Mohon tunggu...
Moh Ikhsani
Moh Ikhsani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mao Zedong, Sosok Kejam Namun Juga Puitis

29 Desember 2022   11:06 Diperbarui: 2 Januari 2023   13:42 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: politico.com

Siapa yang tidak tahu Mao Zedong? Dia adalah tokoh utama di balik berdirinya Republik Rakyat Tiongkok yang ada hingga sekarang ini.

Mao Zedong adalah pemimpin pertama Republik Rakyat Tiongkok yang mulai menjabat dari 1 Oktober 1949 hingga 27 April 1959.

Dia lahir pada 26 Desember 1893 dari keluarga petani di sebuah desa bernama Shaoshan, di Provinsi Hunan. Latar belakang kemiskinan dan kesengsaraan yang dia alami ketika masih kecil menjadi pengaruh besar dalam hidupnya saat tumbuh dewasa.

Mao kecil tidak menyukai ajaran-ajaran Konfusianisme, dia lebih menyukai ajaran tentang cerita-cerita Kuno China dan pemberontakan.

Saat dewasa, Mao pindah ke Beijing yang saat itu menjadi pusat intelektual dan gejolak politik di China. Di sana dia bekerja di perpustakaan Universitas Nasional Beijing.

Selama di sana, Mao bertemu dengan tokoh-tokoh berhaluan Marxis seperti Li Dazhao. Bahkan, Mao juga bergabung dalam Kelompok Studi Marxis yang didirikan oleh Li Dazhao.

Sebelum Mao Zedong menjadi seorang presiden, banyak hal yang harus dia lakukan. Seperti menguatkan posisinya sebagai pemimpin Partai Komunis China saat itu, melakukan konsolidasi dengan para kader dan tentara partai.

Lalu dia juga ikut dalam menggulingkan dinasti yang sedang berkuasa, hingga mengalahkan lawan politiknya.

Semua ini berawal dari kondisi China yang saat itu sedang mengalami kemunduran akibat berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kekaisaran yang sedang berkuasa.

Pada 1911, Mao Zedong berhasil meruntuhkan Dinasti Qing yang saat itu sudah berkuasa lama di China. Dengan runtuhnya Dinasti Qing, menandai awal mula sistem pemerintahan republik yang modern dan menggantikan sistem tradisional.

Namun pada 11 Oktober 1911, terjadi Pemberontakan Wuchang yang dipimpin dan dimenangkan oleh Sun Yat-Sen yang berhaluan nasionalis bersama partai bentukannya Kuomintang.

Berkat jasanya tersebut dalam menggulingkan Kaisar Xuantong, Republik China resmi berdiri pada 12 Maret 1912 dengan Sun Yat-Sen menjadi kepala pemerintahan sementara.

Sun Yat-Sen tidak lama dalam menjadi kepala pemerintahan, karena setelah itu posisinya digantikan oleh Yuan Shih Kai.

Namun pada 1617, Sun Yat-Sen yang sebelumnya diusir oleh Yuan Shih Kai, kembali ke China setelah wafatnya Yuan Shih Kai pada 1616.

Kondisi Republik China mengalami ketidakstabilan karena adanya pemberontakan yang terjadi, meski begitu Sun Yat-Sen berhasil menumpasnya.

Masalah serius muncul setelah Chiang Kai Sek yang menggantikan Sun Yat-Sen sebagai pemimpin Partai Kuomintang tidak ingin melanjutkan kerja sama antara Partai Komunis China dengan Partai Kuomintang.

Bahkan Chiang Kai Sek mengatakan bahwa Partai Komunis China adalah partai yang terlarang. Karena pernyataannya tersebut, membuat PKC semakin mendapatkan simpati dari rakyat dan menjadi partai yang besar.

Puncak konflik di antara kedua partai tersebut terjadi pada 1949, dan kemenangan berada di pihak Partai Komunis China pimpinan Mao Zedong.

Karena kalah dalam perang saudara, Chiang Kai Sek kemudian melarikan diri ke Taiwan dan mendirikan pemerintahan di sana.

Sementara itu, berkat kemenangan yang dia dapatkan, Mao Zedong kemudian memproklamasikan negara baru bernama Republik Rakyat China dengan Beijing sebagai ibu kota.

Meski Partai Kuomintang yang nasionalis dan Partai Komunis China yang komunis sempat bersitegang, namun saat Jepang berusaha menduduki China, mereka sepakat untuk berdamai dan bersama-sama mengusir Jepang.

Mao Zedong adalah tokoh yang paling dihormati di China. Selain terkenal sebagai orang yang ahli dalam militer, politik, strategi, dan ekonomi, dia juga terkenal sebagai seorang sastrawan.

Meskipun dia juga kejam karena kebijakan-kebijakannya yang membuat rakyatnya tersiksa bahkan meninggal dunia akibat ambisinya.

Seperti pada pelaksanaan program Lompatan Jauh ke Depan yang memaksa rakyat bekerja untuk industri-industri berat. Serta para petani yang harus sanggup memenuhi target produksi yang Mao inginkan.

Pada 1960-an, terjadi bencana kelaparan yang semakin meluas di wilayah China, hal itu terjadi karena pemerintah melakukan penyitaan beras dari para petani. Peristiwa itu mengakibatkan 21 juta orang meninggal dunia akibat bencana kelaparan.

Kemudian peristiwa Mars Jauh atau Long March, ini merupakan peristiwa penting bagi Mao Zedong sebelum melawan Partai Kuomintang.

Dia bersama para kader dan tentara Partai Komunis China yang berjumlah 100.000 orang, melakukan perjalanan ribuan kilometer melewati lembah dan pegunungan untuk menghindari kejaran Partai Kuomintang.

Sekaligus digunakan sebagai cara untuk menarik simpati rakyat. Mars Jauh yang di awal berjumlah 100.000 orang, pada akhirnya hanya menyisahkan 7.000 orang hingga di tujuan akhir. Banyak yang meninggal dunia selama melakukan perjalanan yang sangat jauh itu.

Di balik sosoknya yang kejam karena kebijakannya, Mao Zedong adalah orang yang puitis. Dia menciptakan sajak-sajak selama melakukan Long March, seperti sajak "Salju" dan "Tembok Besar".

Salju

Pemandangan alam tanah utara,

Beribu li es menutup bumi,

Beribu li salju mengarung angkasa,

Terlepas pandang ke luar dalam Tembok Panjang,

Keluasan semata sesayup-sayup mata;

Dari ujung ke ujung sungai raya,

Gemulung ombak seketika menghilang,

Bak ular perak bukit barisan menarik lenggok-lenggang,

Seakan gajah putih lari beriring di dataran,

Tinggi-meninggi hendak mengatasi angkasa,

Di hari cerah cuaca,

Tampak merah dewangga menyanding putih sutra,

Kian menambat dalam seribu gaya.

Tembok Besar

Beginilah suasana daratan utara,

Seribu li tertutup es,

Sepuluh ribu li salju yang bergulung,

Di kedua sisi Tembok Besar,

Tanah bergulung menjadi satu gumpalan tunggal,

Dari sumbernya di mulut sungai besar,

Arus deras membeku dan hilang,

Pegunungan menari seperti ular perak,

Plato berderap pergi seperti gajah-gajah dari lilin,

Mencoba meraih setinggi-tingginya ke Penguasa Surgawi,

Di hari yang cerah,

Tirai sutra putih bersemu merah,

Menyihir yang melihatnya.

Referensi: buku berjudul Mao Zedong (Sebuah Biografi) karya Nurjannah Y.A.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun