Mohon tunggu...
Moh Ikhsani
Moh Ikhsani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Keluarga Penggibah

9 Juli 2022   00:27 Diperbarui: 11 Oktober 2022   10:40 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: photostockeditor.com

Di sebuah desa kecil yang berada di pelosok Kota Lyon, hiduplah keluarga yang beranggotakan enam orang. Seorang ayah bernama Romeo dan ibu bernama Jessica.

Mereka memiliki dua anak laki-laki, Fabio dan Enea, serta dua anak perempuan yang bernama Claudia dan Aurora.

Pagi hari di musim panas, Romeo berpamitan kepada istri dan keempat anaknya untuk kembali bekerja di luar kota selama empat bulan hingga musim panas selesai. Sebab, pekerjaan pembangunan jalan tol sudah menantinya untuk segera diselesaikan.

Romeo akan bekerja di Kota Marseille yang berjarak 314 km dari tempat tinggal mereka di Kota Lyon. Segala peralatan kerja dan pakaian sudah dia siapkan pada malam harinya.

Setelah semuanya siap, dia berangkat tepat pukul 05.00 pagi saat ayam-ayam mulai bersenandung dari kandangnya. Dengan menggunakan mobil Renault tua peninggalan ayahnya, dia berangkat dengan meninggalkan istri dan anak di rumah.

"Ayah berangkat dulu ya." Ucap Romeo kepada istri dan keempat anaknya.

"Hati-hati ya, Yah." Balas serempak keempat anaknya.

Saat Romeo di luar kota, tugas berat bagi Jessica sudah menanti. Dia harus mengurus sendiri keempat anaknya yang nakal dan sering marah. Jessica harus melewati semuanya selama empat bulan lamanya.

Fabio dan Enea, kedua anak laki-lakinya yang masih SD memiliki sifat yang nakal daripada kedua kakaknya yang sudah SMA, Claudia dan Aurora.

Fabio, laki-laki berambut keriting dengan tubuh kurus, sering membuat nangis teman satu kelasnya. Karena ulah nakalnya itu, membuat Jessica sering dipanggil ke sekolah.

Sedangkan Enea, si penggemar berat bulu tangkis, berbeda dengan Fabio. Dia tidak pernah membuat nangis teman satu kelasnya, namun dia suka meninggalkan kelas saat pelajaran matematika berlangsung. Tidak jelas alasannya yang selalu menghindari pelajaran matematika.

Beruntung, Jessica memiliki Claudia dan Aurora. Dua gadis kembar yang cantik dan juga cerdas itu dapat diandalkannya. Walaupun terkadang mereka suka naik pitam karena ulah kedua adiknya yang sering menyembunyikan lipstick dan make up mereka.

Malam hari selepas salat Magrib, mereka berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama. Malam itu terasa agak berbeda dari biasanya karena ketidakhadiran Romeo.

Seperti biasa, setelah makan, Claudia dan Aurora yang bertugas mencuci piring dan gelas bekas makan malam mereka.

Begitu cepatnya waktu berjalan, suara azan Isya sudah berkumandang, mereka lalu bersiap melaksanakan salat Isya di masjid yang hanya berjarak 30 meter dari rumah mereka.

Usai salat Isya, mereka berkumpul di ruang keluarga, tepat di hadapan mereka ada sebuah televisi yang sedang menayangkan pertandingan kejuaraan bulu tangkis Thomas Cup antara Indonesia melawan India di babak final.

"Bu, kapan aku dibelikan sepeda baru? Sepeda yang lama kan sudah rusak." Tanya Fabio kepada ibunya membuka obrolan malam itu.

"Iya besok ya, kalau ayahmu sudah pulang dari luar kota." Balas Jessica. Mendengar hal itu, raut kesedihan terpancar dari wajah Fabio. Dalam hatinya, dia berharap tidak menunggu ayahnya pulang terlebih dahulu baru dibelikan sepeda baru.

"Kelamaan dong, Bu. Lihat tuh, Fajri aja punya sepeda baru. Masa Fabio gak punya sih," ucap Aurora yang ikut dalam obrolan itu.

"Memang sepeda Fajri itu baru, ya?" tanya Claudia membalas ucapan Aurora.

"Barulah, sepedanya baru saja dibelikan ayahnya kemarin sore." Jawab Aurora.

Enea memilih tidak ikut dalam obrolan mereka, dia asyik menyaksikan laga final bulu tangkis yang gim pertamanya telah dimenangkan oleh Indonesia lewat tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting.

"Seru banget.....ayoo ayoo lanjutkan kemenangan di gim kedua." Ucap Enea dengan penuh semangat menyaksikan pertandingan bulu tangkis itu.

"Aurora dan Claudia, sini mendekat ke Ibu, ada yang ingin Ibu tanyakan." Ucap Jessica kepada kedua putrinya.

"Itu Jihan kok sudah diterima kuliah? Kan pendaftaran kampus belum dibuka," lanjutnya.

Mendengar pertanyaan itu dari ibunya, lantas Aurora menjawab "Kan dia siswi yang berprestasi Bu, dia juga pernah ikut kejuaraan fisika tingkat nasional, mungkin itu yang membuatnya langsung diterima tanpa harus mendaftar terlebih dahulu."

"Ohhh pantas saja. Tapi kok adiknya gak seperti dia, ya?" Jessica kembali bertanya.

Claudia dan Aurora terbahak-bahak mendengar pertanyaan itu.

"Yaa pastinya enggak dong, Bu. Kan adiknya gak sepintar kakaknya." Jawab Aurora dengan sedikit tertawa.

"Lagian dia tidak di sekolah favorit. Jadi mana bisa dia seperti kakaknya." Sambung Claudia menjawab pertanyaan ibunya.

Malam semakin dingin, suara-suara jangkrik di sekitar gubuk sederhana itu sudah mulai terdengar. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing. Doa-doa mereka ucapkan sebelum tidur pada malam yang dingin.

Di malam itu, langit mendung seraya akan menangis. Memberikan air matanya kepada tanaman-tanaman kering di bawahnya.

Pagi hari telah tiba, udara sejuk membuat napas begitu lancar, suara-suara ayam jago yang saling bersahutan berhasil membangunkan mereka yang masih lelap dalam tidurnya.

Mimpi-mimpi yang belum selesai terpaksa harus diselesaikan. Sedang mentari mulai menyapa umat manusia pagi itu dengan senyumnya yang indah dari ufuk timur.

Pagi yang sibuk bagi Jessica, dia harus menyiapkan sarapan untuk keempat anaknya. Dia juga harus mengantarkan mereka ke sekolah setiap hari. Pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh Romeo, kini harus dilakukannya seorang diri.

Usai mengantar keempat anaknya ke sekolah, suara telepon berdering dari ruang keluarga. Ternyata Romeo, sang suami yang sedang rindu itu menyampaikan jika dirinya sudah sampai di tujuan. Begitu lega dan gembiranya hati Jessica mendengar kabar baik itu.

Romeo, sosok suami sekaligus ayah dari empat orang anak yang sedang banting tulang mencari lembaran-lembaran euro untuk menghidupi istri dan keempat buah hatinya.

Waktu berjalan semakin cepat, tak terasa sudah tiga bulan Romeo bekerja di luar kota, ini berarti tinggal satu bulan lagi dia akan pulang dan bertemu keluarga kecilnya.

Sudah lama dia tidak merasakan lembutnya bibir istrinya, cubitan nakal Fabio dan Enea, serta jeritan yang seakan memecahkan gendang telinga dari kedua putrinya. Namun, untuk sementara waktu, dia harus memendam rindunya itu.

Memang terasa ada yang kurang di keluarga itu jika tidak membicarakan orang lain. Bagaikan sayur tanpa garam.

Setelah Fajri dan Jihan yang menjadi bahan pergunjingan mereka beberapa waktu lalu. Kali ini Putri yang menjadi sasarannya. Seorang bunga desa yang baru saja menikah itu dipertanyakan Jessica.

Percakapan dimulai ketika berada di dalam mobil. "Kalian lihat gak Putri kemarin itu?" tanya Jessica kepada kedua putrinya.

"Lihat kok, Bu." Jawab Aurora yang duduk di samping ibunya yang sedang menyetir.

"Memang kenapa, Bu? Ada yang aneh ya?" sambung Claudia.

"Iya, masa kalian gak lihat keanehan sih, kan baru saja dia putus dari pacarnya yang dokter itu. Kok kemarin udah ganti aja sama seorang dosen. Aneh gak?" ucap Jessica sambil mengernyitkan dahi.

"Enggak kok. Ibu aja kali yang terlalu mikirin dia. Biasa aja kali, Bu. Habis putus terus dapat pacar baru," jawab Claudia.

"Iya nih, Ibu. Lagian ngapain sih mikirin dia. Kayak kurang kerjaan aja!" sambung Aurora dengan sedikit kesal.

"Yaudah deh, kan Ibu cuma bertanya aja. Gak ada maksud lain." Ucap Jessica kepada kedua putrinya.

Obrolan mereka berhenti di sebuah SPBU untuk sejenak mengisi bahan bakar dan membeli beberapa snack di toko yang kebetulan juga ada di situ.

"Bu, aku beli ini ya. Boleh ya?" ucap Claudia kepada ibunya ketika melihat ice cream Magnum kesukaannya.

"Boleh, ambil aja. Sekalian ambilkan untuk Aurora," jawab Jessica kepada Claudia.

Jessica dan Aurora mengambil beberapa snack kacang dan roti untuk menemani perjalanan mereka yang masih jauh. Usai belanja dan mengisi bahan bakar, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah orang tua Romeo. Rupanya itu tujuan mereka.

Claudia yang kebetulan bisa menyetir, menggantikan posisi ibunya yang tampaknya sudah lelah usai menyetir selama tiga jam lamanya.

Beberapa jam kemudian, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang terletak sangat jauh dari pusat kota. Beragam jenis pohon besar dan tinggi berada di sekeliling rumah itu. Serta air sungai yang mengalir jernih berhasil membuat Aurora untuk mendekatinya, membasuh mukanya dengan kesegaran air itu.

Sementara itu, Jessica berada di meja makan membuka semua makanan yang dibawanya dari rumah, menyiapkan makan siang mereka. Claudia asyik mengobrol dengan kakek neneknya di teras rumah itu.

Matahari perlahan mulai meninggalkan mereka, dan bulan bersiap untuk menggantikannya. Malam pun tiba. Suara gemercik air sungai menemani makan malam mereka.

Jessica tak lupa menyampaikan pada mertuanya, bahwa suaminya sedang bekerja di luar kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun