Mohon tunggu...
Mohammad Topani S
Mohammad Topani S Mohon Tunggu... Penulis - Penulis yang ingin berbagi kebaikan walaupun hanya sedikit.

Pengisi suara (dubber).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Musibah Kematian Yang Pasti Datang

17 September 2023   15:26 Diperbarui: 20 Oktober 2023   17:46 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Baqi di Madinah (Jernih.co)

Musibah Kematian Yang Pasti Datang.

Kalau dihitung sudah berapa banyak orang yang kita kenal, yang sudah menemui ajalnya, atau sudah sampai pada batas waktu, dimana dia harus meninggalkan dunia ini.

Entah itu keluarga yang kita cintai, Ayah, Ibu, suami, istri, anak, sanak saudara, tetangga, teman sekolah atau teman kerja.

Itulah musibah yang hakiki, dimana kematian telah memutus kesenangan atau nikmat dunia yang selama ini dirasakan oleh manusia.

Dan sudah menjadi kebiasaan, tentang berita duka tersebut, selalu terdengar dikampung-kampung, pemberitahuan melalui Toa Masjid atau Surau, yang didahului dengan kalimat istirja, Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Kematian yang tidak pernah berdamai dengan umur manusia, ada yang masih muda, ada yang setengah tua, ada yang sudah sangat tua, bahkan ada yang masih anak-anak. Mau tidak mau, bila sudah saatnya pasti akan menghadap sang Khalik.

Kematian itu datangnya tidak bisa ditunda, dan juga tidak bisa dipercepat, waktunya sudah ditentukan, dan manusia dalam takdirnya, sadar atau tidak sadar, dia akan mendatangi tempat, dimana dia akan menemui ajalnya.

Karena takdir atau ketetapan seluruh mahluk, sudah dituliskan oleh Allah dikitab Lauhil Mahfudz 50.000 tahun sebelum langit dan bumi ini diciptakan.

Dan seluruh mahkluk tidak bisa mengindar dari ketetapan ini.

Tidakah kita memgambil pelajaran, dari salah satu sahabat Nabi salallahu alaihi wasallam yang zuhud, yaitu Abu Hurairah radiallahu anhu, ketika beliau mengetahui saat ajal sudah datang mendekat, beliau menangis.
Ketika ditanya, "Apa yang membuat Anda menangis?"
Beliau menjawab, "Aku tidak menangisi dunia, akan tetapi aku menangis karena jauhnya perjalananku, dan minimnya perbekalanku. Sesungguhnya pagi ini, aku melihat dan merasakan naik turun ke Surga dan Neraka, aku tidak tahu kemana aku akan ditarik, Surgakah atau Neraka?"

Sahabat Nabi sekaliber Abu Hurairah, yang paling banyak meriwayatkan hadits inipun gentar menghadapi kematain, dan menangisi nasibnya, tidakah ini menjadi pelajaran bagi kita?

Menangisi diri sendiri itu memang lebih utama, dari pada menangisi kematian orang lain. Selagi masih ada kesempatan untuk menangis, menangislah.

Dengan menangisi diri sendiri akan kematian yang pasti dihadapi, disertai rasa takut, lebih menyadarkan kita untuk bersungguh-sungguh menyiapkan diri menghadap sang Khalik.

Oleh karena itu, Hasan al Basri rahimahullah menasehati anak-anak dan murid-muridnya, "Kematian itu mengeruhkan kehidupan dunia, sehingga tidak menyisakan secuil kegembiraan pada mereka yang punya hati."

Ketika Amr Ibnu Ash seorang yang cerdik, sahabat Nabi yang pernah menjadi Gubernur di Mesir, dan pernah menjadi Jenderal perang pada masa kekhalifahan Umayyah radiallahu anhu, ketika menghadapi proses sakaratul maut, Abdullah anaknya yang zuhud dan ahli ibadah berbisik, "Ayah, gambarkanlah proses kematian itu padaku!"

"Anaku, demi Allah, rasanya gunung-gunung seperti dihimpitkan keatas dadaku, aku seakan bernapas melalui lubang jarum!"

Pahami dan resapi deskripsi ini, yang menggambarkan, dada terasa terhimpit, sampai-sampai bernapas saja seakan melaui lubang jarum, jadi betapa payahnya manusia saat menghadapi sakaratul maut.

