keras lembutnya ucapan bunyi serta pergantian tinggi rendah dan panjang pendek yang disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan variatif. Intinya dalam kajian tersebut apabila ada peluang kata dalam sajak maka dapat dipastikan bahwa data tersebut termasuk irama. Kajian irama dapat dianalisis melalui data berikut :
Nusantara, Indonesia adalah negara samudra raya
Dan di sana, anggun bertahta ribuan pulau istimewa,
Bertebaran elegan, ditatah hijau rangkaian permata,
Diikat pita nan indah membentang lintas khatulistiwa.
Samudera kolam hamparan tirta di batas cakrawala,
Walau karena garam, lalu tidak jadi pemuas dahaga.
Konon harus diolah agar enak di lidah, tunggal rasa.
Kutipan puisi “Air Mengalir dari Istana Negara” di atas menunjukkan adanya irama dengan peluang kata yang berturut-turut. Pada setiap baris memiliki akhiran ‘a’ yang menunjukkan adanya irama.
Hal ini menjadi nilai unik tersendiri yang mengangkat puisi ini yaitu meskipun puisi berbentuk narasi dengan gaya modern, namun dalam penyajiannya tetap menggunakan sajak dan berirama.
Pada data di atas kata raya, istimewa, permata, khatulistiwa, cakrawala, dahaga dan rasa pada setiap bait merupakan unsur irama.
- Kakafoni
Bunyi kakafoni menunjukkan makna yang bernuansa penolakan atau negasi, menunjukkan suasana yang tidak harmonis atau disharmonis atau memorakporandakan harmoni yang telah dibangun sebelumnya. Pada intinya unsur kakafoni berada pada suasana sedih. Analisis unsur kakafoni dapat dilihat dari data berikut :
Duh ... jagat dewa batara bagaimana ini semua bisa
Menyiksa negara yang di atas bentangan samudra?
Air yang jernih biru indah melimpah tidak terkira-kira
Tetapi tiba-tiba saja penduduknya berteriak bersama
Tidak mampu sediakan tirta penopang jiwa dan raga?
Tentu ada yang salah, di tata kelola negara tercinta,
Terutama tentu saja para para pejabat pengelolanya.
Data di atas menunjukkan adanya bunyi yang nonharmonis dan tidak menyenangkan yang dilambangkan dengan situasi kondisi bangsa.
Kaya raya negara ini namun malah tidak bisa dinikamati dan membawa kesejahteraan kepada bangsa sendiri dan malah terkuras oleh bangsa asing yang tidak pernah diinginkan. Hal ini tentu tentang tatakelola dan sistem yang salah yang harus diperbaiki segera karena mengancam jiawa dan raga.
- Efoni
Efoni adalah suatu kombinasi vocal-konsonan yang berfungis melancarkan ucapan, pemahaman arti dan irama baris yang terkandung di dalamnya unusr efoni menggambarkan kedamaian dan kegembiraan. Telaah efoni dapat dikaji pada data berikut :
Nusantara, Indonesia adalah negara samudra raya
Dan di sana, anggun bertahta ribuan pulau istimewa,
Bertebaran elegan, ditatah hijau rangkaian permata,
Diikat pita nan indah membentang lintas khatulistiwa.
Samudera kolam hamparan tirta di batas cakrawala,
Walau karena garam, lalu tidak jadi pemuas dahaga.
Data kutipan puisi di atas menunjukkan adanya efoni karena menggambarkan bunyi damai dan sejahtera. Nusantra yang kaya dengan tahta pulau dan kekayaan yang melimpah menjadi hal yang mampu mengantarkan nergeri ini untuk menjunjung cakrawala.
Nilai kaindahan dan kekayaan menjadi hal yang jelas menunjukkan efoni di dalamnya.
Bunyi dalam Puisi “Merdeka (Ber)Korupsi”
Puisi “Air Mengalir dari Istana Negara” terletak pada halaman 195 pada buku kumpulan essai dalam puisi karya Tri Budhi Sastio dan bisa dikatakan merupakan puisi yang ada di akhir dalam rangkaian puisi yang ada dalam buku tersebut. Analisis bunyi pada puisi dilakukan pada 3 unsur yaitu irama, kakafoni, dan efoni. Adapun hasil telaah dari ketiganya adalah sebagai berikut:
- Irama
- Irama merupakan keras lembut ucapan bunyi serta pergantian tinggi rendah dan panjang pendek yang disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan variatif. Dalam kajian tersebut apabila ada peluang kata dalam sajak maka dapat dipastikan bahwa data tersebut termasuk irama. Kajian irama dapat dianalisis melalui data berikut :
- Korupsi memang sudah ada sejak dahulu sampai sekarang.
- Yang mengatakan dan percaya ini bukan orang sembarang.
- Ia tokoh terkenal yang telah mengarungi ombak dan karang
- Menjelajah pantai, mengarungi lautan, giat menang perang,
- Mendaki gunung, menuruni lembah dan ngarai yang garang,
- Pokoknya semua tantangan dari batu karang sampai perang,
- Telah ditaklukkan tak hanya bermodalkan pedang dan parang,
- Tapi juga dengan semangat berkobar, bak tabuh genderang.
- Jadi pendapat boleh dikutip dengan aman dan dalam terang,
- Karena berasal dari orang yang telah terbukti sering menang.
- Kutipan puisi “Air Mengalir dari Istana Negara” di atas menunjukkan adanya irama dengan peluang kata yang berturut-turut. Pada setiap baris memiliki akhiran ‘ng’ yang menunjukkan adanya irama. Hal ini menjadi nilai unik tersendiri yang mengangkat puisi ini yaitu meskipun puisi berbentuk narasi dengan gaya modern, namun dalam penyajiannya tetap menggunakan sajak dan berirama. Pada data di atas kata sekarang, sembarang, karang, perang, garang, parang, gendering, terang dan menang pada setiap bait merupakan unsur irama.
- Kakafoni
Bunyi kakafoni menunjukkan makna yang bernuansa penolakan atau negasi, menunjukkan suasana yang tidak harmonis atau disharmonis atau memorakporandakan harmoni yang telah dibangun sebelumnya. Pada intinya unsur kakafoni berada pada suasana sedih. Analisis unsur kakafoni dapat dilihat dari data berikut :
Dan sekarang ... ya sekarang tatkala merdeka kita kenang,
Kala slogan yang sering sekali diteriakkan dengan lantang,
Korupsi memang sudah ada sejak dahulu sampai sekarang,
Kembali menggema lantang di ruang-ruang para mantang,
(Maaf bagi yang belum tahu, mantang itu manusia binatang),
Seringai lega mulai tampak menebar dan bergoyang-goyang
Penanda bahwa strategi yang dijalankan kawan telah menang.
Data kutipan puisi Air Mengalir dari Istana Negara di atas menunjukkan adanya gambaran nonharmonis dimana koruptor yang terus melanglang bebas bahkan koruptor yang dulunya dilakukan dengan sembunyi sekarang sudah dilakukan dengan terang-terangan. Hal menjadi hal yang sangat miris untuk dikaji karena rakyat dan bangsa yang menjadi korban dan menerima penderitaan.
- Efoni
- Efoni adalah suatu kombinasi vocal-konsonan yang berfungis melancarkan ucapan, pemahaman arti dan irama baris yang terkandung di dalamnya unsur efoni menggambarkan kedamaian dan kegembiraan. Telaah efoni dapat dikaji pada data berikut :
- Seringai senang kawanan bos koruptor yang telah menang,
- Semakin meriah menghiasi bibir-bibir lidah suara sumbang,
- Lalu sambil duduk dan kaki terus asyik bergoyang-goyang,
- Mereka memutuskan bahwa strategi yang ini boleh diulang,
- Agar semua anggaran proyek mau menari ikut berdendang
- Mengiringi musik tetabuhan serta genderang para mantang
- Yang masih terus kokoh bercokol, tidak mungkin digoyang,
- Sampai pada masa-masa pemilu yang masih akan datang,
- Itu pun kalau kroni-kroni mereka tidak lagi kembali menang!
- Data kutipan puisi di atas menunjukkan adanya gambaran harmonis dan kegembiraan. Unsur efoni berupa kesenangan dalam perspektif koruptor menjadi hal yang ditampakkan dalam kutipan di atas. Apabila dikaji hal ini nilai balik dari apa yang ada di lapangan, jadi data di atas bukan pada pespektif hakiakt dalam perkembangan bangsa namun lebih menekankan pada pandangan koruptor itu sendiri.
Makna dalam Puisi
Makna dalam Puisi “Inspirasi Tanpa Api”
Puisi “Inspirasi Tanpa Api” terletak pada halaman 13 pada buku kumpulan essai dalam puisi karya Tri Budhi Sastrio dan merupakan puisi pertama dalam rangkaian puisi yang ada dalam buku tersebut. Melihat dari judul puisi yang kemudian diangkat menjadi judul buku maka dapat dikatakan bahwa puisi ini menjadi intisari ataupun landasan tersusunnya kumpulan essai dalam puisi ini.
Bahkan dapat dikatakan hal dasar yang ada dalam karya sastra ini termaktub pada puisi bertajuk “Inspirasi Tanpa Api”.
Kajian aspek makna dalam puisi peneliti berfokus pada maksud dan arti yang hendak disampaikan oleh pengarang melalu puisinya. Teori pengkajian makna mengarah pada dua fokus yaitu makna denotatif (makna sebenarnya) dan makna konotatif (makna lain). Adapun makna pada essai dalam puisi “Inspirasi Tanpa Api” melalui kajian makna konotatif dan denotatif yaitu:
Negeri ini (dalam hal ini Indonesia) sangat kaya raya. Tanahnya subuh, sumberdaya alamnya melimah dan alamnya indah, sungguh anugerah tuhan yang maha kuasa yang telah dengan kekuasaanya mencipta negeri Indonesia demikain rupa.
Selain kaya akan alam atau sumberdaya alamnya, Indonesia kaya akan pahlawan dimana mereka telah sukses membebaskan bangsa ini dari penjajah dan menjamin kesejahteraan sebagaimana kita rasakan saat ini; baik itu pahlawan nasional yang telah terkenal dan diagungkan dalam buku sejarah ataupun pahlawan daerah yang seyogyanya diingat dan dikenang pula.
Namun memaknai pahlawan dan menghormati pahlawan tidak melulu persoalan memperingati hari jadi pahlawan namun juga meneruskan segala perjuangan yang telah dilakukan oleh para pejuang. Termasuk dalam hal sastra sebagaimana sang pujangga yang penuh dengan sastra juga.
Walau sastranya tidak bukanlah hal yang mengantarkan kemerdekaan dalam bentuk raga namun ha tersebut menusuk dalam jiwa sebagaimana kisahnya dengan kekasih belanda walau akhinya berlabuh pada gadis jawa. Namun perjuangannya tidak pupus akan cinta pada gadis pransi-belanda.
Makna dalam Puisi “Air Mengalir dari Istana Negara”
Puisi “Air Mengalir dari Istana Negara” terletak pada halaman 135 pada buku kumpulan essai dalam puisi karya Tri Budhi Sastrio dan bisa dikatakan merupakan puisi yang ada di tengah dalam rangkaian puisi yang ada dalam buku tersebut.
Kajian aspek makna dalam puisi peneliti berfokus pada maksud dan arti yang hendak disampaikan oleh pengarang melalu puisinya. Teori pengkajian makna mengarah pada dua fokus yaitu makna denotatif (makna sebenarnya) dan makna konotatif (makna lain). Adapun makna pada essai dalam puisi “Air Mengalir dari Istana Negara” melalui kajian makna konotatif dan denotatif yaitu :
Samudra menyediakan semua kebutuhan manusia dengan begitu indahnya dan entah bagaimana kita harus menyebutnya. Indonesia kaya Indonesia jaya dikancah rempah khatulistiwa dalam peradaban dunia.
Namun keindahan dan kekayaan tersebut tidak mampu membawa bangsa Indonesia pada kesejahteraan karena kekaayaan yang dimiliki tidak dapat dinikmati oleh orang pribumi melainkan dinikmati dan diangkut oleh orang asing. Entah bagaimana kita harus menyebutnya atau siapa yang akan kita salahkan; yang pasti orang istana sana yang tahu.
Makna dalam Puisi “Merdeka (Ber)Korupsi”
Puisi “Air Mengalir dari Istana Negara” terletak pada halaman 195 pada buku kumpulan essai dalam puisi karya Tri Budhi Sastrio dan bisa dikatakan merupakan puisi yang ada di akhir dalam rangkaian puisi yang ada dalam buku tersebut.
Kajian aspek makna dalam puisi peneliti berfokus pada maksud dan arti yang hendak disampaikan oleh pengarang melalu puisinya. Teori pengkajian makna mengarah pada dua fokus yaitu makna denotatif (makna sebenarnya) dan makna konotatif (makna lain). Adapun makna pada essai dalam puisi “Merdeka (Ber)Korupsi” melalui kajian makna konotatif dan denotatif yaitu :
Korupsi adalah penyakit dan musuh bangsa ini sejak lama. Koruptor merajalela dengan tipu daya yang memanfaatkan kepentingan bangsa dan Negara untuk memnuhi hasrat dan nafsu pribadinya sehingga semua dikorbankan untuk hal tersebut termasuk perkembangan dan kemajuan bangsa ini.
Prahanya lagi, pada era semakin modern ini korupsi tidak lagi menjadi hal yang tabu dan perlu disembunyikan, para koruptor dengan terang-terangan melakukan aksinya dengan caranya yang dianggap jitu. Dulu koruptor melakukan aksinya karena tersbutnyi kini malah secara terang terangan; semua itu karena ada oelindung yang sudah menjaminnya.
SIMPULAN
Puisi yang menjadi objek penelitian ada tiga yaitu puisi dari 50 puisi yang ada dalam kumpulan essai dalam puisi “Inspirasi tanpa Api”.
Tiga puisi tersebut yaitu berjudul inspirasi tanpa api, air mengalir dari istana dan merdeka (ber)korupsi. Secara sekilas judul diambil mengarah pada kritik yang dibangun pada pemerintahan bangsa melalui cara tersendiri dengan rangkaian kata dalam bahasa yang unik.
Kajian bunyi pada ketiga puisi tersebut menunjukkan bahwa essai dalam puisi karya Tri Budhi Satri memili irama dimana pada setiap baitnya memiliki sajak. hal ini menjadi nilai unik dan daya tarik tersendiri.
Kakafoni dan Efoni sama-sama terdapat dalam tiga puisi tersbeut yang menunjukkan bunyi yang harmonis dan tidak harmonis.
Adapun telaah makna secara umum ketiga puisi yagn dianalisi menunjuukkan sebuah makna berupa kekayaan nusantara yang sangat melimpah ruah; baik dari segi sumber daya alam, budaya, sosial, pahlawan ataupun sastra dlaam pujangga.
Namun semua itu tidak dapat seutuhnya dinikmati oleh bangsa Indonesia karena banyaknya orang yang tidak bertanggung jawab, baik itu orang asing ataupun orang pribumi yang disebut dengan koruptor.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar, A. (t.t.). Pengertian Puisi, Jenis-Jenis Puisi, Ciri-Ciri Puisi, dan Struktur Puisi. Diambil 2 Agustus 2022, http://gopengertian.blogspot.com/2015/09/pengertian-puisi-jenis-jenis-puisi-ciriciri-puisi-struktur-puisi.html.
Budianta, Melani. 2016. Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Malang: Indonesia Tera.
Itaristanti. 2014. Analisis Bunyi, Kata, dan Citraan dalam Puisi Anak. Cirebon. IAIN Syekh Nurjati Cirebon junal ilmiah Vol 1 No.1 diakses pada 2 Agustus 2022 https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/ibtida/article/view/341.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode dan Teknk Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sastrio, Tri Budhi. 2018. Inspirasi Tanpa Api. Jawa Barat: CV.Jejak.
Saini K.M dan Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung:Alumni.
Saryono. 2009. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: universitas Negeri Malang.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulkifli dan Marwati. (2016). Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri Satu Atap 3 Langgikima Kabupaten Konawe Utara. Jurnal Bastra Vol. 1, No. 1. http://ojs.uho.ac.id.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI