Latar Belakang Sosial, Politik, Ekonomi
Hasan Basri mampu menyaksikan pemberontakan Usman bin 'Affan dan peristiwa politik berikutnya yang terjadi di Madinah yang menghancurkan umat Islam. Tanpa mengetahui motif pastinya, ia dan keluarganya pindah ke Basra.9 Beberapa gejolak politik awal Muslim menjadi motif munculnya pemikiran zuhud dan gerakan zuhud. Pada awalnya zuhud memiliki motif keagamaan murni, kemudian beberapa elemen eksternal diperkenalkan. Gerakan ini semakin intensif pada masa pemerintahan Bani Umayyah (41-132H/11-750 M), pendukungnya adalah para ulama, ahli hadits.
Hasan Basri hidup pada masa Dinasti Umayyah. Sebagai reaksi atas kehidupan mewah dan kezaliman penguasa saat itu, Hasan al-Bashri menjauhkan diri dari kehidupan politik. Dia tidak ikut campur dalam hal-hal yang menyebabkan perpecahan umat Islam dan tidak memerangi ketidakadilan para penguasa dengan kekerasan. Kebalikannya adalah melakukan perbuatan takwa. Jalan hidup yang dipilihnya adalah menjauhkan diri dari kehidupan duniawi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Pemikiran Dakwah dan Komunikasi Hasan Basri
Hasan Basri mampu menyaksikan pemberontakan Usman bin 'Affan dan peristiwa politik berikutnya yang terjadi di Madinah yang menghancurkan umat Islam. Tanpa mengetahui motif pastinya, ia dan keluarganya pindah ke Basra.9 Beberapa gejolak politik awal umat Islam menjadi motif munculnya pemikiran zuhud dan gerakan zuhud. Pada awalnya zuhud memiliki motif keagamaan murni, kemudian beberapa elemen eksternal diperkenalkan. Gerakan ini semakin intensif pada masa pemerintahan Bani Umayyah (41-132H/11-750 M), pendukungnya adalah para ulama, ahli hadits.
Hasan Basri hidup pada masa Dinasti Umayyah. Sebagai reaksi atas kehidupan mewah dan kezaliman penguasa saat itu, Hasan al-Bashri menjauhkan diri dari kehidupan politik. Dia tidak ikut campur dalam hal-hal yang menyebabkan perpecahan umat Islam dan tidak memerangi ketidakadilan para penguasa dengan kekerasan. Kebalikannya adalah melakukan perbuatan takwa. Jalan hidup yang dipilihnya adalah menjauhkan diri dari kehidupan duniawi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Abdul Mun'im al-Hifni, seorang ahli tasawuf di Kairo, memasukkan Hasan Basri ke dalam kelompok sufi besar. Beliau mengatakan bahwa Hasan Basri adalah seorang zahid yang wara'10 dan seorang komunikator yang nasehatnya menyejukkan dan kalimat-kalimatnya menyentuh pikiran rasional. Mengenai tasawuf, Hasan Basri mengatakan, “Barangsiapa yang menggunakan tasawuf karena kepasrahan kepada Allah, Allah akan menambah cahaya untuknya dan hatinya, dan siapa yang menggunakan tasawuf karena kesombongan akan dilemparkan ke dalam Neraka.” 11
Kedalaman pengetahuan Hasan Basri tentang tasawuf membuatnya cenderung untuk menafsirkan beberapa istilah dalam Islam menurut pendekatan tasawuf. Islam, misalnya, diartikan sebagai penyerahan hati dan jiwa hanya kepada Allah SWT dan keselamatan seorang Muslim dari gangguan umat Islam lainnya. Seorang mukmin menurutnya adalah orang yang mengetahui bahwa apa yang Allah SWT katakan adalah apa yang dikatakannya. Orang mukmin adalah orang yang paling baik amalan dan paling takut kepada Allah, dan meskipun dia menghabiskan hartanya setinggi gunung, seolah-olah dia tidak bisa melihatnya (tidak menceritakannya).
Sufi menurut pengertiannya adalah orang yang hatinya selalu bertaqwa kepada Allah SWT dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: berbicara kebenaran, menepati janji, berteman, mencintai yang lemah, tidak memuji diri sendiri, dan berbuat baik. Faqih, menurutnya, adalah orang yang bergairah di dunia dan bahagia di akhirat, melihat dan memahami agamanya, selalu menyembah Tuhannya, wara', melindungi kehormatan kaum muslimin dan harta mereka, dan menjadi penasihat. dan pedoman bagi masyarakat.
Seperti sufi lainnya, Hasan Basri sangat takut akan azab Allah. Abdul Mun'im al-Hifni menggambarkan Hasan Basri sebagai orang yang selalu takut. Ia selalu merasa takut karena membayangkan neraka yang diciptakan Allah SWT semata-mata untuknya. Ia bisa dikatakan sebagai ulama pendiri mazhab Zuhud Basra, ahli fiqih, zuhud, dan ulama ilmu agama. Dia bersama para Sahabat Agung, oleh karena itu masuk akal jika dia mendengar banyak hadits dari mereka, terutama Ibn 'Abbas.
'Abd Hakim Hasan meriwayatkan bahwa Hasan Basri pernah berkata, “Aku pernah bertemu dengan suatu kaum yang lebih fanatik terhadap hal-hal yang halal daripada kamu tentang hal-hal yang haram.”14 Dari pernyataan ini ia membagi zuhud pada dua tingkatan, yaitu; zuhud terhadap barang haram, ini merupakan tingkat dasar zuhud, sedangkan semakin tinggi zuhud pada barang halal, alasan zuhud lebih tinggi dari yang sebelumnya. Dan dia telah mencapai kondisi kedua ini, yang diwujudkan dalam bentuk makan sedikit, tidak terikat oleh makanan dan minuman, bahkan dia pernah berkata, jika dia menemukan cara untuk mencegah makan, dia pasti akan melakukannya. , dia berkata, "Saya suka makan." sekali saya bisa kenyang selamanya, seperti semen tetap di air selamanya."