Nabi Muhammad salallahu alaihi wasallam pernah menangis, ketika seorang anaknya yang bernama Ibrahim meninggal dunia. Beliau bersabda, "Mata boleh menangis mengeluarkan air mata, dan hati bersedih, namun kami tidak mengatakan kecuali sesuatu yang membuat ridho Tuhan."

Beliau menangis sebagai wujud belas kasihan dan kasih sayang terhadap anaknya. Tetapi hati Beliau penuh dengan ridho terhadap Allah Ta'ala, dan bersyukur pada-Nya, dengan lidah tetap berzikir dan memuji-Nya.

Karena Beliau memahami, siapapun yang mengadapi sakaratul maut, dia akan merasakan sakit yang luar biasa.

Dalam sejarah diceritakan, Khalifah Dinasti Abbasiah, Harun ar-Rasyid yang pernah menantang, dan mengatakan pada awan, "Wahai awan, hujanlah sesukamu dimana kau mau, pasti hujanmu akan jatuh diwilayah kekuasaanku."

Dalam hal ini, Harun ar-Rasyid ingin mengatakan, bahwa wilayah penaklukannya sangat luas. Seperti tercatat dalam sejarah, wilayah kekuasaanya dari barat Laut Tengah, sampai India bagian timur. Tapi ketika diperingatkan oleh seorang penyair tentang lalainya dia akan mengingat mati, dan beratnya sakaratul maut, seketika itu Harun ar-Rasyid menangis sesunggukan dan akhirnya pingsan.

Mengingat kematian itu sangat dianjurkan dalam agama. Karena dengan mengingat kemataian, manusia yang beriman bisa mempersiapkan diri dengan amal-amal baiknya, agar mendapat ridho-Nya.

Allah Ta'ala berfirman,

"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 185)

Wahai kaum Muslimin, sebelum ajal datang ada beberapa hal yang perlu kita lakukan.

Pertama, hendaklah kita selalu mengingat kematian setiap waktu. Dengan cara menziarahi kuburan, karena ketika kita berada ditengah-tengah kuburan, kita bisa membandingkan, bahwa kita masih punya kesempatan bertobat dan memperbaiki diri. Sedangkan manusia yang ada didalam kubur, sudah tidak punya kesempatan memperbaiki dirinya, kecuali hanya  do'a dari orang yang mendo'akannya.

Kedua, berkumpul dengan orang-orang soleh. Mengadakan silaturahim pada mereka, dengan memgambil manfaat dari ilmu agama yang mereka kuasai. Karena Nabi salallahu alaihi wasallam pernah bersabda, "Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya."

Ketiga, mentadabburi dan mengakrabi Al Qur'an, dengan menghafal semampunya dan melaksanakan ajarannya.

Seorang soleh mengatakan, "Banyak petuah dan wejangan yang sudah kubaca, tapi hasilnya tidak seperti mentadabburi Al Qur'an."

Karena Al Qur'an akan menunjukan pengaruh yang luar biasa, Nabi salallahu alaihi wasallam pernah bersabda, "Bacalah Al Qur'an, sebab ia akan datang pada hari Kiamat, sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya."

Keempat, memendekan angan-angan. Karena Islam mengajarkan bahwa, hidup didunia itu sangat singkat. Abdullah bin Umar radiallahu anhu, pernah dinasehati oleh Nabi salallahu alaihi wasallam, "Jalani hidup didunia ini seakan-akan kau orang asing, atau orang yang sedang dalam perjalanan. Apabila kau berada diwaktu sore, janganlah menunggu-nunggu waktu pagi, dan apabila kau berada diwaktu pagi, janganlah menunggu-nunggu waktu sore, manfaatkanlah hidup didunia ini, untuk hidup setelah kematian."

Nasehat yang disampaikan kepada Abdullah bin Umar ini, sebenarnya berlaku juga pada kaum Muslimin pada umumnya.

Sebagai penutup artikel yang pendek ini, penulis mengutip puisi karya Mikhail Khairullah Windi, seorang sastrawan Suriah yang hidup pada tahun 1868-1945 M. Beliau menuliskan penanya pada kertas...

Wahai anak Adam.
Kau menangis ketika dilahirkan Ibumu.
Sementara orang-orang disekelilingmu tertawa gembira.

Maka beramallah untuk dirimu, agar engkau tertawa senang, ketika mereka menangis kelak saat engkau mati.
***

Penulis, Mohammad Topani S

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun