Pagi hari telah tiba, udara sejuk membuat napas begitu lancar, suara-suara ayam jago yang saling bersahutan berhasil membangunkan mereka yang masih lelap dalam tidurnya.
Mimpi-mimpi yang belum selesai terpaksa harus diselesaikan. Sedang mentari mulai menyapa umat manusia pagi itu dengan senyumnya yang indah dari ufuk timur.
Pagi yang sibuk bagi Jessica, dia harus menyiapkan sarapan untuk keempat anaknya. Dia juga harus mengantarkan mereka ke sekolah setiap hari. Pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh Romeo, kini harus dilakukannya seorang diri.
Usai mengantar keempat anaknya ke sekolah, suara telepon berdering dari ruang keluarga. Ternyata Romeo, sang suami yang sedang rindu itu menyampaikan jika dirinya sudah sampai di tujuan. Begitu lega dan gembiranya hati Jessica mendengar kabar baik itu.
Romeo, sosok suami sekaligus ayah dari empat orang anak yang sedang banting tulang mencari lembaran-lembaran euro untuk menghidupi istri dan keempat buah hatinya.
Waktu berjalan semakin cepat, tak terasa sudah tiga bulan Romeo bekerja di luar kota, ini berarti tinggal satu bulan lagi dia akan pulang dan bertemu keluarga kecilnya.
Sudah lama dia tidak merasakan lembutnya bibir istrinya, cubitan nakal Fabio dan Enea, serta jeritan yang seakan memecahkan gendang telinga dari kedua putrinya. Namun, untuk sementara waktu, dia harus memendam rindunya itu.
Memang terasa ada yang kurang di keluarga itu jika tidak membicarakan orang lain. Bagaikan sayur tanpa garam.
Setelah Fajri dan Jihan yang menjadi bahan pergunjingan mereka beberapa waktu lalu. Kali ini Putri yang menjadi sasarannya. Seorang bunga desa yang baru saja menikah itu dipertanyakan Jessica.
Percakapan dimulai ketika berada di dalam mobil. "Kalian lihat gak Putri kemarin itu?" tanya Jessica kepada kedua putrinya.
"Lihat kok, Bu." Jawab Aurora yang duduk di samping ibunya yang sedang menyetir.